Puyeng, diputar-putar (dipusing pusing) oleh Anak Manis, eh Anies.... 2017-02-18 7:34 GMT+01:00 Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45] < GELORA45@yahoogroups.com>:
> > > > > Pada Jumat, 17 Februari 2017 8:58, "jonathango...@yahoo.com [GELORA45]" < > GELORA45@yahoogroups.com> menulis: > > > > Terpaksa Najwa menjawab lagi, “Tentang sikap politik FPI, Gubernur harus > orang Islam”. Akhirnya dijawab Bapak Ibu sekalian. “Sebagai orang Muslim > saya mentaati Al Maidah 51. Dan itu artinya saya tidak boleh memaksakan > diluar proses elektoral. Saya berpendapat itu, bukan artinya SARA”. Ha ha > ha baru satu sesi sudah *puyeng*nontonnya. > ... > Najwa Puyeng! Akhirnya Anies Menjawab Sepaham Dengan FPI > <https://seword.com/politik/najwa-puyeng-akhirnya-anies-menjawab-sepaham-dengan-fpi/> > > BY ARIF <https://seword.com/author/hasan/> ON JANUARY 26, 2017 > https://www.youtube.com/watch?v=OqVo3VVLKEs > > Bukan rahasia lagi kalau seorang Anies Baswedan adalah seseorang yang suka > berbicara panjang lebar. Karena panjang dan lebar sehingga dalam menjawab > pertanyaan selalu tidak langsung, tetapi berputar-putar dahulu sebelum > akhirnya terjawab. > Dalam acara Mata Najwa tanggal 25 Januari 2017 kemarin, dalam sesi > pertama, Najwa Shihab menampilkan tayangan berita Anies Baswedan yang > mengunjungi FPI dan terlihat bertemu langsung dengan Rizieq Shihab. > Pertanyaan pertama dari Najwa, “Setelah datang, bertemu dan berinteraksi > langsung, apa pandangan Anies Baswedan soal FPI?”. Seperti biasanya seorang > Anies akan berputar-putar dahulu. > Ini kata Anies, “Di sana kita berbicara lebih banyak menjawab pertanyaan > tentang saya. Seperti juga kalau kita datang ke tempat-tempat lainnya, > misalnya saya datang ke pertemuan masyarakat Katholik Jakarta, ada 44 > Paroki, dan ke ormas-ormas Islam, ke dalam organisasi-organisasi masyarakat > Nasrani atau tokoh Hindu, Budha. Mereka lebih banyak mendengar atas apa > yang kita rencanakan. Karena bukan saya datang ke sana mau mendengar > tentang organisasinya, tapi justru saya yang ditanya”. > Jawaban di atas lebih cocok untuk pertanyaan “apa yang Anda lakukan pada > saat kunjungan ke FPI”. Jawaban berputar sungguh membuang durasi yang mahal. > Najwa mengulangi pertanyaan, “Tapi setelah berinteraksi itu, pandangan > Anda terhadap FPI apa?”. Jawab Anies, “FPI adalah sebuah organisasi saja, > sama seperti ormas yang lainnya. Mereka juga warga Jakarta seperti dengan > warga-warga lainnya“. Agak *nyambung*, walaupun belum sesuai harapan. > Seorang *host* yang baik tentu saja tidak bisa mengulang pertanyaan yang > sama sampai 3 kali. Najwa mengubah pertanyaan lebih *detail* lagi, > “Ketika kemudian di pidato yang kemudian banyak beredar, Anda memuji-muji > FPI, apakah memang Anda merasa memiliki kedekatan pandangan dengan ormas > itu?”. > [image: alt] > Jawaban Anies kembali bergerilya ke sana kemari. “Sebenarnya kalau dilihat > yang disampaikan adalah, saya tidak mengira bahwa ketika berada dalam FPI > diskusinya begitu serius. Karena selama ini saya tidak pernah tahu kalau di > dalam FPI itu ada diskusi yang cukup serius. Saya datang ketika > mendengarkan itu, paparannya dalam sekali, panjang sekali. Dan itulah yang > saya katakan saya melihat sisi lain bahwa ternyata ada kajian yang cukup > mendalam di FPI”. > Bukankah Anies mengatakan bahwa setiap kunjungan ke ormas agama, dia tidak > membicarakan mengenai organisasinya, tetapi lebih membicarakan mengenai > dirinya. Kenapa dia sekarang mengatakan FPI memberikan paparan yang dalam > dan panjang sekali. Berarti yang banyak berbicara Rizieq Shihab *dong*. > Pertanyaan yang mudah *kok* dibikin rumit. Kalau ditanya, “anda sudah > makan?”, jawabannya “ya sudah” atau “belum”. Bukan menjawab “makanan itu > baik untuk kesehatan. Akan lebih baik lagi bila makanan yang dikonsumsi > adalah makanan yang mengandung banyak serat karena baik untuk pencernaan”. > Entahlah, mari kita lanjutkan saja langsung ke pertanyaan pamungkas. “Kita > tahu sikap FPI sikap politiknya jelas, Gubernur Jakarta harus orang Islam. > Anda sependapat dengan sikap politik itu?”. > *Hadeeh.. muter-muter lagi*. > “Itu adalah pandangan yang disampaikan dan saya sebagai seorang calon, > menawarkannya program. Jadi ini bukan pandangan saya pribadi. Ini soal > bagaimana Jakarta, *Gubernurnya siapapun*, dia *harus bisa mengayomi > semuanya*. Dan mengayomi semuanya itu artinya seorang Gubernur harus bisa > berdialog juga. Malah *justru berbahaya, kalau seorang Gubernur > mengatakan saya tidak mau dengan organisasi ini, saya tidak mau dengan > organisasi ini, lalu dengan siapa dia mau*”. > Ini adalah jawaban yang menarik, saya mau bahas sedikit saja. Apakah benar > seorang Anies Baswedan bisa mengayomi semua lapisan warga Jakarta? Dari > kaca mata saya, saya merasa Anies tidak bisa mengayomi seluruh lapisan > warga Jakarta. Dan saya yakin, tidak ada yang bisa. Itu bisa > disebut ‘hiperbola’. Seperti slogan paslon 3 yang tersirat sindrom > ‘hiperbola’, ‘Membangun Jakarta dan membahagiakan warganya’. Sudah saya > bahas di artikel sebelumnya “Kok Bisa? Paslon 3: Membahagiakan Warga > Jakarta > <https://seword.com/politik/kok-bisa-paslon-3-membahagiakan-warga-jakarta/> > ”. > Bila saya melihat, gaya bicara Anies terlalu monoton. Dia tidak bisa > fleksibel. Gaya bicara dan bahasa tubuh selalu sama di setiap acara dan > situasi. Salah satu syarat untuk bisa mengayomi dan berdialog dengan > lapisan masyarakat yang berbeda, seseorang harus bisa beradaptasi dengan > situasi sekitarnya dan disesuaikan dengan kondisi orang yang diajak bicara. > Bisakah Anda membayangkan seorang Anies diundang ke acara ‘Ini Talk Show’ > dan berbincang-bincang bersama Sule dan Andre. Mungkinkah acara tersebut > akan menjadi acara yang menarik untuk ditonton? Anda bisa browsing di > Google dan cari videonya ‘Waktu Indonesia Bercanda’ pada saat Anies dan > Sandi sebagai bintang tamu. Anda bisa merasakan kemeriahan dari acara > tersebut menjadi menurun dari biasanya. Bahkan Ari Kriting terlihat tidak > bisa lepas dan bebas mengekspresikan dirinya. > Bila kurang, Anda bisa membayangkan Anies berjoget India. Mana yang lebih > lucu dan mengundang kebahagiaan penonton bila dibandingkan Ahok menari > India. > Bila kita bandingkan dengan Ahok, dia sudah hadir di beberapa acara yang > sulit bagi seorang pejabat bisa beradaptasi. Dia sudah hadir di acara Sule > dan juga sudah hadir sebagai komika. Poinnya adalah bila Anda tidak bisa > beradaptasi dengan situasi, maka kata dialog dan mengayomi tidak akan bisa > tercapai dengan baik. Apakah sama cara berbicara ke direktur dengan ke > satpam? Apakah sama cara berbicara ke pemulung dibandingkan berbicara > dengan pejabat? > > *“Justru berbahaya, kalau seorang Gubernur mengatakan saya tidak mau > dengan organisasi ini, saya tidak mau dengan organisasi ini, lalu dengan > siapa dia mau”* > > Kalau kita bandingkan dengan Ahok, Ahok sudah jelas tidak mau organisasi > yang isinya koruptor, tidak mau organisasi yang ingin memecah belah bangsa. > Yang aneh adalah Anies, ingin menjadi Gubernur tapi mengayomi ormas yang > terus menerus teriak PKI, ormas yang tidak menghargai UUD 45 dan Pancasila. > Bagaimana bisa Anda ingin jadi pejabat di Negara Republik Indonesia? > Kembali ke Mata Najwa. > Akhirnya Najwa sudah tidak sabar karena waktu sudah mau habis, Najwa > langsung menembak *dor* “Pertanyaan saya belum terjawab mas Anies, > sependapat dengan sikap politik FPI, Gubernur harus orang Islam?”. > *Aaaarrrggggg…*masih *ngeles* bebek, “Kalau kita berbicara tentang ayat > Quran jelas, di situ dikatakan itu, tapi kalau sudah sampai keputusan > politik, maka itu serahkan pada rakyat. Itulah ada proses demokrasi”. > Najwa sudah mulai panas, kepala sudah *puyeng*, mau minum ‘equil’ tapi > tidak disediakan. Pertanyaan terakhir *dipendekin* supaya mengerti > pertanyaannya, “Jadi Anda tidak sependapat?”. Ya Allah, masih *nanya* lagi, > “Tentang???”. > Terpaksa Najwa menjawab lagi, “Tentang sikap politik FPI, Gubernur harus > orang Islam”. Akhirnya dijawab Bapak Ibu sekalian. “Sebagai orang Muslim > saya mentaati Al Maidah 51. Dan itu artinya saya tidak boleh memaksakan > diluar proses elektoral. Saya berpendapat itu, bukan artinya SARA”. Ha ha > ha baru satu sesi sudah *puyeng*nontonnya. > Saya setuju dengan Anies. Itu bukan SARA. Itu hanya sebuah pandangan yang > sama antara Anda dan FPI. Saya tidak masalah dengan pilihan hidup Anda > karena orang lain boleh berbeda pandangan. Yang saya sayangkan, acara Mata > Najwa yang biasanya seru menjadi terasa mengantuk. Karena jawaban yang > tidak *nyambung* dan *muter-muter* sendiri. > Bagi saya sebagai warga biasa, ketegasan dan jawaban yang sesuai dengan > pertanyaan adalah tanda seorang pemimpin yang benar-benar bisa mengayomi > dan berdialog dengan warganya. Dan berkomitmen terhadap kata-kata yang > diucapkan. Jangan kemarin menjawab A, hari ini menjawab B, besok menjawab > C. Kenapa? Karena jawabannya bisa jadi sirup ABC. > Salam ABC > *“Wanita mengagumi laki-laki yang ramah tapi tegas, cintanya setia, dan > hasilnya menyejahterakan keluarganya” – Mario Teguh* > > > > >