Pungli Merajela Lantaran Lemahnya Pengawasan

Kamis, 13 Oktober 2016 | 13:10

http://sp.beritasatu.com/home/pungli-merajela-lantaran-lemahnya-pengawasan/117175
 

 
Ilustrasi pungli. [Google]

Berita Terkait

§  BPLHD Bekasi Tindaklanjuti Laporan Pungli Ombudsman

§  Pungli di BLPHD, Ombudsman Meminta Presiden Bertindak

§  Presiden Minta Laporkan Pejabat Pungli Ke 9949



[JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi langkah Polri yang 
menggelar operasi tangkap tangan (OTT) untuk mengungkap praktik pungutan liar 
(pungli) di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemhub) beberapa waktu lalu. 
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengingatkan praktik pungli tak hanya terjadi 
di Kemhub, tetapi juga di kementerian dan lembaga lainnya. Maraknya praktik 
pungli ini salah satunya disebabkan lembahnya pengawasan internal di 
masing-masing kementerian dan lembaga.

"KPK mengucapkan selamat atas keberhasilan Polri dalam menangkap praktik pungli 
ini di Kementerian Perhubungan. Dan perlu diingat bahwa praktik semacam ini 
banyak terjadi di Kementerian dan Lembaga yang lain. Salah satu penyebabnya 
karena lemahnya pengawasan internal masing-masing kementerian dan lembaga 
sehingga terkesan ada pembiaran," kata Syarief kepada SP, Rabu (12/10) malam.

Dengan OTT ini, KPK berharap tidak ada lagi praktik pungli di kementerian dan 
lembaga lainnya. Untuk itu, KPK, kata Syarief selalu menekankan perlunya 
peningkatan peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). KPK pun siap 
bekerja sama dengan Polri untuk memberantas pungli.

"Dan jika terjadi lagi akan berurusan dengan satgas khusus yang dibentuk di 
Polri. KPK juga akan memberikan informasi-informasi tambahan kepada Polri agar 
terjadi sinergi antar Polri dan KPK," tegasnya.

Dalam meningkatkan peran APIP, KPK telah berkoordinasi dengan para aparat 
pengawas di setiap kementerian dan lembaga dengan melibatkan Badan Pengawas 
Keuangan dan Pembangunan. Dengan koordinasi ini, KPK berharap APIP di setiap 
lembaga dan kementerian dapat bekerja secara independen dan melaporkan temuan 
mereka ke BPKP bahkan Presiden.

"APIP harus independen dan temuan-temuannya tidak saja dilaporkan pada atasan 
mereka tapi juga disampaikan ke BPKP dan kalau perlu ke Presiden. Itu hasil 
usulan KPK dalam upaya perbaikan fungsi APIP," jelasnya.

Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang menyatakan, KPK terus mendorong 
integritas para aparat pengawas dengan program Tunas Integritas. Program ini 
bertujuan agar para APIP memiliki daya tahan dan keunggulan di organisasi 
mereka.

"Karena KPK paham betul yang setiap hari mengawasi adalah inspektorat Dimana 
mereka harus memiliki keberanian untuk menegur pejabat tertinggi di organisasi 
mereka. Kalau ini jalan, yakin PNS dan BUMN cepat memiliki integritas," katanya.

Saut mengakui masih ada terdapat sejumlah aparat pengawas yang 'masuk angin' 
untuk mengawasi kinerja lembaga mereka sendiri. Namun, dengan program Tunas 
Integritas, terdapat sejumlah aparat yang berani berdialog dan berdebat dengan 
atasan mereka.

"Walau beberapa diantara mereka digeser bahkan dikata-katai mata-mata KPK. Tapi 
ini proses membangun tunas integritas akan terus berlanjut. Akhir tahun ini 
akan ada kegiatan yang dipusatkan di salah satu provinsi yang dihadir oleh 
Presiden Joko Widodo, BUMN pejabat pusat dan daerah," paparnya.

Menurut Saut, para aparat pengawas harus memiliki nyali untuk mencegah dan 
menindak setiap program kementerian dan lembaga yang tidak sesuai. Dengan 
demikian, setiap lembaga dan kementerian dapat lebih firm dalam menyusun 
rencana anggaran hingga tercipta good governance.

"KPK dengan program Tunas Integritas secara rutin setahun beberapa kali 
melakukan pertemuan dan bimbingan tindak lanjut upaya kongkrit yang harus 
dilakukan agar mereka firm dalam menyusun rencana anggaran dan dalam kaitan 
good governance. jadi kalau ada program yang tidak sesuai para APIP ini harus 
memiliki nyali seperti KPK untuk melakukan pencegahan dan penindakan," paparnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan 
mengungkapkan, pungli seharusnya tidak hanya dipandang sebagai upaya suap atau 
pemerasan. Lebih dari itu, pungli merupakan persoalan penyalahgunaan kekuasaan 
yang menjadi biang kerok kegagalan suatu program.

"Banyak aturan dibuat untuk mendukung program pembangunan, namun gagal 
ditegakkan karena aturan tersebut telah diperdagangkan oleh mereka yang 
memperoleh kewenangan dari aturan tersebut," kata Agustinus.

Menurut Agustinus, pungli telah lama menjadi kebiasaan aparat negara. Bahkan, 
katanya, istilah pungli sudah populer sejak era Orde Baru. Tak dapat 
dipungkiri, merajalelanya pungli lantaran lemahnya pengawasan di lembaga dan 
kementerian.

"Masalahnya tidak hanya soal memeras rakyat tapi juga memperdagangkan aturan. 
Keadaan ini menyebabkan pihak-pihak yang taat hukum menjadi dirugikan karena 
itu jadi cepat meluas. Soal kelemahan inspektorat ada benarnya, namun petugas 
di inspektorat adalah orang yang memiliki budaya kerja yang sama dengan aparat 
negara yang terlibat pungli," paparnya.

Untuk itu, Agustinus mengapresiasi langkah Polri dalam menggelar OTT dan 
mengungkap pungli di Kemhub merupakan langkah yang strategis. Tidak hanya untuk 
mengubah prilaku koruptif aparatur negara tetapi juga untuk menjamin 
berjalannya program pembangunan yang sesuai dengan tujuannya.

"langkah ini sangat strategis bukan hanya mengubah perilaku koruptif aparatur 
negara tetapi juga untuk menjamin berjalannya program pembangunan yang sesuai 
dengan tujuannya," katanya.

Untuk itu, Agustinus mengingatkan dibutuhkan konsistensi penegakan hukum agar 
langkah ini dapat dirasakan oleh masyarakat. Pemberantasan pungli juga harus 
dilakukan terhadap pejabat tinggi di kementerian dan lembaga.

"Langkah semacam ini sudah pernah dilakukan dan layu sebelum berhasil. Maka 
harus dilakukan secara terus menerus dan tanpa kecuali," tegasnya. [F-5]


Kirim email ke