DIALEKTIK HUBUNGAN EKONOMI DI INDONESIA YANG SUDAH 20 TAHUN REFORMSI BERLAKU
(sebuah analisa) Sejak awal di mulainya reformasi, saya berpendapat bahwa reformasi 1998 hanyalah merupakan taktik pemunduran strategis rezim totaliterisme militer pimpinan jenderal TNI AD Suharto (Orde Baru), yang membidani kelahirannya ideologi neoliberalisme di Indonesia. Kesimpulan tersebut didukung oleh dialektik hubungan ekonomi di Indonesia yang sudah 20 Tahun reformasi berlalu, yang pada dasarnya tidak mengalami perubahan, artinya reformasi yang sudah 20 Tahun berlalu, akhirnya hanya menghasilkan stagnasi dan demokrasi yang ambruladul, dan menjadikan Indonesia yang Merdeka sekarang ini merupakan replika dari Indonesia yang terjajah pada zaman kolonial Belanda, hanya penjajahnya sekarang lain, yaitu kapitalis neoliberal yang sudah menggelobal, dibawah pimpinan imperialisme AS. Dalam situatai seperti itu, ekonomi Rakyat dimana massa wong cilik (pribumi) tetap menggantungkan hidupnya dan tetap berada dalam posisi tertindas sebagai struktur terbawah dalam konstellasi ekonomi Indonesia, jadi persis seperti apa yang kita alami diera Orde Baru; Dimana proses eksploitatif akan terus berkelanjutan dan akan semakin mencengkam, yang ditimbulkan oleh adanya interaksi antara aktor-akror ekonomi kuat dalam pemerintahan rezim Jokowi-JK, yang menjalankan ideologi neolibralisme, sebagai substansinya; dan aktor-altor ekonomi lemah yang terdiri dari : Masa rakyat yang mencari nafkah sebagai buruh pabrik, buruh tani, petani gurem, nelayan, buruh nelayan, pengrajin kecil dan aktor-aktor ekonoimi elmah yang lainnya. Ini dibuktikan antara lain dalam bentuk menurunnya tingkat upah riil kaum buruh, dan semakin tingginya tingkat pengangguran, baik yang berbuka maupun yang tetutup; menurunnya nilai tukar petani kecil, semakin banyaknya Petani yang tak bertanah karena lahan tanah pertaniannya digusur paksa dengan cara kekerasan yang menggunakan Polisi dan militer; untuk menyelenggarakan pendirian pabrik-pabrik bagi para isvestor asing yang diundnag oleh rezim neoliberal Jokowi-JK. Diatas sudah di katakan bahwa dialektik hubungan ekonomi era reformasi yang sudah berlangsung selama 20 Tahun ini, secara essensial tidak berbeda dengan dialektik ekponomi di era Orde Baru yang menganut sistem Neoliberal. Menurut pengamatan saya yang berubah hanyalah warisan aktor di tingkat atas yaitu Presiden dan wakil Presiden bukan lagi jenderal militer, demikian juga mentri-mentri dan birokrat; namun demikian sifat interaksi seperti yang sudah diutarakan diatas sama selali tidak berubah. Penguasa militer dan birokrat militer sekarang ini sebagian telah diganti kan oleh kalangan sipil yang sebagian besar adalah golongan oligarki ekonomi (Pemilik modal besar) tinggalan Orde Baru,pensiunan militer dan kader-kader partai politik (PDIP, Golkar, Gerindra,Naskom, Hanura dll) yang semuanya berhaluan neoliberal, feodal dan konservatif warisan orde baru. Dampaknya adalah 20 Tahun Reformasi NKRI tetap menggantungkan dirinya pada pihak asing, ketergantungan pada pihak asing ini tercermin dalam bentuk pembiyayan pembangunan, dimana modal asing dan utang luar negeri sangat memainkan peranan. Selain itu juga tercermin dalam impor dan ekspor. Industri-industri substansi ekspor tidak dapat berjalan tanpa dukungan kuat dari impor. Misalnya kebutuhan barang dan jasa, terutama yang tidak atau belum dapat diproduksi sendiri, seperti misalnya kapital dan teknologi dari negeri laian.. Inilah yang tercermin dalam kegiatan impor; yang harus dibiyayai dengan devisa yang pada dasarnya dihasilkan ekspor. Masalah yang dihadapi dalam hubungan ini adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan impor dengan kemampuan membiyayainya, yang ditunjukan dalam jumlah devisa hasil ekspor yang diperoleh perekonomian nasional. Dalam konteks ini berarti terdapat ``import-eksport gab`` Bisa diprcaya bahwa Indonesia menghadapi dua macam kesejangan ini, yaitu kesenjangan antara mega-infrastruktur dibanding dengan tabungan, dan antara import yang diperlukan dengan ekspor yang bisa di laksanakan. Semuanya itu harus dibiyayai, dengan utang luarnegeri, karena kondesi keuangan negara kita tidak mencukupi; dan juga kondesi sosial kita secara signifikan diwarnai oleh kemiskinan dan pengangguran. Sedangkan mega-infrastruktur Jokowi yang sangat imosional; jadi bisa dipercaya bahwa utang luar negeri NKRI akan terus berkelanjutan, inilah yang akan mengurangi (membebanni) kebutuhan hidup dan aspirasi generasi-generasi bangsa masa depan, yang tidak pernah terpikirkan oleh rezim neolib yang silih berganti yang mendominasi keluasaan politik di NKRI. Dalam konteks Utang luarnegeri Indonesia sekarang ini mengalami situasi apa yang bdisebut``gali lubang tutup lubang``dalam hubungannya dengan utang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan utang luar negeri dilakukan, maka semakin besar akumulasi utang luar negerinya. Ini disebabkan oleh karena cicilan plus bunga utang luar negeri secara substansial dibiyayai oleh utang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga utang luar negeri lebih besar dari nilai utang baru, maka terjadilah apa yang disebut ``net transfer``yaitu sumber-sumber keuangan dari Indonesia mengalir ke pihak-pihak kriditor asing. Demikianlah yang terjadi di era Orde Baru, yang kini diteruskan oleh rezim reformasi Jokowi-JK sekarang ini. Kecuali itu, era reformasi selama 20 tahun ini, rezim reformasi Jokowi-JK nampak sibuk menyediakan lahan-lahan tanah dan apa saja bagi kepentingan para investor asing yang diundannya; yaitu menyediakakan lahan tanah dan buruh murah bangsa Indonesia, demi lancarnya rekolasi industri negara-negara neolib yang mengalami krisis pembiyayaan industri dinegaranya. Jadi tidaklah mengherankan jika sekarang ini arus masuk investasi asing secara besar-besaran dalam rangka relokasi industri yang saling berdatangan, sambil memanfaatkan buruh murah bangsa Indonesia, dengan senang hati memenuhi undanagn Jokowi, yang dipandang sangat menbantu jalannya industri negra-negra neolib yang telah mengalami kebangkrutan. Para investor asing itu antara lain adalah RRC, Jepang, Korea Selatan, A.S, Jerman, Turki dll. Menurut pengamatan saya rezim reformasi Jokowi-JK telah memberikan suatu kesempatan yang sebesar-besarnya bagi pihak asing untuk memperbesar kekuasaannya dalam sektor industri di NKRI; Jadi ini berarti bahwa yang melakukan ekspor dari Indonesia itu banyak terdiri dari pihak asing. Jika ini yang terjadi, maka sungguh relevan apabila kita mengatakan bahwa dalam masalah industri NKRI telah kehilangan kedaulatannya, karena yang banyak memiliki pabrik adalah pihak asing, peranan NKRI hanya melenggarakan pabrik-pabrik milik invesror asing, dengan cara mengusur tanah-tanah pertanian, untuk dijadikan lahan mendirikan pabrik-pabril,lapangan terbang, kereta super cepat dll; yang semuanya itu untuk menciptakan suasana globalisasi serba ada bagi para investor asing. Dilain pihak buruh dan kaum tani terus diremehkan, karena para investor asing terutama RRC menggunakan buruhnya sendir, dan kaum tani kehilangan tanah garapan seperti yang sudah disinggung diatas. Oleh karena itu sungguh relevan jika saya mengatakan bahwa rezim reformasi pada akhirnya telah menghasilkan kegagalan total dalam memahami cita-cita Proklamasi Kemerdekaan kita ,yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara industri, seperti yang dicita-citakan oleh UUD 45, khususnya Pasal 33 UUD 45 dan Pancasila 1945, demi tercapainya suatu masyarakat yang adil dan makmur, tanpa adanya penghisapan manusia atas manusia. Kegagalan rezim reformasi untuk menjadikan NKRI sebagai negara Industri sebab utamnya adalah oleh karena rezim reformasi telah melakukan 4 kali amandemen UUD 45, dan mengganti dengan UU yang mengabdikan dirinya pada kepentingan pihak asing, yaitu kaum Neoliberal yang sudah menggelobal dibawah pimpinan imperialisme AS ; inilah hasil nyata dari taktik pemunduran strategis Orde baru, dari sejak mulainya berdiri, yang sekarang diaminni oleh rezim reformasi. Jadi Reformasi yang sudah 20 Tahun berlalu akhirnya telah menghasilkan Zaman Edan. Edan adalah tidak waras, tidak mampu menggunakan nalar sehat. Edan menabrak sekalian kaidah kehidupan, kaidah hukum , menabrak Konstitusi Negara, yaitu UUD 45 dan Pancasila 1 Juni 1945. Dampaknya adalah NKRI telah kehilangan kedaulatannya, misalnya: kedaulatan Rakyat hilang diganti dengan kedaulatan pasar bebas milik kaum neolib, dan juga kehilangan Kedaulatan teknik, kedaulatan pangan, kedaulatan budaya, kedaulatan industri, kedaulatan obat dll. Bukankah ini sesuatu yang memalukan??? Suatu Negara yang telah kehilangan kedaulatannya tapi masih mengaku sebagai negara yang Merdeka dan besar. Edan itu juga serius, karena tidak pura-pura, tidak sedang ngedan (pura-pura jadi edan). Sifat edan yang serius itu sungguh berbahaya, karena merusak dan merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara. ``Dunia sudah menjadi edan``. Dampaknya adalah 20 Tahun reformasi NKRI telah menjadi suatu negara yang setia mengabdi pada kepentingan investor asing, penyedia lahan tanah bagi kegiatan industri negra-negara neoliberal, menyediakan pabrik-pabrik bagi investor-investor asing. Jadi dalam konteks ini adalah merupakan suatu elusi bahwa ekspor yang terjadi di Indonesia, terutama ekspor nonmigas, talah dan akan meninggalkan nilai tambah yang substansial di Indonesia, karena yang punya industri adalah pihak asing, NKRI hanya berfungsi sebagai penyedia pabrik-pabrik untuk kegiatan industri negara-negara asing. Sampai sekarang ini saya tidak yakin bahwa reformasi yang sedang berjalan sekarang ini akan menghasilkan Perubahan; dibawah Presiden siapapun (Jokowi, Prabowo atau siapapun). Perubahan dalam konteks ini berarti perubahan yang harus mebawakan NKRI kearah strategi ekonomi yang berdasarkan pada demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Pasal 33 UUD 45. Pesimisme ini didasarkan atas kenyataan bahwa hingga kini Indonesia terutama sekali para eliten bangsanya tidak mau melaksanakan reformasi sosial yang fungdamental atau mendasar. Ini tercermin dalam sikap dan kebijakan rezim reformasi yang sama sekali tidak memiliki kehendak politik yang baik. Yaitu kehendak kembali ke UUD 1945, khususnya Pasal 33 UUD 45, dan Pancasila 1 Juni 1945. Agar supaya bangsa Indonesia dapat menyelesaiakan tugas-tugas Revolusi Indonesia ,yang telah di proklamasikan pada tahun 1945. Mengapa kita harus melaksanakan reformasi sosial yang mendasar? Karena kebangkitan suatu bangsa itu adalah merupakan fungsi dari system sosial bangsa itu secara keseluruhan. Ini berarti bahwa kita harus sungguh-sunguh iklas dan jujur ingin menyaksikan proses berlangsungnya emansipasi rakyat Indonesia dalam keseluruhan aspek kehidupannya. Adapun tatanan sosial-ekonomi yang secara mendasar harus di rombak adalah strukrtur sosial yang pincang, yang merefleksikan dirinya dalam dialektik hubungan ekonomi yang eksploitatif, separti yang sudah disinggung diatas. Dialektik hubungan ekonomi yang eksploitatif itu telah menghasilkan berakomulasinya nilai lebih ditangan sekelompok anggota dalam masyarakat. Untuk maksud tersebut reformasi sosial yang fundamental harus mampu untuk melakukan Retooling alat-alat negara, lembaga-lembaga negara,kepartaian dan organisasi-organisasi massa, ekonomi, produksi dan distribusi. Berantas sampai keakar-akarnya budaya KKN yang sangat bermuatan korupsi. Kemudian dalam penyelenggaraan negara harus mengutamakan antara lain : 1. Harus memilih Urgensi bukan gengsi, artinya bukan memilih High-technologi, yaitu glamor-glamor teknologi; tapi memilih Urgensi yaitu membangun Kecerdasan kehidupan bangsa , yang berarti menaikkan derajat kehidupannya sebagai bagian dari SDM, meningkatkan kemampuan pikiran dan kemampuan budaya, menghapus sikap-sikap inlander, yang penuh dengan minderwaardigheidscomplex. Jadi bukan tehnologinnya yang kita bangun tapi Rakyat-lah yang harus kita bangun, berarti manusianya yang harus kita bangun. 2. Harus memilih Program penghematan bukan program utang luarnegeri, karena utang luarnegeri ternyata telah menjadikan NKRI sebagai Negara jajahan model baru dari kaum kapitalis neoliberal yang sudah menggelobal (IMF, Bank Dunia dll), dan akan membebani kehiduapan generasi bangsa kita dinasa depan. 3- Harus memilih program Kekenesan ekonomi (ekonomi kerakyatan, dan ramah lingkungan), bukan memilih ekonomi yang munafik (ekonomi neoliberal), yang merefleksikan dirinya dalam dialektika ekonomi yang eksploitatif, yang menyebabkan terjadinya kesejangan social, dan kemiskinan diseluruh nusantara. 4. Harus memilih program kedaulatan rakyat, bukan memilih program kedaulatan pasar, karena kedaulatan pasar telah menyebabkan malapetaka besar bagi kesejahteraan hidup rakyat terutama wong ciliknya (cermati program kenaikan harga BBM). Harus siap, back to the basics >>Pasal 33 UUD 45>> mengutamakan kedaulatan rakyat daripada kedaulatan pasar bebes. 5. Harus memilih program menjunjung tinggi pri-kemanusiaan atau HAM, seperti yang tercantum dalam sila ke dua dari Pancasila 1 Juni 1945 versi BK, bukan memilih pelanggaran HAM, seperti yang dilakukan oleh rezim orde baru, dan antek-anteknya dalam bentuk penghilangan (penculikan) aktivis sampai pembunuhan aktivis dll. Mungkin ada yang mau menambahkan. Roeslan.