https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681
Jumat 18 Mei 2018, 17:20 WIB
Kolom Kalis
Eksklusivisme Beragama, Satu Langkah
Mendukung Aksi Teror
Kalis Mardiasih - detikNews
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
Kalis Mardiasih
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
Share *0*
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
Tweet
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
Share *0*
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
10 komentar
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
Eksklusivisme Beragama, Satu Langkah Mendukung Aksi Teror Kalis
Mardiasih (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom)
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
<https://news.detik.com/kolom/d-4027290/eksklusivisme-beragama-satu-langkah-mendukung-aksi-teror?_ga=2.46050148.1742177722.1526750681-1616656084.1526750681#>
*Jakarta* - Setelah serangkaian aksi teror di Mako Brimob Kelapa
Dua-Depok, tiga gereja serta kantor Mapolresta Surabaya, publik
menegaskan kembali perlawanan pada paham ekstremisme beragama. Selain
hal-hal yang bersifat keamanan dan kebijakan negara, ada fakta tentang
orang-orang yang tercuci otak oleh paham keagamaan yang ultra-sektarian
sampai pada titik menghilangkan nyawa orang lain yang berbeda. Di
grup-grup aplikasi pesan instan, mereka bahkan saling bertukar
pengetahuan tentang cara-cara membuat bom dan saling memperkuat
jaringan. Publik bertanya mengapa seseorang bisa berubah menjadi monster
yang siap membunuhi orang lain.
Sebuah pertanyaan yang keliru, sebab bahkan para teroris itu sangat siap
membunuh dirinya sendiri. Aksi teror di tiga gereja di Surabaya disebut
sebagai aksi teror pertama oleh anggota keluarga, sekaligus melibatkan
perempuan dan anak-anak. Publik kaget mengapa seorang ibu mengajak
anak-anaknya untuk mati atas nama agama. Meskipun mengejutkan, nuansa
banal itu sebetulnya sebuah konsekuensi logis dari jenis ideologi yang
bersifat eksklusif dan ekstrem. Kita keliru memandang ideologi, bahwa ia
memiliki gender tertentu. Selama ini ketika ada aksi teror atas nama
agama, kita selalu beranggapan bahwa aksi teror adalah otoritas laki-laki.
Tanpa sadar, kita menerapkan pola pikir patriarkal. Padahal,
perempuan-perempuan dengan doktrin agama kekerasan itu ternyata
menganggap diri mereka sebagai manusia yang juga punya kemerdekaan
penuh, termasuk dalam jihad yang mereka pahami. Mereka lelah dengan
peran agen reproduksi yang hanya berperan melahirkan anak
sebanyak-sebanyaknya, serta peran belakang panggung lainnya. Para
perempuan pengabdi organisasi teror ingin mendapat surga yang sama dalam
imajinasi mereka, seperti yang selama ini dapat ditebus oleh teroris
laki-laki.
Pada awalnya, nalar sehat hilang ketika manusia kehilangan otoritas
kediriannya. Ini sebuah hipotesis awal yang berusaha menjawab pertanyaan
mengapa saya gagal paham pada orang-orang yang tetap percaya, bahkan
sampai pada level mengimani seseorang yang pada tubuhnya berbalut
simbol-simbol agama, dan mulutnya bertabur ayat-ayat Al Quran, tapi pada
saat yang sama, ia melontarkan caci-maki kepada orang dan kelompok lain,
mengutarakan kalimat berpretensi adu domba bahkan mengedarkan kabar
palsu juga fitnah. Tokoh agama yang gemar memanaskan situasi itu tidak
hanya menjadi seleb di media sosial dengan /follower/ berjumlah ratusan
ribu, tapi juga punya panggung di masjid dan perkantoran.
Seorang teman membagikan sebuah teori konspirasi ihwal bom Surabaya yang
beredar di media sosial. Narasi itu mengatakan bahwa pelaku bom Surabaya
adalah mantan Kristen yang menjadi mualaf. Mereka dijebak menjadi kurir
barang ke gereja dengan diupah 10 juta rupiah. Tapi ternyata, barang
yang mereka bawa adalah bom yang kemudian meledak. Narasi tersebut
menyimpulkan sebuah upaya memojokkan umat Islam lewat fitnah agar umat
Islam tidak mendapat kejayaannya. Sebuah narasi yang tampak berasal dari
novel-novel fiksi, dan tentu saja mustahil dicari bukti kebenarannya
sebab tentu saja tidak akan ada, tapi dipercaya oleh banyak orang yang
telanjur mematikan sistem berpikir secara ilmiah.
/Follower/ dan jamaah itu adalah orang-orang yang mapan secara
pendidikan, ekonomi, dan pergaulan sosial. Mungkin Anda pernah juga
melihat akun beridentitas Phd dari universitas ternama, tapi ikut
menyebarkan berita palsu, bahkan menulis komentar yang begitu
konspiratif atas sebuah fakta, yang saking konspiratifnya sampai-sampai
kita takut ikut gila karena tidak bisa menalar metode dan perspektif
berpikirnya yang terlampau kacau.
Berikutnya, ada banyak pengajian yang menempatkan para pemula dalam
pengetahuan agama dalam posisi subordinat. Dalam banyak fenomena hijrah,
misalnya, seseorang bisa berganti penampilan fisik secara drastis lalu
meninggalkan hal-hal yang dianggap kemaksiatan sebab ia merasa penuh
dosa. Perasaan penuh dengan dosa dapat dimanfaatkan oleh sebagian
pendakwah untuk menguasai objek dakwah. Pendakwah tampak sebagai sosok
yang suci dan selalu benar sebagai pusat pengetahuan agama, sedangkan
objek dakwah adalah sosok yang penuh kesalahan dan tidak punya otoritas
dalam agama.
Kesenjangan ini membuat objek dakwah rela melakukan apa saja yang
diinginkan oleh pendakwah yang dalam keseharian tidak hanya berperan
sebagai sumber pengetahuan, tapi sekaligus hakim yang menjustifikasi
segala tindakan objek dakwah. Seorang kawan yang pernah bergabung dengan
NII ketika di kampus bercerita bagaimana ia rela menyumbangkan harta
yang ia miliki sebagai konsekuensi doktrin pendirian negara Islam oleh
jamaah.
Guru spiritual yang benar tidak pernah mensubordinasi orang berdasarkan
apapun. Iman adalah sesuatu yang dinamis untuk naik dan turun.
Menganggap sesosok manusia selamanya benar dan manusia lain selamanya
rendah dan bersalah terdengar seperti lelucon. Organisasi keagamaan yang
sektarian biasanya sangat hierarkis. Ada satu sosok imam atau pimpinan
yang diagungkan. Pimpinan organisasi tersebut seolah selalu benar. Semua
instruksi yang bersumber dari pimpinan yang bersifat politik, ekonomi,
maupun sosial wajib ditaati oleh seluruh pengikut tanpa perkecualian.
Pimpinan organisasi itu tentu tidak punya penguasaan keilmuan pada semua
bidang, tapi pengikutnya menganggap segala titahnya wajib ditaati sebab
sosok itu dianggap memiliki unsur magis, atau setidaknya paling fasih
menghadirkan imajinasi surga kepada para pengikut. Sebuah kefasihan yang
seolah empiris, seolah ia dapat memverifikasi kebenaran Tuhan.
Tidak semua organisasi yang bersifat sektarian mendukung aksi-aksi
kekerasan dan teror. Tapi, budaya mematikan nalar pengikut adalah satu
langkah lebih dekat sebagai pendukung aksi teror. Para pelaku teror
adalah orang-orang yang belajar untuk menyalahkan gagasan lain di luar
kelompoknya. Para pelaku teror adalah orang-orang yang secara sadar
menganggap orang lain yang berbeda sebagai pihak yang layak mendapat
label sesat. Para pelaku teror adalah orang-orang yang menganggap semua
hal yang berbeda sebagai penjara untuk dirinya, sehingga ia layak
dibenci, layak diserang, dan dalam tahap yang paling ekstrem layak
dimatikan.
*Kalis Mardiasih* /menulis opini dan menerjemah. Aktif sebagai periset
dan tim media kreatif Jaringan Nasional Gusdurian dalam menyampaikan
pesan-pesan toleransi dan kampanye #IndonesiaRumahBersama. Dapat disapa
lewat @mardiasih
/
*(mmu/mmu)*