REFLEKSI : Kemenangan kelompok Islam konserfatif (intoleran) dalam Pilkada 
Jakarta 2017, adalah merupakan tahapan pertma bagi lajunya gerakkan Islam 
Konserfatif di Indonesia yang cenderung mengarah pada berdirinya tegaknya 
Negara Syariah Islam Indonesia NSII). Pernyataan ini didukung oleh deklarasi 
Dewan Revolusi Islam pada tanggal 22 Maret 2011 09:47:33   Diperbarui: 09 April 
2017 , yang lengkap dengan Kepala Negara: Habib Riziq Sihab.,wakilnya Abu 
Jibril dan mentri-mentrinya.

 

Sekarang  setelah kemenangan Islam konsefatif di NKRI, kita tinggal tunggu 
kemampukan Bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan Pancsila 1 Juni 1945, 
atau mengikuti kehenhak golongan islam konserfatif, untuk melebur Pancasila 1 
Juni 1945 dan selanjutnya  melebur NKRI menjadi NSII (Negara Syariat Islam 
Indonesia)

Menurut pengamatan saya Jokowi tidak mempunyai kemampuan unuk mencegah lajunya 
gerakan Islam konserfatif di NKRI, dalam konteks ini  Jokowi bukan pejuang ia 
hanya Amtenar (pegawai negeri) dan petugas Partai.

 

Roeslan.

 

Von: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Gesendet: Donnerstag, 20. April 2017 06:24
An: Harsono Sutedjo; GELORA_In
Betreff: Re: [GELORA45] Syukurlah, Ahok Kalah

 

  

Hahahaa, ... apakabar pak Tejo! Lama tidak terdengar suaranya dan keluarkan 
tulisan2 yang berbobot, ... mudah-mudahan saja TETAP SEHAT-SEHAT bersama ibu 
dan seluruh keluarga, ya!

 

Ada benarnya kita harus bersyukur Ahok kalah, ... karena kenyataan selama ini 
kehadiran Ahok berperan Gubernur Jakarta, dijadikan DALIH untuk menggempur 
kekuasaan Jokowi saja! Dan sepintas, bisa dikatakan dengan menangnya paslon 
Anies-Sandi, berarti SATU dalih yang ini bisa dikatakan sudah tiada. 

 

Tapi apakah usaha dan kegiatan mereka akan BERHENTI??? PASTI dan TENTU saja 
TIDAK! Ambisi dan TUJUAN mereka untuk menggoyang kekuasaan yang berkuasa 
sekarang, tujuan memenangkan Syariat Islam akan BERLANJUT! Bahkan sebaliknya 
bukan tidak mungkin justru akan lebih garang dan dahsyat lagi menggempur 
setelah berhasil menjegal Ahok, ....

 

Salam,

ChanCT

 

 

-----原始郵件----- 

From: Harsono Sutedjo 

Sent: Thursday, April 20, 2017 11:02 AM 

To: GELORA45@yahoogroups.com ; Chan CT 

Subject: Re: [GELORA45] Syukurlah, Ahok Kalah 

 

Syukur Ahok Kalah

Ya saya juga ikut bersyukur karena Ahok kalah. Jika menang maka akan

terus-menerus menjadi sasaran empuk untuk menggoyang dan menggoncang

Pemerintah Presiden Jokowi. Tentu saja mereka ini akan terus mencari

sasaran empuk lainnya, tetapi nampaknya pada saat ini tidaklah terlalu

mudah selama Presiden konsisten dengan janji-jnaji kampanyenya.

Sementara Pak Ahok masih dapat berkiprah di bidang lain yang berguna

untuk orang banyak.

Salam, Harsutejo.-

 

Pada tanggal 20/04/17, 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]

<GELORA45@yahoogroups.com> menulis:

 

> Syukurlah, Ahok Kalah

> 

> 19 April 2017 16:26:25   Diperbarui: 19 April 2017 17:32:14

> 

> HENDRA BUDIMAN

> Selengkapnya :

> http://www.kompasiana.com/hendra_budiman/syukurlah-ahok-kalah_58f72d4140afbd5c6ff3385c

> 

> 

> 

> Sampai tulisan ini dibuat hasil hitung cepat dari tiga lembaga survei (LSI,

> SMRC dan Polmark) menunjukan Ahok kalah dalam pertarungan Pilkada DKI

> Jakarta putaran kedua. Saya tidak mempersoalkan siapapun yang menang dalam

> Pilkada ini. Yang saya syukuri, Ahok kalah!. Agar saudara tidak cepat

> emosional membaca judul tulisan ini, alangkah eloknya membaca tuntas hingga

> akhir.

> 

> 

> 

> Artikel ini adalah tulisan saya pertama bertema Pilkada DKI Jakarta. Dan

> secara khusus Kompasiana membuatnya dalam rubrik Kotak Suara. Meski banyak

> masalah yang saya temukan dalam proses Pilkada kali ini, saya menahan diri

> untuk tidak menuliskannya. Menunggu di akhir pertarungan dan berharap Ahok

> kalah. Sebagai seorang praktisi dan konsultan Pilkada, tentu tema ini

> merupakan “makanan” saya. Beberapa pihak mendorong saya untuk menuliskannya,

> tapi saya menolaknya. Karena “masalah ahok” bukan masalah Pilkada DKI. Ini

> murni politik yang tersangkut dengan kekuasaan Jokowi.

> 

> 

> 

> Masalah Ahok – saya menyebutnya demikian, bukanlah masalah hukum, bukan

> masalah agama, apalagi masalah Pilkada. Bila kita masuk dalam perdebatan

> tiga ranah ini (hukum, agama, pilkada) maka akan terjadi banyak paradok yang

> tidak logis. Saya menyadari bahwa acapkali masalah agama dan Pilkada

> menyeret argumen-argumen yang emosional sehingga bantahan rasional bukanlah

> jawaban yang jitu. Tetapi seberapa besar argumen emosional itu dikemukakan

> masih cukup relevan, jika disangkutpautkan dengan fakta atau peristiwa lain.

> Tetapi “masalah Ahok” sudah emosional terjadi paradok didalamnya.

> 

> 

> 

> Masalahnya pun bukan soal Syariah Islam atau tidak, sentimen rasial anti

> cina atau tidak. Bukan itu. Ini semua hanya alat propaganda. Suatu isyu

> untuk menarik lebih banyak simpati masuk kedalam kerumunan atau crowd yang

> potensial untuk digerakan sewaktu-waktu.

> 

> 

> 

> Paradoksnya misal anti Cina kafir yang ditujukan ke Ahok tetapi sujud pada

> Harry Tanoe. Pertentangan yang tidak masuk akal sehat. Atau sebaliknya cap

> Liberal dan Syiah yang disematkan pada Anies sebelumnya tapi dianggap akan

> membawa DKI Jakarta bersyariah.

> 

> 

> 

> Pertanyaan kritis yang harus diajukan adalah mengapa pihak kepolisian

> seperti takut membubarkan Front Pembela Islam (FPI). Jelas semua kegaduhan

> di Jakarta dalam enam bulan terakhir dimotori oleh FPI. Mengapa polisi

> sampai tak berdaya? Jawabnya akan terbuka jika saudara menelusuri sejarah

> dan perjalanan FPI sejak tahun 1998. Sebagaimana harus juga diketahui

> sejarah KISDI dan Pamswakarsa. Jawabnya sederhana, FPI tidak lebih “binaan”

> para Jendral Angkata Darat dan mantan Kapolri. Soal “binaan” sudah menjadi

> tradisi dikalangan tentara dan polisi untuk memelihara kelompok-kelompok

> ekstrim (termasuk para preman / Gali) untuk dijadikan pemukul barisan depan.

> 

> 

> 

> 

> Dalam kaitan “masalah Ahok”, saya tidak melihat FPI sebagai aktor utama.

> Organisasi ini tidak lebih sabagai bemper dan barisan pemukul awal. Artinya

> saya pun tidak memperdulikan wacana, slogan atau apapun namanya yang

> diteriakan oleh FPI yang sebenarnya tidak lebih sekedar alat propaganda.

> Propoganda untuk menyatukan emosi bersama, sekaligus membuat musuh bersama.

> Dan rupanya isyu Islam dinistakan sangat ampuh untuk menipu termasuk

> menghipnotis kalangan kelas menengah terdidik.

> 

> 

> 

> Jika bukan FPI, lantas siapa? Saya menduga dua kelompok lama yang

> berkoloborasi: para (mantan) Jendral angkatan darat yang tidak mendapatkan

> tempat di kekuasaan bekerjasama dengan kroni Cendana Orde Baru. Kelompok ini

> menjadi kuat dalam dukungan logistik, dengan agen Trump seperti Harry Tanoe

> dan Freeport. Tujuannya satu: menjatuhkan pemerintahan Jokowi. Bahwa gerakan

> ini ada peran Amerika tidak bisa dipungkiri. Sebagaimana dulu pembentukan

> FPI dan Pamswakarsa juga dibantu oleh agen CIA di Indonesia seperti Setyawan

> Djodi.

> 

> 

> 

> “Masalah Ahok” adalah pintu masuk untuk menjatuhkan pemerintahan Jokowi.

> Tetapi kelompok ini memang kesulitan untuk “memprovokasi” massa untuk

> selanjutnya menjadi people power seperti 1998. Akhirnya terjadi “keajaiban”

> Ahok kepleset omongan. Propaganda dan agitasi dimainkan untuk menghimpun

> “umat Islam” yang merasa dihinakan.

> 

> 

> 

> Sebenarnya Istana tahu akan skenario ini. Bagaimanapun juga jaringan

> intelejen dimiliki oleh lingkungan Istana. Tapi menghadapi dengan frontal

> secara politis juga tidak akan baik. Oleh karena itu polisi seperti

> memainkan isyu “makar”. Bahwa memang ada agenda dan skenario itu, tapi sulit

> dibuktikan secara hukum. Tetapi paling tidak, pemerintahan Jokowi sudah

> mulai menyerang agenda politik kelompok ini. Beberapa panglima lapangan

> “ditawan” dengan tuduhan makar dan tuduhan perbuatan asusila.

> 

> 

> 

> Jokowipun berusaha untuk bermain cantik dan melakukan tawar menawar secara

> halus. Baik tawar menawar kepada Freeport maupun kepada para Jendral

> dilingkungannya sendiri seperti Wiranto, Hendropriyono dan Rymizard.

> 

> 

> 

> Dengan kalahnya Ahok, pintu untuk melakukan makar skenario pertama telah

> tertutup. Apalagi jika akhirnya pengadilan menjatuhkan hukuman pada Ahok.

> Isyu apalagi yang ingin dimainkan? Menunggu hingga 2019 bukan waktu yang

> ringkas bagi kelompok ini. Meski begitu, ada satu isyu yang dari

> kemarin-kemarin tetap dipelihara yakni: bangkitnya PKI baru.

> 

> 

> 

> Tetapi bagi FPI, isyu ini sebenarnya ahistoris. Agak sulit bagi jamaah dan

> pengikut FPI untuk mengikuti propaganda anti PKI. Berbeda halnya dulu Banser

> NU yang jelas-jelas dibentuk untuk melawan aksi sepihak PKI. Banser NU tidak

> bisa dianggap sebagai “alat” dari kekuatan angkatan darat saat itu sebab

> secara historis, memang terjadi pertempuran antara Banser NU dengan

> underbouw PKI saat itu.

> 

> 

> 

> Oleh karena itu saya tidak mempersoalkan siapa pemenang Pilkada DKI Jakarta

> : Anies Baswedan. Karena tidak ada pengaruh atau perubahan apapun dalam

> konteks gerakan politik nasional. Apakah kemudian DKI Jakarta akan

> menerapkan Syariah Islam seperti Aceh? Mimpi. Jargon-jargon itu hanya

> propaganda. Atau apakah Anies lebih baik atau lebih buruk dalam menata

> pemerintahan di Jakarta, saya tidak akan mengulasnya dalam tulisan ini.

> 

> 

> 

> Yang saya syukuri, Ahok telah kalah. Dan saat ini juga, agenda makar

> kelompok barisan sakit hati pada pemerintahan Jokowi, akan sedikit tertunda.

> Kemarahan massal yang dibakar oleh seruan propaganda yang massif selama ini

> disurutkan. Tapi apakah “kemarahan massal” bisa berbalik kepada kelompok pro

> Ahok? Marah mungkin saya, tapi marah yang kemudian termobilisasi dan menjadi

> amuk yang terorganisir nampaknya sulit terjadi.

> 

> 

> 

> Posisi politik saya. Saya bukan pendukung Anis atau Ahok. Terlebih saya

> bukan penduduk DKI Jakarta yang punya hak pilih. Meskipun saya memilih

> Jokowi sebagai Presiden pada 2014, saya bukan bagian dari simpatisan dan

> partisan. Yang saya cemaskan adalah adanya bibit-bibit kebangkitan Orde Baru

> dan kroninya serta agen-agen Trump di Indonesia dengan memperalat umat Islam

> untuk melakukan goncangan.

> 

> 

> 

> Salam Kompasiana.

> 

> Selengkapnya :

> http://www.kompasiana.com/hendra_budiman/syukurlah-ahok-kalah_58f72d4140afbd5c6ff3385c

> 

> 



Kirim email ke