Empat Kebenaran Mulia
 Bagian 1
 
 
 
 
 Mulailah dari batin-mu
 Latihan kita banyak berhubungan dengan batin, oleh karena itu kita perlu 
memulai dari batin kita terlebih dahulu, menjadikan batin kita lebih damai, 
terkendalikan; apabila kita mampu menyematkan ajaran Buddha dalam batin kita 
maka, latihan kita baru bisa bermanfaat, jika tidak maka, latihan akan sulit 
bagi memberi manfaat.
 
 
 Pertama-tama kita harus mulai mengurangi cara pandang yang hanya mencurahkan 
pada semua urusan kehidupan ini saja, kemudian kita juga harus berkerja keras 
untuk mengurangi sifat mementingkan diri sendiri yang berlebihan, kita perlu 
memperluas wawasan berpikir menjadi mementingkan kebaikan orang lain terlebih 
dahulu, dengan niat beginilah kita mulai berlatih.
 
 
 Sikap positif seperti inilah yang perlu kita bawa setiap kali kita datang pada 
sebuah ceramah dharma atau ketika kita akan mulai berlatih maupun berbuat 
kebajikan, mendengarkan dharma, merenung berkali-kali, kemudian mencoba untuk 
mengintegrasikan teori itu dengan cara membuat teori-teori itu familiar dalam 
batin kita melalui cara meditasi yang akhirnya akan menjadi sebuah tindakan 
spontan.
 
 
 
 
 Mulia-kah?
 Setelah Sidharta merealisasi pencerahan sempurna di Bodhgaya, ia memberikan 
pelajaran 'Empat Kebenaran Mulia' kepada lima orang pertapa, setelah mendengar 
pelajaran ini, mereka berlima mampu melihat kenyataan (realitas) sesungguhnya, 
kemudian mereka juga mampu meneruskan pelajaran itu kepada generasi selanjutnya 
hingga kini kita bisa mendengarkan pelajaran tersebut, dan pelajaran ini 
menjadi pelajaran paling fondasi dalam ajaran Buddha.
 
 
 Mengapa 'mulia'? Ikuti terus, nanti akan terjawab sendiri. Apa saja empat 
kebenaran mulia? Kebenaran mulia tentang derita(ketidakpuasan), sumber derita, 
penyelesaian derita, dan jalan menuju penyelesaian derita. Mengapa disebut 
kebenaran?
 
 
 Kebenaran yang memiliki empat bagian beserta enambelas atributnya 
(kemelekatan, dsb), merupakan cara yang telah dijelaskan oleh Buddha dalam 
berbagai karya-karya besar beserta komentarnya.  Apabila kita mampu mengerti 
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Buddha, kemudian kita menjadikan 
pengetahuan itu familiar dalam batin kita, maka kita juga bisa mengikis semua 
penghalang mencapai pencerahan sempurna, yaitu penghalang berupa faktor mental 
penganggu beserta bibitnya, kabut hitam penghalang yang menjadi aral rintang 
dalam menyempurnakan pengetahuan atas semua fenomena.
 
 
 Arya Asanga menyatakan bahwa Empat kebenaran Mulia telah dijelaskan dengan 
sempurna oleh Buddha dan memang begitu sebagaimana adanya, apabila kita 
menjadikan kebenaran ini familiar dalam batin kita, maka tiga pintu (ucapan, 
badan jasmani, dan batin) akan menjadi pemicu kemajuan besar dalam latihan kita.
 
 
 Apa maksud dari mulia (Arya)? Mulia berarti persepsi langsung terhadap 
kebenaran, kebenaran yang sudah dilihat oleh Buddha dan muridnya. Lima murid 
Buddha melihat persis empat kebenaran mulia seperti yang Buddha lihat, jadi 
mereka adalah saksi mata pengalaman langsung atas ke-otentikasian atas 
sabda-sabda Buddha, sehingga mereka juga maju hingga tingkat tertinggi atau 
paling efektif dalam melihat semua fenomena.
 
 
 
 
 Benar-kah?
 Cara mereka melihat fenomena sudah sesuai dengan penjelasan Buddha, namun cara 
kita melihat fenomena adalah sebaliknya. Jadi kita tidak melihat fenomena 
sebagaimana yang dideskripsikan oleh Buddha. Karena mereka mampu melihat tembus 
realitas fenomena sesungguhnya maka disebut Kebenaran Mulia, kemudian mengapa 
terdiri atas empat?
 
 
 Mereka yang berupaya keras untuk merealisasi pembebasan, maka empat itu mutlak 
dibutuhkan. Anda mengerti makna 'pembebasan'? Ter-rantai oleh tindakan buruk 
kita yang dimotori oleh faktor mental penganggu, inilah yang disebut samsara 
(siklus eksistensi). Bebas dari cengkeraman ini disebut 'pembebasan'.
 
 
 Nagarjuna bilang, “Kita sendiri harus berupaya untuk mencapai pembebasan, tak 
ada seorangpun yang bisa mengangkat kita mencapai pembebasan, tidak ada orang 
lain yang bisa melakukannya dengan mengatas namakan anda, namun anda harus 
melakukannya sendiri.” sebagai fondasinya, kita butuh disiplin etika yang 
murni, kemudian mendengarkan pelajaran empat kebenaran mulia, merenungkan, dan 
kemudian mengintegrasikan dalam seluruh hidup kita.  
 
 
 
 
 Hitam dan Putih
 Diantara 4 itu, pertama dan kedua adalah sisi mengakibatkan kesengsaraan, dan 
ketiga dan keempat adalah sisi pemurnian (purifikasi). Jika kita lihat kembali 
kebenaran mulia pertama dan kedua, maka kita akan tahu sebab apa yang me-rantai 
kita dalam samsara yaitu sebab-sebab derita(kebenaran mulia kedua), kemudian 
hasilnya adalah derita itu sendiri (kebenaran mulia pertama).
 
 
 Ketika kita bicara bahwa seseorang tenggelam dalam samsara, ini berarti 
seseorang terus-menerus terlahir kembali karena disebabkan oleh tindakan 
negatifnya, tindakan negatif ini disulut oleh faktor mental penganggu(kilesa). 
Bagaimana untuk terbebas dari samsara? Yaitu melalui sebuah metode atau jalan 
(kebenaran mulia keempat), sebagai hasil dari metode itu adalah kita bisa 
mengakhiri derita(kebenaran mulia ketiga). Empat kebenaran mulia sudah jelas 
menyatakan hal apa yang harus kita hindarkan dan hal apa yang perlu kita 
lakukan.
 
 
 Kebenaran mulia tentang derita dan sumber derita menjelaskan hal-hal yang 
perlu kita kalahkan; kemudian berkaitan dengan kebenaran mulia tentang akhirnya 
derita dan metode untuk mengakhirinya menjelaskan bagaimana memperoleh 
kebahagiaan dan pembebasan total.
 
 
 
 
 Sumber dan Penyebabnya
 Kita semua ingin bahagia, dan keadaan bahagia adalah tergantung pada bagaimana 
kita menciptakan penyebabnya; sebaliknya tak ada yang ingin menderita, sekali 
lagi, derita juga tergantung kepada penyebab yang kita ciptakan; jadi sangat 
jelas sekali kebahagiaan maupun penderitaan sangat tergantung pada penyebabnya.
 
 
 Jika kita ingin bahagia, maka kita harus menuruti nasihat yang akan membawa 
kita memperoleh kebahagiaan, kita harus menciptakan penyebab-penyebab 
kebahagiaan; sebaliknya apabila kita tidak ingin menderita maka, kita harus 
meninggalkan semua penyebab derita.
 
 
 Kebahagiaan tidak akan muncul begitu saja hanya melalui berdoa, “semoga saya 
memperoleh kebahagiaan, semoga saya terbebas dari penderitaan”, hanya doa saja, 
maka tidak akan pernah menjadi kenyataan.  Jadi penting sekali pada tahap awal 
kita menciptakan penyebab kebahagiaan dan menghindari menciptakan penyebab 
kesengsaraan.
 
 
 
 
 Dua Arus
 Jika kita lihat dengan seksama, maka ajaran ini terbagi dalam dua arus besar, 
pertama adalah praktik non-kekerasan dan yang kedua adalah berusaha membantu 
yang lain. Dua hal ini menyatupadukan seluruh ajaran Buddha. Untuk berlatih 
dalam dua arus itu, kita perlu kesabaran tanpa batas, karena tanpa kesabaran 
maka dua arus tersebut tidak akan bisa direalisasikan.
 
 
 Buddha dengan sangat elegan menyatakan bahwa jangan menyakiti makhluk lain, 
berlatih diri untuk tidak menyakiti makhluk lain, tidak hanya terbatas pada 
manusia saja, namun terhadap semua makhluk. Apa alasannya berlatih diri untuk 
tidak menyakiti makhluk lain? Karena anda bisa menyakiti makhluk lain secara 
langsung, memberi dampak langsung, secara tidak langsung memberi dampak juga 
pada diri sendiri, karena menyakiti makhluk lain, otomatis kita menciptakan 
penyebab baru untuk penderitaan, oleh karena kita tidak ingin menderita, oleh 
karena itu kita harus berlatih diri untuk tidak menyakiti makhluk lain.
 
 
 Dengan membantu makhluk lain, kita memberi manfaat kepada mereka, ini dampak 
langsung, dampak tidak langsung adalah kita menciptakan penyebab kebahagiaan 
bagi diri kita sendiri. Jadi sudah jelas hal apa yang harus kita lakukan dan 
hal apa yang harus kita hindarkan, dengan merenungkan tentang empat kebenaran 
mulia sangat bermanfaat.
 
 
 
 
 Urutan ajaib
 Namun, apabila kita melihat urutannya yang berlaku secara umum, maka kita akan 
berpikir bahwa seharusnya mulai dari sebab penderitaan terlebih dahulu, 
kemudian baru muncul penderitaan, kemudian metode untuk mengakhirinya, dan 
terakhir adalah berakhirnya penderitaan karena kita menerapkan metodenya. 
Inilah urutan yang berlaku secara umum.
 
 
 Namun pada kenyataanya, Buddha tidak menjelaskan berdasarkan urutan yang 
berlaku secara umum, malahan Buddha memulai dari inilah penderitaan, inilah 
sumber penderitaan, inilah akhirnya penderitaan, dan inilah metode menuju 
akhirnya penderitaan, inilah urutan yang dipresentasikan oleh Buddha, urutan 
demikian sangat penting untuk mereka yang berlatih.  
 
 
 Buddha mempresentasikan melalui cara demikian untuk memberitahu bahwa kita 
sedang sakit, kita sedang didera penyakit akut, kemudian baru memberi tahu 
penyebab atau sumber penyakit akut itu; kemudian kita bisa mencapai status 
sehat, dan status sehat bisa dicapai dengan cara mengikuti metode pengobatan, 
oleh karena itulah Buddha mempresentasikan sesuai dengan urutan ini karena 
ditujukan untuk mereka yang berlatih secara langsung dalam realita.
 
 
 
 
 Penyakit
 Apa itu kebenaran mulia tentang penderitaan?
 Asanga menyebutkan bahwa penderitaan adalah kondisi kita terlahir ke samsara 
ini karena dilempar oleh perbuatan negatif kita yang mana disulut oleh faktor 
mental penganggu, dan lingkungan manapun makhluk berada, kemudian kita perlu 
memikirkan kemalangan apa saja yang melilit kita, kerugian seperti apa yang 
bolak-balik kita terima dalam samsara, kita perlu merenungkan berulang kali.
 
 
 Hal paling krusial yang perlu kita kenali adalah bahwa kita sedang sakit, 
apabila kita sudah bisa memastikan bahwa diri ini sedang menderita penyakit 
akut, maka niat untuk terbebas dari penyakit itu akan muncul, oleh karena untuk 
membangkitkan keinginan untuk terbebas dari penyakit, maka sangat perlu untuk 
mengenali kondisi sakit kita terlebih dahulu. Jadi harus mulai dari keinginan 
diri sendiri, keinginan untuk bebas dari penderitaan.
 
 
 Pertama lihatlah bahwa kita sedang menderita penyakit, dan banyak 
gejala-gejala yang muncul, kemudian barulah muncul niat untuk mencari sumber 
akar dari penyakit itu, ketika menemukan sumber akar penyakit, kemudian kita 
perlu cari tahu apakah sumber akar ini bisa di cabut atau sumber akar itu 
adalah permanen, atau itu adalah penyakit kanker yang sudah tak bisa 
diutak-atik lagi, kita perlu memeriksa hal tersebut.
 
 
 
 
 Penyakit itu tidak permanen
 Perhatikanlah wadah kita ini, badan jasmani kita bagaikan sebuah wadah yang di 
dalamnya terdapat banyak potensi penyakit, seterusnya kita periksa penyebab 
potensi penyakit itu berasal dari mana, periksalah baik-baik, apakah 
penyebab-penyebab itu bisa kita buang, ada sesuatu yang permanen dan tak bisa 
diubah lagi? Jika kita periksa secara seksama maka, kita akan sadar bahwa 
sesungguhnya sudah sangat terang dan jelas dijelaskan dalam 12 mata rantai 
kemunculan yang saling bergantungan.
 
 
 Apabila anda familiar 12 mata rantai itu, anda bisa mencoba untuk melihat 
lebih detail kepada rantai ke-2 yaitu rantai yang mendeskripsikan aksi, dan 
satu lagi adalah eksistensi (kemunculan), eksistensi dan bentuk-bentuk mental 
adalah aksi, kemudian terdapat 3 rantai yang merupakan faktor mental penganggu 
(ketidaktahuan, nafsu keinginan kuat, dan kemelekatan), hal inilah yang 
mendorong kita terus berputar dalam samsara (siklus eksistensi).
 
 
 Kita bisa saja masuk lebih detail lagi tentang 12 mata rantai itu, namun hal 
yang perlu betul-betul kita sadari adalah masalah-masalah dan derita yang terus 
bermunculan, dan berbagai masalah yang muncul akibat relasi dengan lingkungan.  
 
 
 
 
 Mereka bertiga
 Seluruh perbuatan negatif yang disulut oleh faktor mental penganggu adalah 
akibat dari cara pandang kita yang salah dalam melihat segala sesuatu 
(fenomena). Kita sudah tahu bahwa faktor mental penganggu adalah amarah, 
kemelekatan, dan ketidaktahuan, kemudian 3 rekanan ini saling berinteraksi, 
kita perlu mengetahui dari mana 3 rekanan itu muncul.
 
 
 Katakanlah ada sesuatu yang indah dan menarik, kemudian kita fokuskan batin 
kita pada objek tersebut,  kita cenderung membesar-besarkan perasaan dan rasa 
tertarik kita terdapat objek itu, maka potensi penyakit berupa kemelekatan 
seketika muncul, amarah atau rasa benci akan muncul ketika kita melihat sesuatu 
yang tidak menarik, kemudian kembali lagi kebiasaan kita adalah 
membesar-besarkan perasaan tidak senang dan rasa tertarik kita. Ketidaktahuan 
muncul ketika kita melihat sesuatu dengan cara pandang bahwa sesuatu itu akan 
bertahan selama-lamanya, batin secara otomatis memberi kesimpulan bahwa segala 
sesuatu itu eternal atau kekal abadi, batin ini eksis dengan sendirinya, dengan 
beginilah caranya ketidaktahuan muncul.
 
 
 Sesungguhnya kita melihat segala sesuatu tidak sebagaimana adanya, kita 
cenderung melihat segala sesuatu dengan kaca-mata 'membesar-besarkan' 
(hiperbol). Apabila kita mampu melihat segala sesuatu atau segala fenomena 
dalam kondisi mereka sesungguhnya, maka kita mampu mengikis 3 rekanan itu.
 
 
 
 
 Atribut
 Setelah melacak kemunculan masalah, asal-usulnya, bagaimana mereka membuat 
kita menderita, maka dengan merenungkan empat kebenaran mulia beserta 
atributnya, perlahan-lahan kita bisa melihat segala sesuatu (fenomena) 
sebagaimana kondisi sesungguhnya, kemudian kita juga mulai akan melihat 
kesempatan untuk terbebas dari cara pandang salah, kemudian mencegah kemunculan 
berbagai derita, oleh karena itulah Buddha mengajarkan metode untuk mengakhiri 
penderitaan, kesempatan untuk terbebas penuh dari penderitaan telah muncul.
 
 
 Pertama-tama kita harus tahu bahwa kita sedang sakit, kemudian baru-lah 
mencari tahu sumber penyakit itu, kemudian kita juga tahu bahwa ada sebuah 
keadaan yang mana kita pulih kembali, demi pulih kembali kita perlu mengikuti 
pengobatan, oleh karena kita membutuhkan empat kebenaran mulia, sungguh sebuah 
metode luar biasa.
 
 
 Maitreya dalam “Uttaratantra”, menjelaskan empat kebenaran mulia dengan 
perumpamaan penyakit dan diuraikan cukup detail, jadi memang sangat penting 
pada tahap awal kita mengidentifikasi dulu penyakitnya, kemudian yang lain akan 
mengikuti, seperti cari tahu sumber akarnya, hal apa saja yang perlu kita 
buang, hal apa yang perlu kita pupuk, dari titik identifikasi-lah semua akan 
bergulir.
 
 
 Mengidentifikasi penderitaan, meninggalkan sumber penderitaan, mewujudkan 
berakhirnya penderitaan, kemudian memeditasikan metode untuk mengakhiri 
penderitaan. Mengidentifikasi penderitaan berarti mencari tahu hal-hal apa saja 
yang menjadi faktor kontribusi penderitaan.
 
 
 Selanjutnya adalah bagaimana kita mengerti penderitaan dalam konteks 
ketidak-kekalan, dalam konteks rasa sakit, tanpa inti, dan kekosongan?
 
 
 Pertama-tama kita masuk dari pemahaman bahwa semua makhluk dan fenomena 
berubah cepat dan akan selalu berubah, selalu mengalami perubahan, adakah 
sesuatu yang tidak mengalami perubahan? Atau adakah sesuatu yang tidak berubah 
walaupun dalam kurun seper-sekian detik? Ternyata semua selalu berubah, kita 
perlu memahami bahwa lingkungan, manusia, segala sesuatu, fenomena selalu 
berubah dari waktu ke waktu. Betulkah demikian?
 
 
 Disudut manapun kita dalam samsara ini maka, kita selalu berurusan dengan 
penderitaan, berurusan dengan berbagai masalah, berurusan dengan kesulitan. 
Kita bicara perubahan, suatu perubahan yang dikendalikan oleh dampak negatif, 
perbuatan negatif yang disulut oleh faktor mental penganggu.
 
 
 Kemudian kekosongan, kekosongan atas apa? Tidak ada makhluk tunggal yang 
mengendalikan dunia ini maupun makhluk hidup, jadi kekosongan ini berkaitan 
dengan makhluk yang mengendalikan, tidak ada makhluk adi-kuasa yang melakukan 
kendali, inilah pandangan buddhis.
 
 
 
 
 Pandangan kita terdistorsi?
 Pandangan kita sering salah melihat fenomena yang ada, melihat sesuatu yang 
selalu berubah sebagai sesuatu yang permanen dan kekal, melihat suatu 
penderitaan sebagai kenikmatan, mengaggap sesuatu yang tidak bersih atau tidak 
murni sebagai sesuatu yang bersih dan murni, sesuatu yang tak bisa berdiri 
sendiri kita anggap sebagai sesuatu yang bisa muncul dengan sendirinya, inilah 
distorsi dalam batin dan lingkungan yang menjadi faktor kontribusi munculnya 
penderitaan. Empat kebenaran mulia membantu kita menangkal sistem pandangan 
demikian.
 
 
 Celakanya, kita selalu melihat dengan cara pandang terdistorsi, dan sangat 
sulit untuk kita transformasi cara pandang distorsi tersebut, dan inilah yang 
menjadi sumber penderitaan bagi kita; oleh karena itu Buddha bilang, kita harus 
mengerti tentang penderitaan, bagaimana cara mengertinya? Yaitu dengan 
merenungkan atribut-atributnya, yaitu ketidak-kekalan, rasa sakit yang timbul, 
kekosongan, dan tanpa inti yang kekal.
 
 
 Merenungkan ketidak-kekalan adalah obat penawar bagi sistem cara pandang kita 
yang menganggap segala sesuatu itu kekal, bisa bertahan selama-lamanya, 
merenungkan tentang rasa sakit yang muncul adalah obat penawar bagi sistem cara 
pandang yang yang menganggap sesuatu itu merupakan suatu kenikmatan atau murni 
dan bersih padahal sesungguhnya tidak, kemudian merenungkan kekosongan dan 
tanpa inti yang kekal adalah sebagai obat penawar atas sistem cara pandang kita 
yang menyatakan bahwa segala sesuatu bisa berdiri sendiri.
 
 
 
 
 kunci
 Aryadeva memulai menjelaskan empat atribut ini dalam “400 Stanza”, dan 
selanjutnya ia menjelaskan bagaimana kita bisa mengatasinya, jadi Aryadeva 
memberi dukungan kepada kita untuk mengerti empat atribut itu terlebih dahulu, 
karena ia tahu bahwa inilah yang melemparkan kita ke dalam siklus 
berulang-ulang ini, kemudian ia menjelaskan bahwa semua makhluk berada dalam 
posisi sama, mengalami hal yang persis sama, selanjutnya ia menjelaskan tentang 
Buddha dan bodhisatwa, karena tahu dan sadar bahwa semua makhluk juga berada 
dalam posisi sama yaitu menderita, maka ia memperluas tekatnya untuk membantu 
semua makhluk.
 
 
 hingga detik ini kita tak merasa sedang sakit, tentu saja kita tidak akan 
pernah mau mengikis sumber penyebab penyakit, memahami kondisi sekarang ini 
adalah kunci ke tahap berikutnya.
 

Nyana Bhadra
Tibetan Language & Buddhist Philosophy

Library of Tibetan Works & Archives
Centre for Tibetan Studies & Researches
Gangchen Kyishong Dharamsala - 176215
Himachal Pradesh - I n d i a

"May I become at all times, both now and forever; a protector for those without 
protection; a guide for those who have lost their way; a ship for those with 
oceans to cross; a bridge for those with rivers to cross; a sanctuary for those 
in danger; a lamp for those without light; a place of refuge for those who lack 
of shelter; and a servant to all in need"-- H.H. The 14th Dalai Lama, Tenzin 
Gyatso -- Bodhicharyavatara [Tib. 
J'ang.chub.sem.pa'i.c'od.pa.nyid.jug.pa.zhug.so; Ing. Guide to the 
Bodhisattva's Way of Life, Chapter III, Verse 18-19]~ Shantideva
 
---------------------------------
No need to miss a message. Get email on-the-go 
with Yahoo! Mail for Mobile. Get started.

Kirim email ke