Kasihan! Setelah Digusur, Warga Ciliwung Pindah ke Rusun Malah Dapat Masalah Baru
| | | | | | | | | | | Kasihan! Setelah Digusur, Warga Ciliwung Pindah ke Rusun Malah Dapat Masala... By Sarah Rachelea SURATKABAR.ID – Sandyawan Sumardi sebagai Koordinator Komunitas Ciliwung Merdeka mengungkapkan bahwa relokasi ke... | | | | By Sarah Rachelea -March 7, 2017 SURATKABAR.ID – Sandyawan Sumardi sebagai Koordinator Komunitas Ciliwung Merdeka mengungkapkan bahwa relokasi ke rumah susun untuk warga korban penggusuran bukanlah jalan keluar. Menurutnya, pemindahan malah menimbulkan masalah baru bagi warga.“Yang lebih berat dari penggusuran adalah kehilangan pekerjaan, bukan soal kehilangan tempat untuk tidur,” tutur Sandyawan, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (06/03/2017).Seperti diketahui, pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan warga korban penggusuran ke rusun yang disediakan. Sayangnya, rusun tersebut jaraknya jauh dari lokasi semula. Sedangkan kebanyakan warga bekerja di lokasi semula.Berdasarkan keterangan Sandyawan, ada banyak warga yang dipindahkan ke rusun lalu mengeluh. Bukan cuma soal susahnya mencari pekerjaan baru, biaya yang harus mereka keluarkan setiap bulannya pun kian membengkak.Baca juga: Jakarta Banjir, Kicauan Annisa Pohan Bikin Heboh Netizen Biaya Hidup Membengkak Ia mencatat, penghuni rusun harus mengeluarkan uang lebih setiap bulannya untuk membayar biaya sewa Rp 300 ribu, listrik Rp 100-250 ribu, belum lagi biaya air, gas, sampai biaya keamanan rusun.“Kalau di sini [tempat asal] harga kontrakan ada yang Rp 450 ribu, itu pun dengan dengan pekerjaan,” ungkapnya.Sementara itu, survei yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tahun 2016 mengungkapkan bahwa warga yang tinggal di rusun memang harus lebih banyak mengeluarkan uang.Sebanyak 35 persen warga korban penggusuran yang tinggal di rusun mengalami peningkatan pengeluaran sewa hingga Rp 100 ribu-Rp 200 ribu, 42 persen sebesar Rp 200 ribu-Rp 300 ribu dan 18 persen mengaku membayar diatas Rp 300 ribu per bulan. Tingkat Pengangguran Meninggi Selain itu, tingkat pengangguran juga meninggi sejak warga pindah ke rumah susun.Lebih jelasnya Sandyawan menyampaikan, korban penggusuran bukan membutuhkan uang, tapi lebih membutuhkan tempat tinggal yang dekat dengan lingkungan semula.Pendapatnya, pemerintah hendaknya membuat kampung susun yang terintegrasi. Berbeda dengan rusun di mana warga harus menyewa, demi efektivitas dan efisiensi dalam meningkatkan taraf hidup, kampung susun itu sudah semestinya diberikan kepada warga.Berbeda dengan rusun yang disediakan Pemprov DKI Jakarta namun warga harus menyewanya.Sandyawan mempertanyakan fasilitas memadai yang selama ini diklaim diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Faktanya, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang kembali ikut pilkada, kalah di banyak rusun.“Mereka [warga korban penggusuran] kecewa, orang yang punya rumah dan tanah, tiba-tiba digusur dan harus menyewa. Tidak lagi punya rumah dan tanah,” sahut Sandyawan.Keberadaan rusun jadi syarat utama Pemprov DKI Jakarta sebelum menertibkan kawasan bantaran sungai. Rusun disediakan untuk memindahkan warga digusur.Pasalnya, selama ini rusun yang disediakan tempatnya jauh dari lokasi semula. Hal inilah yang membuat warga kesulitan mengingat jarak tempuh antara tempat tinggal dan tempat di mana ia bekerja jadi semakin berjauhan.Baca juga: Tak Perlu Takut Banjir, Kebun Pintar Ini Punya SolusinyaDalam rencana penggusuran pada April mendatang, Pemprov telah menyediakan 800 unit rusun.Sebelumnya sejumlah warga Cipinang Melayu, Jakarta Timur yang akan digusur juga keberatan jika dipindah ke rusun. Selain khawatir kehilangan pekerjaan, warga juga sudah merasa nyaman dengan lingkungan yang mereka diami saat ini.