http://nasional.kompas.com/read/2017/03/13/11521811/.kami.hanya.ingin.tetap.bisa.
<http://nasional.kompas.com/read/2017/03/13/11521811/.kami.hanya.ingin.tetap.bisa.beribadah.di.gereja.ini>
beribadah.di.gereja.ini
<http://nasional.kompas.com/read/2017/03/13/11521811/.kami.hanya.ingin.tetap.bisa.beribadah.di.gereja.ini>.
"Kami Hanya Ingin Tetap Bisa Beribadah di Gereja
Ini..."
Senin, 13 Maret 2017 | 11:52 WIB
*
*
*
*
<http://nasional.kompas.com/read/2017/03/13/11521811/.kami.hanya.ingin.tetap.bisa.beribadah.di.gereja.ini.#komentar>
*
<http://nasional.kompas.com/read/2017/03/13/11521811/.kami.hanya.ingin.tetap.bisa.beribadah.di.gereja.ini.#>
363
Shares
KOMPAS.com/Kristian Erdianto Umat Kristen Methodist menggelar ibadah di
sebuah rumah di kawasan Griya Parung Panjang, Bogor, pada Minggu
(12/3/2017). Mereka tetap beribadah meski Pemerintah Kabupaten Bogor
menetapkan status quo dan melarang kegiatan beribadah untuk sementara di
rumah tersebut.
*PARUNG PANJANG, KOMPAS.com* - Sekitar pukul 15.30 WIB, Gereja Kristen
Methodist Parung Panjang mulai dipadati umat yang akan beribadah.
Iringan lagu-lagu pujian mengalun merdu, menandai akan dimulainya ibadah
mingguan sore itu.
Seorang perempuan terlihat berdiri tepat di belakang mimbar yang
diselimuti taplak berwarna hijau dengan ornamen salib di bagian tengahnya.
Pandangannya menyapu seluruh ruangan, kemudian menunduk dan memejamkan
mata. Kedua tangannya saling bertaut, bersiap mengucapkan doa.
Mutiara Pardede mendapat tugas membawakan doa syafaat sebelum Pendeta
Abdi Saragih memberikan khotbah.
Di bagian akhir doanya, Mutiara sempat menyelipkan harapan kepada
pemerintah agar memberikan izin kepada umat untuk tetap beribadah di
rumah itu.
"Tuhan, berkatilah proses pengurusan izin gereja kami. Kami hanya ingin
tetap bisa beribadah di tempat ini," ucapnya.
Gereja Methodist Parung Panjang merupakan salah satu dari tiga gereja di
Parung Panjang yang dilarang melakukan peribadahan untuk sementara.
Pemerintah Kabupaten Bogor <http://indeks.kompas.com/tag/bogor>, Jawa
Barat <http://indeks.kompas.com/tag/jawa.barat>, menetapkan/status quo/
terhadap tiga gereja yang berlokasi di Perumahan Griya Parung Panjang,
RT 04/RW 05, Desa Kabasiran, Kecamatan Parung Panjang.
Penetapan tersebut tertuang dalam berita acara hasil pembahasan rapat
peninjauan rumah tinggal yang dijadikan tempat ibadah pada Selasa
(7/3/2017), di Ruang Rapat I Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor
<http://indeks.kompas.com/tag/bogor>.
Lampiran berita acara hasil pembahasan itu menyatakan rumah tinggal yang
biasa digunakan sebagai tempat ibadah umat Katolik, Kristen HKBP (Huria
Kristen Batak Protestan), dan Kristen Methodist di Perumahan Griya
Parung Panjang tidak bisa digunakan sebelum adanya keputusan rapat Forum
Komunikasi Pimpinan Daerah.
Pimpinan Majelis Gereja Kristen Methodist, Pendeta Abdi Saragih
menurutkan, penetapan /status quo/ tersebut berawal dari adanya
keberatan dari Tim 11 atas berdirinya tiga gereja sekaligus di kawasan
Griya Parung Panjang.
Tim 11 itu, kata Abdi, beranggotakan seluruh ketua RT dan RW yang ada di
perumahan.
Keberatan tersebut muncul setelah pada Maret 2014, Ketua RW saat itu
menolak izin penyelenggaraan ibadah Paskah dan berdirinya Gereja HKBP
pada September 2014.
"Pada September 2014, Gereja HKBP mulai berdiri. Kemudian ada surat
keberatan dari Ketua RT Tajudin. Setelah ada pernyataan keberatan itu
kami ke Kepala Desa Saefulloh, minta mediasi. Namun, karena ada
kesibukan lain, mediasi belum bisa diadakan," ujar Abdi saat ditemui di
rumahnya, Minggu (12/3/2017).
"Tiba-tiba Kepala Desa mengirim surat untuk menghentikan kegiatan ibadah
kami, pada Desember 2014," tambah dia.
Menanggapi keberatan itu Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Parung
Panjang melakukan pertemuan dengan pimpinan dari tiga gereja. Pertemuan
tersebut berakhir tanpa ada kata sepakat.
Akhirnya persoalan tersebut dilimpahkan ke Pemerintah Kabupaten.
Pada 22 Februari 2017, Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor
<http://indeks.kompas.com/tag/bogor> bertemu dengan pimpinan gereja di
Parung Panjang. Namun, lagi-lagi para pihak tidak mencapai mufakat.
Sekda pun memerintahkan tim Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk
meninjau rumah yang dijadikan gereja sekaligus melihat kemungkinan tata
ruang jika akan dibangun rumah ibadah.
Kemudian pada selasa 7 Maret 2017, keluarlah berita acara rapat
penetapan /status quo/ dari Pemerintah Kabupaten Bogor
<http://indeks.kompas.com/tag/bogor> tanpa ada persetujuan dari pimpinan
tiga gereja di Parung Panjang.
Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Parung Panjang Edi Mulyadi
bersama Kepala Kepolisian Sektor Parung Panjang Komisaris Polisi Lusi
Saptiningsih, perwakilan Majelis Ulama Indonesia
<http://indeks.kompas.com/tag/majelis.ulama.indonesia> (MUI) dan Kantor
Urusan Agama (KUA) menyosialisasikan penetapan status quo, Kamis
(9/3/2017) lalu.
Penetapan status quo dari Pemkab Bogor
<http://indeks.kompas.com/tag/bogor> menimbulkan tanda tanya di kalangan
umat.
Pasalnya, Gereja Kristen Methodist sudah berdiri sejak tahun 1998 dan
memiliki izin beribadah dari Kementerian Agama.
Setiap dua tahun, pihak majelis gereja selalu mengurus Surat Keterangan
Tanda Lapor ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat
<http://indeks.kompas.com/tag/jawa.barat>.
Surat tersebut menyatakan umat Kristen Methodist memiliki hak untuk
beribadah.
Menurut Abdi, sejak umat Kristen menggunakan rumah sebagai tempat ibadah
pada 1998, warga tidak pernah menyampaikan protes.
Interaksi antara umat-beragama di Griya Parung Panjang terjalin cukup
baik. Seluruh jemaat gereja yang berjumlah 160 orang tidak pernah
terlibat perseteruan dengan umat agama lain.
"Kami akan tetap beribadah karena sampai saat ini tidak ada solusi. Kami
beribadah hanya satu minggu sekali. Waktu ibadah pun tidak sampai dua
jam, tidak sampai malam hari," ucap Abdi.
Oleh sebab itu, Abdi mempertanyakan penetapan /status quo/ yang
diputuskan tanpa melibatkan pihak gereja. Ia berharap pemerintah
mencabut penetapan /status quo/ itu.
Dia minta Pemkab Bogor <http://indeks.kompas.com/tag/bogor>
memfasilitasi dialog dengan pihak-pihak yang keberatan dan memberikan
solusi agar umat Kristen tetap bisa beribadah.
"Kami meminta pemerintah membangun dan memfasilitasi dialog antarumat
beragama bukan dengan cara mengeksekusi kami seperti ini. Kami kan tidak
melanggar hukum, kami hanya beribadah" ungkapnya.
*Preseden buruk*
Wakil Ketua Setara Institute
<http://indeks.kompas.com/tag/setara.institute>, Bonar Tigor Naipospos
mengatakan, dalih tidak adanya izin mendirikan gereja merupakan alasan
yang selalu digunakan oleh kelompok-kelompok intoleran untuk melakukan
pelarangan.
Menurut Bonar, dalam sepuluh tahun terakhir, kasus intoleransi atas
kebebasan beribadah kerap terjadi di Provinsi Jawa Barat
<http://indeks.kompas.com/tag/jawa.barat>.
Kasus serupa pernah dialami oleh Gereja Kristen Indonesia Yasmin Bogor
<http://indeks.kompas.com/tag/bogor> dan Gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) Philadelphia di Bekasi
<http://indeks.kompas.com/tag/bekasi>.
Hingga hari ini gereja mereka tak bisa digunakan untuk beribadah karena
dianggap melanggar oleh sekelompok masyarakat di sana.
Hal tersebut, kata Bonar, disebabkan sikap pemerintah daerah yang
seringkali tunduk pada tekanan massa.
Selain karena sikap lembek pemerintah daerah pada tekanan kelompok
intoleran, mereka juga memelihara kelompok-kelompok tersebut sebagai
konstituen politiknya.
"Mencermati fenomena intoleransi ini, pemerintah harus segera hadir
mencarikan solusi agar kelompok-kelompok yang terdiskriminasi dapat
melaksanakan peribadatan baik secara individu maupun secara kelompok
sebagaimana amanat konstitusi," ujar Bonar, Minggu (12/3/2017).
Bonar meminta pemerintah meninjau ulang Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Agama tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.
Menurut dia, peraturan itu acap kali merugikan kelompok-kelompok
minoritas di Indonesia.
Selain itu, pendekatan khusus dari pemerintah sangat diperlukan untuk
menyelesaikan konflik antar-masyarakat di daerah yang dinilai rawan
intoleransi.
"Pada Pasal 14 ayat 2, poin b, justru menjadi kendala utama
kelompok-kelompok minoritas untuk dapat mendirikan rumah ibadah," kata
Bonar.
"Meskipun hal itu sebenarnya sudah didasarkan pada keperluan nyata dan
sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan
umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan atau desa," kata dia.
Penulis : Kristian Erdianto
Editor : Sandro Gatra
TAG:
* Gereja Kristen Methodist
<http://indeks.kompas.com/tag/Gereja.Kristen.Methodist>
* Parung Panjang <http://indeks.kompas.com/tag/Parung.Panjang>
* Gereja di Parung Panjang
<http://indeks.kompas.com/tag/Gereja.di.Parung.Panjang>