Dituduh melakukan provokasi, buruh perempuan ini dirumahkan

Bagi setiap buruh, rekreasi merupakan kebutuhan untuk melepaskan penat selama 
berjam-jam bekerja di pabrik. Rekreasi juga menjadi ajang bagi buruh dan 
keluarganya untuk menikmati waktu santai bersama.Buruh PT. Pondan Pangan Makmur 
Indonesia tentu menyambut baik ketika manajemen perusahaan menawarkan kegiatan 
rekreasi ke Pantai Anyer, Banten. Namun, sayangnya biaya rekreasi sebesar Rp. 
150.000 dibebankan kepada buruh. Untuk menikmati liburan, buruh harus rela 
gajinya dipotong Rp. 25.000/ bulan selama Juni – November. Selain itu, 
manajemen juga melarang buruh untuk membawa keluarganya.Oleh karena aturan itu, 
mayoritas buruh yang sudah berumah tangga itu mengajukan keberatan. Sebanyak 97 
orang buruh yang bekerja di perusahaan pengolahan es krim, bolu dan puding itu 
menandatangani surat keberatan.Siti Faozah dan Mae mendapat tugas untuk 
mengantar surat keberatan yang telah ditandatangani itu kepada pihak HRD.Selang 
sehari sesudah menyerahkan surat, kedua buruh perempuan tersebut dipanggil oleh 
HRD, dimarahi, diintimidasi dan diberi Surat Peringatan (SP) “Saya dianggap 
memprovokasi. Padahal keberatan itu datang dari teman-teman yang ingin mengajak 
keluarganya dan juga keberatan karena masalah biaya,” kata Siti saat ditemui 
Jurnal Serikat Nasional.“Padahal teman-teman berharap dengan adanya tanda 
tangan itu, pihak manajemen bersedia mengubah aturan rekreasi dan 
memperbolehkan untuk mengajak keluarga dan mengurangi biaya rekreasi” lanjut 
Siti Faozah.Siti Faozah mendapatkan Surat Peringatan 2 (SP 2) tanpa adanya SP 1 
sebelumnya. Sementara Mae diberikan SP 1. Siti mempertanyakan pemberian surat 
peringatan itu, sementara buruh yang ikut menandatangani surat keberatan tidak 
mendapatkan surat peringatan.“Ketika saya menanyakan masalah SP, pihak HRD 
mengatakan bahwa kami ini provokator. Saya diberi SP2 karena status saya 
pekerja kontrak, padahal saya sudah bekerja hampir 12 tahun semenjak 2006. 
Sedangkan Mae SP 1 karena dia statusnya pekerja tetap,” keluh Siti.Persoalan 
yang menimpa Siti semakin keruh ketika perusahaan menyatakan mengalami 
penurunan produksi.Pada 21 Juli 2017, semua pekerja harian dan kontrak 
dipanggil HRD termasuk Siti. Manajemen merumahkan para pekerja itu mulai dari 
tanggal 23 Juli sampai waktu tidak tertentu.Seminggu setelah dirumahkan, pihak 
manajemen berangsur-angsur memanggil 5-10 buruh setiap Minggu untuk bekerja 
kembali.Pada bulan agustus semua pekerja yang dirumahkan mulai kembali bekerja, 
hingga kecuali Siti tidak juga kunjung dipanggil oleh manajemen.Siti kemudian 
menemui HRD untuk mempertanyakan kenapa Ia tidak dipanggil untuk bekerja 
kembali.“Alasan HRD tidak memanggil untuk bekerja kembali, karena menurut HRD, 
pihak manajemen tidak menginginkan saya bekerja kembali dan dianggap 
pemberontak karena masalah rekreasi,” sambung Siti.
Penulis Oov Auliansyah -Februari 4, 2018


Kirim email ke