Impor beras perlu sekali untuk tetap memberikan rejeki kepada penguasa. Bukankah rezim berkuasa adalah Rempen atau jelasnya Rezim Pengusaha.
2018-01-15 11:56 GMT+01:00 Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com>: > > > > > *Pernyataan Sikap * > *Pimpinan Pusat Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)* > > > > **Impor Beras, Kegagalan Jokowi Megatasi Masalah Pangan Nasional* * > *Tolak Kebijakan Impor Beras, Wujudkan Kedaulatan Pangan!* > Kebijakan Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yang akan > melakukan impor beras 500.000 ton pada akhir bulan Januari 2018, dengan > alasan menipisnya stok cadangan beras dan untuk antisipasi lonjakan harga > di pasaran adalah alasan yang mengada-ngada. Kebijakan impor beras adalah > bukti kegagalan pemerintahan Jokowi-JK dalam mengatasi masalah pangan > Nasional, terlebih sudah memasuki tahun akhir kekuasaanya. > Lebih jauh, kebijakan impor beras menunjukan berbagai program pangan yang > dijalankan seperti, Upsus Pajale atau program upaya khusus padi jagung > kedelai, program serap gabah petani (SERGAP) dan penetapan harga eceran > tertinggi beras di pasaran termasuk operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog > telah gagal total alias GATOT karena tidak mampu mengatasi krisis pangan di > dalam Negeri. > Aliansi Gerakan Reforma Agraria menilai kebijakan Impor beras hanya > merugikan petani produsen, terlebih akan memasuki musim panen raya. Tentu > saja impor beras akan mengancam anjloknya harga di tingkat petani. Selama > ini Petani belum menikmati kebijakan yang menguntungkan terkait dengan > harga gabah. Kebijakan SERGAP selama ini justru merugikan petani, sebab > penetapan harga pembelian Rp. 3.700 dibawah rata-rata harga di pasaran yang > berkisar Rp. 4.500/kg. > Kebijakan impor oleh pemerintah dengan alasan untuk menjaga melonjaknya > harga karena menipisnya stok beras nasional juga tidak masuk akal, Produksi > padi secara nasional dilaporkan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya > mulai dari tahun 2014 hingga 2017. Pada tahun 2014 produksi gabah > 70.846.465 ton, di tahun 2015 naik menjadi 75.397.841 ton, pada tahun 2016 > produksi naik mencapai 79.354.767 ton, dan sampai akhir 2017 produksi > nasional mencapai 81.382.451 ton. > Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi nasional sebesar 28 juta ton per > tahun, semestinya kita sudah mengalami surplus beras, sebab susut gabah > kering giling menjadi beras hanya 38% maksimal. Dengan kata lain, 62% gabah > kering giling menjadi beras. Hal ini juga dikuatkan dengan data BPS dan > pernyataan Menteri Pertanian. Menjadi aneh dan tidak masuk akal kemudian > jika Pemerintah Jokowi-JK terus melakukan Impor beras. > Dalam catatan sepanjang pemerintah Jokowi-JK, Impor mengalami kenaikan > bersamaan dengan naiknya produksi padi nasional. Pada tahun 2014 impor > beras sebesar 503 ribu ton dan pada tahun 2015 naik menjadi 861 ribu ton. > Kemudian pada tahun 2016 naik 1,2 juta ton dan sampai bulan Mei 2017 > Pemerintah Jokowi sudah melakukan impor sebesar 94 ribu ton. > Kebijakan impor selama ini terbukti gagal mengatasi masalah tingginya > harga beras di pasaran. Faktanya harga beras terus mangalami kenaikan dari > tahun ke tahun, bahkan harga beras di pasar sebagian lebih tinggi dari > harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu sebesar Rp. > 9.450/kg untuk beras medium dan Rp. 12.800/kg untuk beras premium. Hal ini > membuktikan ketidak berdayaan pemerintah menghadapai pemonopoli beras yang > melakukan spekulan harga di pasaran, meskipun pemerintah juga melakukan > operasi pasar melalui Bulog dari waktu ke waktu. Kenyataan ini tentu saja > terus membebani rakyat karena tingkat pendapatan yang terus merosot akibat > harga kebutuhan hidup semakin tinggi. > Berdasarkan data dan fakta yang ada, Aliansi Gerakan Reforma Agraria > menilai kebijakan pemerintah melakukan impor 500.000 ton beras dari Vietnam > dan Thailand, adalah kebijakan untuk melayani kepentingan Imperiliasme > (Kapitalis monopoli asing). Hal ini dikuatkan oleh desakan dari pemerintah > pengekspor beras. Selain itu, kebijakan impor beras hanyalah untuk mengejar > keuntungan yang lebih besar bagi pemerintah. Dengan melakukan impor beras, > pemerintah mendapat keuntungan yang jauh lebih besar dari pada membeli > beras petani dalam negeri. Karena harga ekspor beras Vietnam hanya Rp. > 5.200/kg sedangkan harga beras ekspor Thailand Rp. 5.300/kg. > Oleh karena itu, Aliansi Gerakan Reforma Agraria menyatakan sikap mengecam > dan menolak keras kebijakan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah > Jokowi-JK. Karena kebijakan itu merugikan petani dan rakyat Indonesia. > Pemerintah seharusnya fokus dalam peningkatan produksi pertanian dan > kedaulatan pangan dengan menjalankan program reforma agraria sejati, serta > konsisten memutus ketergantungan pertanian kita atas bibit, pupuk, obat, > dan teknologi dari asing yang menjadi sebab utama tingginya biaya produksi > pertanian di Indonesia. > > Jakarta, 13 januari 2018 > Rahmat Mohamad Ali > Ketua Umum Sekretaris Jenderal > Senin , 15 January 2018, 17:42 WIB > Kelompok Tani Lebak Tolak Kebijakan Impor Beras > [image: [ilustrasi] Pekerja melaukan bongkar muat karung berisi beras > impor asal Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). > (Republika/Agung Supriyanto)] > [ilustrasi] Pekerja melaukan bongkar muat karung berisi beras impor asal > Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/11). > (Republika/Agung Supriyanto) > > REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sejumlah kelompok tani di Kabupaten Lebak, > Provinsi Banten, menolak beras impor dari Vietnam dan Thailand yang > direncanakan oleh Pemerintah Pusat. Mereka khawatir harga gabah di pasaran > anjlok akibat impor beras itu. > > "Kita prediksikan Februari mendatang akan tiba panen raya di berbagai > daerah di Tanah Air," kata Ketua Kelompok Tani Sukabungah, Desa Tambakbaya, > Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak Ruhyana saat dihubungi di Lebak, Senin > (15/1). > > Selama ini, persediaan beras untuk kebutuhan konsumsi masyarakat di Tanah > Air selama dua bulan ke depan mencukupinya. Saat ini, di beberapa daerah > memasuki musim panen, termasuk di Kabupaten Lebak dan Pandeglang. > > Oleh karena itu, pihaknya mendesak Kementerian Perdagangan tidak > mendatangkan beras impor. Apabila, beras impor sebanyak 500 ribu ton masuk > ke Indonesia tentu akan berdampak terhadap pendapatan petani. > > Sebab, pada Februari 2018 akan terjadi panen raya secara serentak di Tanah > Air. "Kami yakin jika beras impor membanjiri pasar dipastikan petani merugi > karena harga gabah merosot," katanya menjelaskan. > > Menurut Ruhyana, selama ini harga beras berbagai jenis di pasaran > mengalami kenaikan sekitar Rp 500 sampai Rp1.500 per kilogram. Namun, > kenaikkan itu masih dinilai wajar dan tidak perlu impor. > > Petani di wilayahnya juga Februari 2018 memasuki panen serentak seluas 250 > hektare. > > "Mereka petani bingung jika harga anjlok dan tidak sebanding dengan biaya > produksi, terlebih harga pupuk, benih dan pestisida cenderung naik," > ujarnya, menambahkan. > > Begitu juga Ketua Kelompok Tani Tebu Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, H > Didin mengatakan, petani di sini menolak beras impor sehubungan di > wilayahnya tengah memasuki musim panenan padi. Penolakan beras impor itu > tentu akan berdampak terhadap pendapatan petani karena jika beras impor > melimpah dipasaran dipastikan harga gabah anjlok dan tidak menguntungkan. > > Alasannya, Februari mendatang akan memasuki musim panen raya dari tanam > pada Oktober 2017. "Kami berharap pemerintah tidak mendatangkan beras impor > karena bisa merugikan petani," katanya menjelaskan. > > Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Dede Supriatna > mengatakan di sejumlah kecamatan di daerah ini mulai panen padi dari tanam > Oktober 2017 seluas 20 ribu hektare. Selanjutnya, Februari mendatang panen > raya seluas 55 ribu hektare. > > "Kami menjamin persediaan beras lokal mencukupi untuk kebutuhan konsumsi > masyarakat dan tidak perlu beras impor," katanya menjelaskan. > Leuk <https://www.facebook.com/agra.sulteng/posts/140328296652233#>Meer > reacties weergeven > Opmerking plaatsen > <https://www.facebook.com/agra.sulteng/posts/140328296652233#> > > >