kisah menarik. mengenang masa kecil dan kebersahajaan kampung halaman. salam, FDG
--- Pada Sel, 10/8/10, Dwiki Setiyawan <dwiki.setiya...@gmail.com> menulis: Dari: Dwiki Setiyawan <dwiki.setiya...@gmail.com> Judul: [Forum-Pembaca-KOMPAS] OOT: Lauk Pauk Gratis Sepanjang Sahur Ramadhan Kepada: "mediacare" <mediac...@yahoogroups.com>, "jurnalisme" <jurnali...@yahoogroups.com>, "koran-digital" <koran-digi...@googlegroups.com>, Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "kahmi_pro_network" <kahmi_pro_netw...@yahoogroups.com>, "sastra pembebasan" <sastra-pembeba...@yahoogroups.com> Tanggal: Selasa, 10 Agustus, 2010, 11:07 AM Sebuah tulisan ringan di blog *Kompasiana* http://www.kompasiana.com/dwiki Lauk Pauk Gratis Sepanjang Sahur Ramadhan? Pastilah anda menyangkal, “Ah, mana mungkin gratis. Kagak ada mendapatkan sesuatu gratis, kencing saja bayar!” Namun, boleh percaya atau tidak, begitulah pengalaman mengesankan masa kecil sebagaimana akan saya ceritakan berikut. Seperti saya ceritakan sebelumnya pada tulisan *Titip Rindu Buat Ibuku*<http://lomba.kompasiana.com/group/ib-1000-tulisan/2010/07/29/titip-rindu-buat-ibuku/>, sebagian masa kecil saya dihabiskan di dusun Criwikan. Sebuah pedusunan kecil yang dikelilingi hamparan persawahan di pelosok Klaten Jawa Tengah. Pernah di suatu waktu, sepanjang bulan Ramadhan, keluarga kami menikmati lauk pauk sahur gratis. Mau tahu apa lauk pauk gratis itu? Jawabannya belut dan ulat pohon turi. Belut diburu saat musim penghujan, lantaran musim tanam padi waktu saya kecil hanya mengandalkan tadah hujan. Mendapatkannya dengan *menyuluh*(berburu) di persawahan sekeliling dusun. Pemburu belutnya tiada lain kakak kandung saya beserta teman-temannya. Perburuan belut dilakukan selepas shalat tarawih hingga tengah malam pada hamparan tanaman padi di persawahan yang baru berusia dua minggu hingga satu bulan. Peralatan yang digunakan untuk berburu belut sangat sederhana: obor, sebilah clurit dan bubu kecil (wadah tangkapan terbuat dari anyaman bambu). Obor berfungsi untuk menerangi permukaan sawah yang tergenang air di sela-sela rumpun padi. Tatkala malam, biasanya kawanan belut keluar dari lubang persembunyian, dan mengambang di atas tanah berair. Sementara clurit bagian belakang yang tumpul berfungsi untuk memukul belut yang mengambang tersebut. Sekali pukul, biasanya si belut *klenger* (pingsan). Hasil berburu belut tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit. Namun demikian, kalau hanya sekedar untuk lauk pauk makan sahur sekeluarga lebih dari mencukupi. Dan yang pasti sangat bergizi. Setelah di*-beteti* (dibersihkan jeroannya), apabila tangkapan banyak, sebagian digoreng atau disayur untuk makan sahur, sisanya dijemur hingga kering untuk dibuat kripik belut. *** Kebalikanya dengan belut, ulat pohon turi acapkali didapatkan saat musim kemarau. Saat daun-daun turi meranggas memasuki kemarau, pada pangkal pohon turi hingga batang tersembunyi ulat daun turi berwarna putih agak kemerahan. Ulat ini tidak berbulu derngan panjang kurang lebih 5 cm. Berburu ulat daun turi dilakukan dengan cara mengorek-orek batang (paling banyak dekat akar) dengan sebilah batang bambu atau cukup dengan jari tangan kosong. Sebelum dimakan sebagai lauk pauk, ulat turi cukup dibakar layaknya sate. Lantas dibumbui ala kadarnya. Selain di panggang, ulat turi ini digoreng. Rasanya gurih dan *kenyil-kenyil* (empuk) di lidah. Sebagai lauk pauk berbuka maupun sahur, hemat saya ulat turi ini sangat kaya protein. Dan lebih penting lagi, mendapatkannya gratis dari alam sekitar. Sebenarnya ada lagi lauk pauk gurih jaman masa kecil saya dulu yang juga didapatkan dari alam sekeliling, yakni, laron. Makan lauk pauk laron sama saja kita makan rayap. Cara mendapatkannya: selepas hujan deras, kalau pas jelang malam tinggal sediakan baskom berisi air dan di sebelahnya ditaruh lampu teplok atau petromak. Laron-laron segera mendatangi cahaya lampu teplok atau petromak, dan sebagian besar jatuh di baskom. Tinggal disiangi, digoreng atau di-gongso (menggoreng dengan gerabah tanpa minyak). Kasih bumbu ala kadarnya. *Krenyes-krenyes. Mak Nyus! * Demikian sekedar cerita kenangan Ramadhan di masa kecil. ***** Ilustrasi Gambar: Repro lukisan karya A.D Pirous *Segala yang di Langit, Segala yang di Bumi* Sumber Ilustrasi Gambar: *http://dwikisetiyawan.wordpress.com*<https://dwikisetiyawan.wordpress.com/2009/09/16/menyelami-puisi-idul-fitri-sutardji-calzoum-bachri/> [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed]