Masalah perlakuan sewenang-wenang yang melanggar Hak Azasi Manusia terhadap
TKI bukan baru, sudah puluhan tahun. TKI dikirim ke luarnegeri karena
kemiskian dan lapangan kerja di tempat asal TKI tidak ada atau tidak dapat
menampung tenagaa kerja yang bertambah tiap tahun disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk. NTT adalah sebagian dari wilayah yang disebut
Indonesia Timur. Indonesia Timur termusuk wilayah termiskin. Mengapa
termiskin dan terkebelakang dibandingkan dengan Jawasentris? Apakah karena
wilayah berpenduduk banyak orang kafir dan oleh sebab itu diterbengkalaikan
atau tidak atau kurang mempunyai andil dalam perjuangan kemerdekaan RI?


Agaknya dalam perkembangan selanjutnya bagi wilayah-wilayah terkebelakang
ini sulit mengejar kesetaraan dengan Jawasentris, pengejaran hanya akan
seperti orang mengejar untuk mencapai horizon, horizon tetapi jauh di
depan. Situasinya wilayah-wilayah di luar lingkungan Jawasentris hanya
menjadi sumber bahan mentah dan pasar konsumsi produk dihasilkan sentris
tersebut.

http://www.floresa.co/2018/02/19/adelina-lisao-tki-asal-ntt-yang-tewas-setelah-ditempatkan-di-kandang-anjing/


Adelina Sau, TKI Asal NTT yang Tewas Setelah Ditempatkan di Kandang Anjing

19/02/2018


<http://www.floresa.co/wp-content/uploads/2018/02/Adelina-Lisao.png>Adelina
Sau, TKI asal NTT meninggal di Malaysia setelah majikannya membiarkannya
tidur di kandang anjing dan tidak diberi makan. (Foto: Ist)

*Floresa.co – *Kisah tragis dialami Adelina Sau, Tenaga Kerja Indonesia
Indonesia (TKI), asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Ia kembali ke kampung halamannya pada Sabtu, 17 Februari 2018 dalam keadaan
sudah tidak bernyawa.

Perempuan berusia 21 tahun tersebut meninggal di Rumah Sakit Bukit
Mertajam, Malaysia pada Minggu, 11 Februari setelah dievakuasi dari rumah
majikannya sehari sebelumnya.

Situasinya yang mengenaskan diketahui setelah para tetangga di
rumah majikannya melihat ia tidur di kandang anjing setiap malam bersama
dengan seekor anjing milik majikannya itu.

Advertisement

Perwakilan Kementerian Luar Negeri, Tody Baskoro membenarkan pengalaman
getir yang dialami Adelina.

Akibatnya, kata dia, kondisi fisik Adelina menjadi sakit dan tak terurus.

“Dari hasil pemeriksaan oleh otoritas di Malaysia, bukan penyiksaan secara
fisik yang diterima oleh Adelina, tapi karena tidak diberi makan sehingga
kelaparan,” jelas Tody kepada sejumlah wartawan di Bandara El Tari Kupang,
Sabtu, 17 Februari.

Menurut Tody, luka yang ada di kaki Adelina merupakan luka bebas gigitan
anjing.

Namun lanjutnya, untuk membuktikan kebenaran luka tersebut, masih menunggu
hasil postmortem.

Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri menegaskan, majikan harus
bertanggung jawab atas kematian Adelina.

“Kami minta pihak majikan bertanggung jawab,” ujar Hanif di Kompleks Istana
Presiden, Jakarta, Senin, 12 Februari.

Jajaran di kementeriannya, lanjut Hanif, telah berkoordinasi dengan Duta
Besar Indonesia untuk Malaysia yang berkedudukan di Kuala Lumpur untuk
menyelesaikan permasalahan ini.

Menurut laporan *Strait Times, *polisi di Malaysia sudah memeriksa 19 orang
terkait kasus ini, termasuk dokter yang merawatnya dan para tetangga di
dekat rumah Adlina bekerja.

*Menangkap Calo*

Sementara itu, Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care menyatakan,
pengusutan kasus kematian Adelina seharusnya tak hanya menyasar majikannya.

Ia menilai, Adelina juga terindikasi menjadi korban perdagangan manusia.

Untuk itu, Wahyu mendorong agar aparat hukum Indonesia dan Malaysia bekerja
sama menelusuri jejak pihak yang merekrut Adelina, mengurus proses di masa
transitnya, sampai saat dia menemukan majikan.

Wahyu berpendapat keterlibatan calo, agen, serta aparat pemerintah maupun
korporasi harus betul-betul dibongkar di kasus ini.

Migrant Care mencatat Adelina menjadi korban kesembilan di kasus kematian
beruntun para pekerja migran asal NTT selama 2018.

Sementara di 2016, ada 46 kasus kematian dan 62 korban meninggal lainnya
tercatat pada 2017.

“Pemerintah Indonesia harus mendesak pemerintah Malaysia untuk memastikan
proses hukum terhadap majikan (yang mempekerjakan Adelina) berlangsung
secara adil dengan hukuman yang setimpal,” kata Wahyu seperti dilansir
*Tirto.id.*

Wahyu juga mendesak pemerintah tidak diskriminatif dalam mendorong
pengusutan kasus ini meskipun status Adelina adalah pekerja migran ilegal
di Malaysia.

“Pemerintah Indonesia terkesan lamban bergerak ketika menghadapi kasus TKI
(Tenaga Kerja Indonesia) berstatus ilegal,” ujar dia.

Wahyu menambahkan, kasus ini juga perlu menjadi momentum untuk menuntaskan
nota kesepahaman (MoU) terkait perlindungan asisten rumah tangga dengan
Malaysia yang berakhir sejak Mei 2016.

Wahyu pun menilai kasus ini menguji keseriusan Indonesia dan Malaysia
menjalankan ASEAN Consensus on Protection and Promotion on Human Rights of
Workers yang ditandatangani pada November 2017.

“Di dalam MoU itu, ada ketentuan-ketentuan yang ada dalam kontrak kerja.
Mulai dari kebebasan memegang paspor, hak untuk mendapatkan libur, hak
berkomunikasi, dan standar upah layak,” ujar dia.

Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah juga menilai langkap
pemerintah mengatasi persoalan kekerasan terhadap pekerja migran masih
belum optimal.

“Namun kami mengapresiasi pemulangan dan penguburan jenazah Adelina.. Ini
merupakan satu langkah baik,” ucap Anis.

*Hanya Tamat SD*

Juru bicara keluarga Adelina, Ambrosius Ku, mengatakan, Adelina hanya
tamatan sekolah dasar (SD).

“Saat Adelina menjadi TKW di Malaysia, hanya menggunakan ijazah SD,” ungkap
Ambrosius.

Menurut Ambrosius, Adelina menamatkan pendidikan terakhirnya di SD Negeri
Nifukani, Desa Abi, tahun 2012.

Setelah tamat SD, lanjut Ambrosius, orang tuanya tidak mampu membiayai
sekolah Adelina sehingga akhirnya Adelina hanya membantu orangtuanya di
rumah maupun di sawah.

“Dia (Adelina) tiap hari hanya di rumah sehingga ketika diajak oleh calo
dengan tawaran yang menggiurkan untuk bekerja di Malaysia, dia langsung
tertarik, meski orangtua tidak setuju,” ucapnya.

Ambrosius mengatakan, Adelina direkrut seorang perempuan (belum diketahui
identitasnya), yang bertindak sebagai calo, untuk bekerja di Malaysia tahun
2015.

Saat direkrut oleh calo TKI itu, yang beroperasi di Kabupaten TTS, orang
tua Adelina diberi uang Rp 150.000

“Saat calo itu bawa Adelina, ia menyerahkan uang Rp 150.000 kepada ayah
Adelina, Marthen Sau. Sedangkan ibunya Adelina, Yohana Banunaek, sedang
berada di sawah,” katanya.

Menurut Ambrosius, calo itu dua kali mendatangi rumah Adelina. Ia membujuk
agar Adelina bisa diberangkatkan ke Malaysia menjadi TKW (tenga kerja
wanita).

Saat pertama kali datang ke rumah Adelina, orangtua Adelina menolak dengan
tegas. Calo tersebut rupanya tidak putus asa. Ia kemudian kembali lagi
membujuk agar Adelina boleh ke Malaysia.

Adelina sendiri, lanjut Ambrosius, sudah berniat berangkat ke Malaysia
karena termakan iming-iming si calo tersebut.

Saat Yohana Banunaek sedang ke sawah, calo itu datang lagi ke rumah Adelina
dan saat itulah dia memberikan uang Rp 150.000 kepada Marthen Sau.

Menurut Ambrosius, Marthen Sau tidak tahu maksud dan tujuan calo itu
memberi uang.

> Secara diam-diam, Adelina dan si calo kemudian pergi tanpa diketahui
> Marthen Sau. Setelah itu, Adelina tidak berkabar hingga akhirnya dilaporkan
> meninggal di Malaysia pada hari Minggu lalu.
>
“Saat Adelina tidak ada kabar, kedua orang tuanya menganggap bahwa Adelina
akan baik-baik saja sehingga mereka tidak mau lapor ke polisi,” ucap
Ambrosius.
*BACA JUGA: Kematian Adelina Sau dan Darurat Perdagangan Orang di NTT
<http://www.floresa.co/2018/02/19/kematian-adelina-lisao-dan-darurat-perdagangan-orang-di-ntt/>*

Setelah apa yang menimpa Adelina, Ambrosius yang mewakili keluarga,
berharap polisi bisa segera menangkap calo yang mengirim Adelina ke
Malaysia.

*ARL/Floresa*
  • [GELORA45] Adelina Sau, ... Sunny ambon ilmeseng...@gmail.com [GELORA45]

Kirim email ke