mumupung masih belum ada yang membahas saya revise lagi.
kali ini saya ulang saja semuanya. sbb:




________________________________


Ikutan nimbrung ya.......

kalau mendengar kata model frekuensi rendah saya sering berpikir bahwa mau 
membuat model frekuency rendah dan di aplikasikan ke seismiknya untuk 
mendapatkan full bandwith seismik.  (ada loh yang pernah melakukannya dan 
dipublish ).

justru itu saya lebih senang pakai data background model kalau tujuan utamanya 
untuk memberikan informasi background atau informasi regional secara 3D.  
tetapi memang modelnya harus low ferquensi supaya tidak mempengaruhi data 
detail dari seismicnya.

itu hanya istilah saja,  tetapi ijinkan saya paparkan sedikit apa yang sering 
saya lakuakan dalam membuat background model ini.

secara ringkasnya begini.

pakai stacking velocity dan horizons yang mewakili parasequence boundaries dan 
perubahan velocity yang cukup besar. serta tentu saja pakai data sumur juga 
untuk kalibrasi. kalau hanya pakai data sumur dan horizons saja maka model nya 
akan membuat horizons velocity yang sama disemua TWT (TWT berapapun) untuk 
setiap horizons.  Kalau misalnya range dari TWT dari setiap horizons tidak 
terlalu besar, maka ok2 saja pakai model ini, tetapi kalau cukup besar range 
TWT nya maka asumsi ini tidak memodelkan efek dari kompaksi seperti yang 
dikemukakan teman2 yang menulis email2 terdahulu.

kalau sudah puas dengan jawaban diatas, dan sudah setuju dan tahu melakukan apa 
yang saya maksud cukup stop disini,  kalau ingin tahu lebih detail yah silahkan 
lihat lanjutannya dibawah ini.

catatan:   ini adalah salah satu metode dari sekian metode yang ada dan sering 
dipakai orang di industri.

semoga bermanfaat, selamat bekerja, sukses selalu.

fbs


=============================================================================================
======================= background model 
========================================================

Ada beberapa cara untuk membuat  low frequency/background model. Saya lebih
senang menyebutnya background model, karena tujuan utama pemodelan ini adalah
untuk menkoreksi nilai absolute nya supaya sesuai dengan nilai sebenarnya.juga
supaya ada “initial value” supaya reflectivity nya menjadi impedance.  
Sedangkan low frequency karena memang stacking
velocity yang di pick adalah low frekwensi

Seperti yang diungkapkan oleh beberapa teman sebelumnya,
compaction salah satu penyebab dari diperlukannya pembuatan background model
ini.  Dan secara lateral compaction akan berubah juga tergantung banyak hal 
tetapi yang paling besar pengaruhnya adalah
kedalamannya.

Dibawah ini saya akan bahas sedikit  background modeling yang sering saya
lakukan, memang setiap orang akan punya preference masing2, tetapi akan saya
usahakan membahas nya secara umum dan tidak tergantung pada daerahnya. Saya
kasih contoh 3D tetapi bisa juga dipakai 2D.

1.       Pakai Stacking velocity.  Titik2, dan pasangan2 velocity yang asli di 
pick  dipakai untuk menghitung interval velocity lalu average velocity.   
Average velocity inilah yang di-interpolasi
supaya sampling nya dalam TWT sama/teratur.  Tidak perlu disamakan dengan 
sampling rate seismic karena toh akan dibuat low frekwensi juga nanti, tetapi 
tujuan utama nya adalah untuk membuat
uniform  dan gampang di upscale.

2.       Horizons yang di pick  dibuat gridnya sesuai
dengan grid dari inline dan xline. Harap diposting dulu hasil gridnya di 
seismic untuk Q.C./melihat ketepatan interpolasi/gridding yang dipakai. Lalu 
average
velocity dari horizons ini dihitung dari average velocity yang dibuat di no1.  
Harap diperhatikan pemilihan horizonsnya kalau bisa semua top dan base dari 
parasequence di pakai, tetapi KALAU
tidak regional (menutup semua area of Investigation),  yah lupakan saja 
parasequence itu untuk sementara.  Selanjutnya, oleh karena
interpolasi antara horizons yang dipakai  oleh program untuk membuat  
background model itu terbatas algorithmanya, maka harap diperhatikan
tidak ada mounding  atau hal lain yang berada didalam satu parasequence yang 
tidak  bisa dimodelkan oleh program.   Setiap ada perubahan velocity yang besar
antar satu layer dan layer yang lain harus diwakili oleh horizon.

Catatan: Interpolasi  antar horizons oleh program background modelling.      
Program interpolasi nya sudah ada
berbagai macam, tetapi yang umum adalah:  
a.       Proportional  antara batas atas dan batas bawah
b.      Parallel dengan batas bawah (kalau batas atas
adalah unconformity)
c.       Parallel dengan batas atas kalau batas bawahnya
adalah unconformity dan batas atasnya bukan unconformity.
d.      Banyak lagi algorithma yang lain yang berbeda dari software ke software.

jadi kalau tidak bisa dimodel dengan salah satu yang tersedia, maka horizons 
nya harus ditambahkan.


3.       Average velocity dari stacking velocity yang di nomor dua adalah untuk 
P-velocity.  Untuk S-velocity biasanya dipakai  konfersi “mud-rock line”,  
kalau mau yang lebih rumit juga banyak tetapi
harap diingat ini untuk low frequency model.  Demikian juga untuk densitynya 
pakai gardner equation untuk membuatnya.

4.       Horizons velocities (P-velocity, S-velocity), dan horizon density ini 
dibuat 3D modelnya dengan program dengan
di kalibrasi dengan data sumur. Rata2 program inversion sudah punya module ini
dan semuanya baik saja dan cukup akurat.  
Kalau tidak suka sama module dari suatu program, bisa pakai program
velocity modeling yang tersedia dipasaran untuk kalibrasi ini.

5.       Jangan lupa bikin 2D profile dari 3D model untuk Q.C. hasil modeling,  
kalau ada yang aneh, bandingkan dengan 2D
profile dari TWT picking aslinya.  
Q.C. didaerah pusat interest dan dipinggir pinggir model.


Banyak lagi yang harus diperhatikan tetapi mungkin nanti
boleh Tanya lagi kalau ada yang kurang jelas atau nanti kebentur sama sesuatu
yang aneh dalam pembuatan back ground model ini.

Selamat bekerja,  semoga sukses…….

Kirim email ke