`~'~`~'~`~'~`~'~`~'~`~'~`~'~`
"Dialog Imaginer dengan Gus Dur "
--------------------------------------

Suatu ketika penulis (P) berdialog imaginer dengan Gus Dur, Presiden
Republik Indonesia saat ini. Berikut kutipan dialog imaginer tersebut:

P:  Gus, Bagiamana sikap Anda dengan pernyataan Wapres Megawati
Soekarnoputri yang tampaknya kian melanggengkan Sidang Istimewa ?

GD: Tidak semestinya Mbak Mega seperti itu.

P:  Alasannya Gus ?

GD: Lha, Mbak Mega itu kan Wakil Presiden, seharusnya dia loyal terhadap
Presiden, apa pun yang terjadi, ia tidak boleh berseberangan dengan
Presiden. Kalau memang merasa tidak cocok, Mbak Mega kan bisa milih mundur.

P:  Tapi kalangan PDIP sendiri mengatakan bahwa Mbak Mega selama ini sudah
menunjukkan loyalitas kepada Presiden. Kalaupun berseberangan, itu dalam
kapasitas dia sebagai ketua partai.

GD: Mbak Mega itu milik partai atau milik bersama bangsa ini ?. Gitu aja
koq repot-repot. Anda tentu tahu, bahwa Pemerintah Pusat itu sifatnya
kolektif. Tidak bisa Mbak Mega bersikap mendua begitu, di satu sisi sebagai
Wapres dan di sisi lain sebagai ketua partai.

P: Lalu, bagaimana Gus ?

GD: Ini bukan saatnya kampanye. Ini saatnya membangun, karena pemilu sudah
terlaksana dengan demokratis, walaupun dulu di tingkat elit ada
pendistorsian demokrasi itu sendiri melalui rekayasa politik oleh anggota
MPR karena kepentingan kelompok. Dan itu harus dimaklumi oleh Mbak Mega.

P: Apakah berarti sikap Ibu Mega itu double kontra produktif terhadap
bangsa ini ?

GD: Pertama, sikap Mbak Mega itu kontra produktif terhadap PDIP sendiri
karena secara otomatis dukungan terhadap partai itu akan merosot tajam.
Kedua, kontra produktif terhadap kinerja pemerintahan yang sudah sempat
stabil. Ketiga, kontra produktif terhadap ikatan sejarah yang terpupuk
selama ini antara Soekarno (Presiden I RI) dengan Wachid Hasjim (tokoh
pendiri NU).

P:  Dukungan terhadap Ibu Mega akan merosot, mengapa Gus ?

GD: Perlu diketahui, massa pendukung PDIP selama ini tidak sedikit dari
kalangan NU. Nah, melihat sikap Mbak Mega ini maka otomatis simpati
terhadap Mbak Mega akan merosot turun.

P:  Jadi, strategi Ibu Mega tidak tepat, begitu kan Gus ?

GD: Kita harus berpikir panjang ke depan. Seharusnya Mbak Mega harus sabar
menunggu sampai pemilu 2004. Nah, kalau sekarang, belum apa-apa koq sudah
bersikap seperti itu.

P:  Seperti apa Gus ?

GD: Ya, sikap kontra produktif tadi.

P: Tapi Gus, dukungan parlemen kepada Mbak Mega sangat kuat.

GD:  Anda jangan pakai kata "parlemen".  Negera kita ini bukan parlementer.
Negera kita ini sistem presidentil. Itu harus dibedakan. Mengenai dukungan
yang sangat kuat itu, Mbak Mega seharusnya menyadari sikap mereka (anggota
MPR/DPR) itu. Wong, mereka dulu sangat kuat menjegal dia, koq sekarang kuat
mendukung, ada apa ?.

P:  Jadi, seharusnya Ibu Mega harus kompak dengan Presiden ?

GD:  Saya yakin, kalau Mbak Mega kompak dengan saya, pasti sangat produktif
terhadap kinerja pemerintah dan terhadap hubungan antar sesama anak bangsa.
Anda tahu, saya selama menjabat Presiden terus-menerus diricuhi oleh
anggota DPR. Sehingga saya tidak bisa konsentrasi untuk membangun dan
menegakkan hukum. Seharusnya Mbak Mega memahami posisi saya yang menghadapi
tantangan sangat berat ini.

P:  Menurut Anda, apakah pemerintah sekarang masih efektif ?

GD: Nah, inilah yang menjadi soal besar bagi pemerintah.  Bagaimana bisa
efektif kalau terus-menerus diganggu atau diricuhi oleh anggota Dewan ?.
Ekonomi sudah sempat stabil tapi kacau kembali ketika anggota MPR/DPR
melakukan kritik yang berlebihan.

P: Seharusnya sikap anggota Dewan bagaimana, Gus ?

GD:  DPR jangan hanya bisa mengkritik.  Jangan hanya bisa mencari-cari
kesalahan pemerintah, sebab masih banyak pekerjaan besar yang harus
diselesaikan menyangkut kepentingan yang lebih besar.

P:  Misalnya, Gus ?

GD: Masalah Aceh dan Irian Jaya, Sampit, dan Maluku. Pemerintah tidak bisa
konsentrasi ke sana karena pemerintah selalu disibukkan dengan
sikap/perilaku DPR yang terlalu agresif. Seharusnya mereka (anggota Dewan)
ikut turun ke sana untuk menyerap aspirasi di daerah-daerah dan disampaikan
ke pemerintah, hal-hal apa saja yang bisa dilakukan secara konkrit. Selama
ini tidak ada niat anggota Dewan untuk menyerap aspirasi rakyat di
daerah-daerah.

P:  Jadi, anggota DPR hanya menyampaikan aspirasi mereka sendiri, bukan
aspirasi rakyat ?

GD:  Anda bisa mengamati sendiri. Misalnya dijatuhkannya Memorandum I dan
II, apakah rakyat benar-benar menginginkannya ?. Padahal, secara hukum
Memorandum itu jelas cacat karena belum ada pemeriksaan di pengadilan sudah
divonis bersalah.

P:  Bagaimana dengan keputusan politik, Gus ?

GD:  Negeri ini bukan negara politik, tetapi negara hukum.  Ini penting.
Kalau negeri ini adalah negara hukum maka seharusnya DPR juga harus
mendasarkan putusan politiknya pada hukum yang berlaku.

P:  Gus, bagaimana sebenarnya kita menempatkan politik dengan hukum ?

GD:  Politik harus dalam kerangka hukum atau konstitusi, karena negara kita
merupakan negara hukum.

P:  Bagaimana dengan proses hukum yang bernuansa politik ?

GD:  Ini menjadi dilema bagi pemerintah. Ketika Jaksa Agung menahan pejabat
maupun mantan pejabat yang diduga korupsi, acapkali dinilai bernuansa
politik. Ketika mantan Mentaben Ginanjar Kartasasmita ditahan atas dugaan
korupsi, kalangan yang ada di DPR/MPR terutama pihak Golkar bereaksi keras
waktu itu. Mereka menuduh penahanan itu bernuansa politik. Demikian juga
kasus sebelumnya, seperti kasus penahanan Gubernur BI Syahril Sabirin dan
pemindahan Bob Hasan ke Nusa Kambangan.

P: Jadi, apakah penundaan pemeriksaan para pejabat dan mantan pejabat itu
akibat tekanan politik ?

GD:  Anda bisa melihat sendiri. Sekarang bukan hanya penekanan agar proses
hukum distop, tetapi lebih jauh lagi agar saya turun dari jabatan Presiden.
Mereka akan lebih aman kalau saya turun.

P:  Terima kasih, Gus atas kesediaannya berdialog dengan saya.

(Augustinus S, S.H)

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772
atau
BCA Cab. Darmo Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc. No. 088.442.8838
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke