Setnov Klaim Saweran Duit e-KTP Diatur Burhanuddin Napitupulu
CTR, CNN Indonesia | Jumat, 13/04/2018 11:45 WIB

Setya Novanto mengklaim tidak tahu pembahasan pemberian fee proyek e-KTP. Foto: 
CNN Indonesia/Hesti RikaJakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus korupsi 
pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) Setya Novanto mengklaim tidak 
pernah mengatur penetapan anggaran proyek itu saat menjadi Ketua Fraksi Golkar 
pada 2009 silam. Menurut dia, kesepakatan soal itu sudah dibuat oleh mantan 
Ketua Komisi II DPR, (Alm.) Burhanudin Napitupulu dengan eks Direktur Jenderal 
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman.

Dalam pleidoi dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana 
Korupsi Jakarta, Jumat (13/4), Setya mengklaim kronologi disampaikan jaksa 
penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa memperlihatkan kalau dia 
turut campur dalam upaya penentuan anggaran proyek. Sebab menurut dia Komisi II 
DPR hanya menyetujui anggaran berasal dari APBN yang sudah ditetapkan 
pemerintah.

Pada awal Februari 2010, Setya mengaku Irman, Andi Agustinus alias Andi 
Narogong, dan (Alm.) Burhanudin Napitupulu membuat kesepakatan lebih dulu soal 
pembagian fee kepada anggota DPR buat memperlancar proyek penerapan KTP 
berbasis NIK. Andi Agustinus lantas ditunjuk buat mengatur pembagian jatah itu.


      Lihat juga: Pleidoi e-KTP, Setnov Kenang Masa Susah dan Motivasi JFK 

"Kesepakatan Andi Agustinus dengan Burhanudin Napitupulu adalah di luar 
tanggung jawab saya. Kesepakatan itu dilakukan sebelum Agustinus memperkenalkan 
saya dengan Irman di Hotel Gran Melia, Kuningan," ujar Setya.

Dengan demikian Setya berdalih kalau dia sama sekali tidak pernah diajak 
membahas soal pembagian komisi proyek e-KTP.

      Lihat juga: Sebelum Kecelakaan, Setnov Disebut Dikawal Politikus Golkar 

"Kesepakatan antara Irman, Andi Agustinus dan (Alm.) Burhanudin Napitupulu, 
menurut saya fakta ini tak pernah terungkap di persidangan," ujar Setya.

Burhanudin meninggal 21 Maret 2010. Burhanudin meninggal akibat serangan 
jantung saat bermain golf di Senayan, Jakarta.

Meski sudah meninggal, nama Burhanuddin muncul dalam dakwaan Irman dan 
Sugiharto. Dalam dakwaan disebutkan bahwa pada awal bulan Februari 2010 setelah 
mengikuti rapat pembahasan anggaran Kementerian Dalam Negeri, terdakwa I 
(Irman) dimintai sejumlah uang oleh Burhanuddin Napitupulu selaku Ketua Komisi 
II DPR RI, agar usulan Kementerian Dalam Negeri tentang anggaran proyek 
penerapan KTP berbasis NIK (KTP elektronik) dapat segera disetujui oleh Komisi 
II DPR RI.

Atas permintaan tersebut, Irman menyatakan tidak dapat menyanggupi permintaan 
Burhanuddin. Oleh karena itu, Burhanuddin dan Irman sepakat untuk melakukan 
pertemuan kembali guna membahas pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi 
II DPR RI.

(ayp)

Kirim email ke