Kelak Indonesia Menjadi Negara Basic Science Yang Digdaya
Saya angkat topi terhadap kepiawaan sdr.Wahyu Pratama menghangatkan diskusi di Forum Fisika Indonesia ini, yang mengingatkan kita bahwa ilmuan besar Hawking pun dapat ragu terhadap penemuan higgs sebagaimana tercetus melalui kalimat pernyataannya: "I think it will be much more exciting if we don't find the Higgs. That will show something is wrong, and we need to think again". Terlebih lagi kalau dikaitkan dengan pengistirahatan LHC sebagaimana kutipan paparan Bapak Haryo pada komentar beliau sebelumnya: "LHC pada dasarnya menggunakan gaya magnet/Lorentz untuk 'menyetir'/'mengendalikan' berkas partikel dalam akseleratornya dengan menggunakan lebih kurang 1200 magnet dipole yang masing-masing memberikan medan magnet sebesar 8 Tesla. Medan sebesar itu hanya bisa dihasilkan dengan arus yang sangat besar. Untuk itu, LHC menggunakan magnet superkonduktor, yang beroperasi pada temperatur sekitar 2K (-271 derajat Celsius) dan didinginkan dengan helium cair". Terus terang saya bukan Ahli Fisika Partikel eksperimen, sehingga tidak memiliki cukup kapabilitas untuk menjelaskan apa itu Higgs phenomenon. Jangankan saya yang awam, Empat Ahli Fisika Teori Indonesia papan ataspun (saya sitir pada komentar sebelumnya) tidak dapat diharapkan untuk mencerahkan kita tentang persoalan ini. Padahal kapabilitas mereka tentu jauh lebih dekat dibandingkan dengan saya yang berlatar belakang riset photonics. Saya jadi teringat "joke" kalau dokter mata tidak dapat menyembuhkan sakit gigi, padahal gigi dan mata bertetangga dekat posisinya. Tetapi Pak Haryo..., saya sekarang lebih tertarik pada kutipan bapak tentang kebutuhan magnet superkonduktor untuk operasioal LHC tersebut yang suhu kritisnya 2K sehingga tentu dibutuhkan proses pendinginan. Mengingat LHC tidak bakal mungkin dikembangkan di Indonesia, maka saya alihkan diskusi pemanfaatan superkonduktor tersebut untuk memasok berbagai keperluan komponen elektronika sehari-hari. Nah yang memungkinkan Fisikawan Indonesia bisa duduk berdiskusi bersama adalah bagaimana mendapatkan material pembentuk superkonduktor tersebut sedemikian temperatur kritisnya di sekitar temperatur kamar yakni sekitar 300K. Maaf saya sebut nama. Saya dua kali menjadi peserta pendengar pada Symposium Internasional (keduanya di tahun 2007) yang pembicaranya adalah Doktor-Doktor Fisika Indonesia. Pertama di Forum Kentingan Solo dengan pembicara DR. Pekik Nuswantara dari UGM, dan yang terakhir yang diselenggarakan Jurusan Fisika ITB dengan pembicara DR.Darminto dari ITS. Sebagai anak bangsa, saya merasa bangga terhadap kedua bapak-bapak Doktor tersebut yang dengan gamblang menjelaskan gejala superkondutvitas tersebut. Yang membuat saya terperanjat adalah bahwa ternyata sejak 1911 dimana bahan superkonduktivitas itu untuk pertama kalinya ditemukan oleh Bapak Ownes, hingga sekarang belum juga ditemukan yang bertemperatur kritis pada temperatur kamar. Bahkan menurut beliau-beliau, hingga saat ini temperatur kritis tertinggi yang dapat dicapai baru sekitar 100K. Padahal para periset kelas dunia di bidang ini sudah serta merta menggunakan software aplikasi canggih sebagai alat pensimulasinya. Lantas apa titik temu keraguan saya terhadap perburuan bahan superkonduktor bertemperatur kritis kamar tersebut dengan keraguan Pak Hawking terhadap pengungkapan gejala Higgs. Akhirnya saya mencoba meyakini jangan jangan ada yang "kurang sempurna" dengan teori superkonduktor itu. Ini berarti diperlukan perombakan terhadap model matematis yang diadopsi selama ini. Kalaupun model tersebut sudah diyakini benar, barangkali kita harus berani melakukan kaji ulang terhadap prosedur pemecahannya. Karena kita sadar bahwa selama ini model-model keramat tersebut selalu dipecahkan dengan metode numerik mengingat solusi eksak analitiknya belum ditemukan. Kita harus tetap waspada bahwa dengan tanpa penanganan yang tepat solusi numerik bisa salah, walaupun taburan angka dan tampilan grafik selalu dikeluarkan dari setiap persoalan yang kita selesaikan. Melihat fakta bahwa pelajar pelajar SMA kita selalu jawara dalam setiap event Olimpiade Internasional Fisika dan Matematika yang diikutinya, Prof Yohanes Surya seyogyanya mengerahkan potensi mereka-mereka yang idialis ini untuk memburu solusi-solusi eksak model berbagai permasalahan fisika yang hingga kini masih "tersembunyi". Atau yang lebih ekstrim lagi materi perkuliahan Fisika Matematika di S1 lebih difokuskan pada persoalan yang menantang, dan bukan hanya pada sekedar pembuktian rumus. Kalau seruan ini dapat diimplimentasikan dalam kurikulum, maka tidak saja keprihatinan Prof Tjia May On terhadap anak-anak didik di SMA yang selama ini dilatih hanya untuk pintar menjabarkan rumus tanpa memberikan ruang nalar untuk mengungkap aspek teori dari gejala yang diamatinya "bisa terhindarkan", JUGA kita dapat beroptimis bahwa KELAK Indonesia menjadi Negara yang Digdaya di bidang Basic Science. Kalau impian ini tergapai, tidak saja problem pemenuhan bahan superkonduktor dapat teratasi, masalah peringatan dini gempa pun dapat dilakukan secara cermat, bahkan Kasus Lumpur Lapindo benar-benar dapat tertanggulangi secara ilmiah. Berbekal kecintaan saya pada Indonesia, saya rela tidak melanjutkan Studi S3, tetapi memilih melakukan riset pribadi untuk mengungkap mengapa banyak persoalan model matematis yang belum terselesaikan secara eksak. Alhamdulillah, saya bukan bermaksud promosi, tetapi via komentar ini saya mengundang visitor forum ini untuk berkunjung ke web rohedi.com, rohedi.blogspot.com, dan rohedi.wordpress.com. Disana tersaji banyak formula sakti yang komputer simbolikpun tidak mampu mengeluarkannya. Tentu, teknik yang saya kembangkan belum dapat menangani semua persoalan fisika, tetapi kalau formula-formula itu dapat diberdayakan oleh bapak-bapak Doktor Indonesia, saya percaya dan haqqul yakin tengara Prof Tjia May On bahwa banyak "Doktor-Doktor Indonesia yang Mandul Publikasi" dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama akan teralat. Dan tidak itu saja, barangkali formula formula smart rohedi.com tersebut dapat digunakan untuk memberdayakan Professor Professor Indonesia yang notabene rekan sepaguyupan Prof. Tjia May On. Demikian sumbangan pemikiran saya. Salam Hangat Rohedi.com ------------------------------------ =============================================================== ** Arsip : http://members.tripod.com/~fisika/ ** Ingin Berhenti : silahkan mengirim email kosong ke : <[EMAIL PROTECTED]> =============================================================== Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/fisika_indonesia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/