https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt

Senin 27 Agustus 2018, 14:00 WIB


   Kolom


 Menuju Kesempurnaan DPT

Ahmad Halim - detikNews
<https://connect.detik.com/dashboard/public/irmas_almusyawaroh>
Ahmad Halim <https://connect.detik.com/dashboard/public/irmas_almusyawaroh>
Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> Tweet <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> 0 komentar <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#>
Menuju Kesempurnaan DPT Foto: Ari Saputra
<https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#> <https://news.detik.com/kolom/d-4184208/menuju-kesempurnaan-dpt#>
*Jakarta* -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia akan menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada 28 Agustus 2018. Setelah ditetapkan, warga yang tidak terdaftar dalam DPT baru bisa menggunakan hak pilihnya 1 jam sebelum Tempat Pemungutan Suara (TPS) ditutup.

Untuk itu, sangat penting bagi seluruh rakyat Indonesia yang sudah memenuhi syarat (baca Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Bab IV pasal 198) dalam Pemilihan Umum Serentak Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 terdaftar dalam DPT.

Belajar dari pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, bagi Anda yang tidak terdaftar, kemungkinan tidak bisa menggunakan hak pilih, meski dalam pasal 348 telah diatur bahwa yang bisa menggunakan hak pilihnya pada saat pemungutan suara meliputi; (a) pemilik KTP elektronik yang terdaftar dalam DPT di TPS yang bersangkutan, (b) pemilik KTP elektronik yang terdaftar dalam daftar pemilih tambahan (DPTb), (c) pemilik KTP elektronik yang tidak terdaftar dalam DPT dan DPT, (d) penduduk yang telah memiliki hak pilih.

Mengapa demikian, karena UU No. 7/2017 pasal 344 poin (2) mengatakan jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah DPT ditambah 2 persen dari jumlah pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU.

Inilah yang akan membuat banyak warga tidak bisa memilih karena kehabisan surat suara, seperti kasus yang pernah terjadi saat Pilkada DKI 2017. Menurut Mimah Susanti, Ketua Bawaslu DKI Jakarta periode 2012-2017, ada 10 TPS yang surat suaranya habis. Oleh karena itu sangat penting seluruh rakyat Indonesia terdaftar dalam DPT.

*Lemahnya Pengawasan*

Sampai tulisan ini dibuat, belum ada rekomendasi atau temuan dari Bawaslu perihal adanya dugaan pelanggaran daftar pemilih untuk pemilu serentak 2019 seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda, Nomor Kartu Keluarga (NKK) ganda, usia di atas 100 tahun. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta misalnya, lebih fokus terhadap TPS dengan jumlah pemilih di bawah 200, daripada NIK ganda, NKK ganda, dan usia di atas 100 tahun.

Padahal, Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum pasal 9 ayat 3 mengatakan, penyusunan daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan membagi pemilih untuk setiap TPS paling banyak 300 (tiga ratus) orang, dengan memperhatikan; (a) tidak menghubungkan kelurahan/desa atau sebutan lainnya; (b) kemudahan pemilih ke TPS; (c) tidak memisahkan pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda; (d) hal-hal berkenaan dengan letak geografis; dan (e) jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memperhatikan tenggang waktu pemungutan suara. Oleh karena itu, TPS yang jumlah pemilihnya di bawah 200 tidak masalah selama tidak menghilangkan hak pilih seseorang.

Memang terkadang ada juga satu keluarga, TPS-nya berbeda. Namun, hal ini bukanlah substansi dari pengawasan daftar pemilih. Keluarga yang terpisah TPS-nya tetap terdaftar dalam DPT dan tetap bisa menggunakan hak pilihnya. Substansi dari daftar pemilih adalah menjaga hak pilih warga agar tidak hilang karena keteledoran dari KPU.

Untuk mengawasi daftar pemilih sesungguhnya mudah saja jika Bawaslu memiliki strategi pengawasan, dan tentu memiliki sistem yang sebanding dengan Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) milik KPU. Sebab, saat ini daftar pemilih dari mulai Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), dan Daftar Pemilih Tetap nomor NIK, NKK, dan tanggal lahir akan ditutup sesuai peraturan KPU Nomor 11/2018 pasal 22 ayat 2, pasal 27 ayat 11, pasal 32 ayat 12 yang mengatakan salinan DPS, DPSHP, dan DPT yang diberikan tidak menampilkan informasi Nomor Induk Kependudukan, dan Nomor Kartu Keluarga Pemilih secara utuh.

Meski demikian KPU menambahkan tahun kelahiran juga tidak diinformasikan. Ini menambah beban pengawasan. Karena sampai saat ini Bawaslu tidak memiliki strategi dan sistem pengawasan, maka sudah bisa dipastikan Bawaslu tidak bisa melindungi hak pilih rakyat Indonesia. Bawaslu hanya fokus pada tugas penindakan saja, tidak bisa melakukan pencegahan seperti yang ditugaskan dalam pasal 101 huruf (b) mengedepankan pencegahan dari pada penindakan.

Sedangkan, negara sangat membutuhkan Bawaslu untuk mengawasi daftar pemilih agar hak pilih orang lain tidak hilang. Jangan sampai pada 17 April 2019 nanti banyak publik yang datang ke TPS, tapi tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar dalam DPT dan surat suara 2 persen habis. Akhirnya, Bawaslu lebih banyak melakukan penindakan daripada pencegahan, dan ini menandakan bahwa pengawasan daftar pemilih yang dilakukan pengawas pemilu gagal.

*Rekomendasi
*
Oleh karena itu, demi terciptanya daftar pemilih yang berkualitas, ada beberapa rekomendasi yang mesti dijalankan. Pertama, Bawaslu haruslah fokus terhadap hak pilih rakyat Indonesia, karena seorang warga negara secara faktual berdomisili, di situlah dia harus terdaftar dan menggunakan hak pilihnya. Dan, itu telah diatur dalam Pasal 28 I Ayat (4) UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara. Negara dalam hal ini lebih menjurus ke lembaga Bawaslu dan KPU.

Kedua, Bawaslu harus memiliki sistem pengawasan daftar pemilih. Hal ini sangat penting mengingat KPU dalam melacak kegandaan memakai Sidalih. Ketiga, gencarkan kembali pengawasan partisipatif terhadap DPT. Pengawasan partisipatif diperlukan karena pentingnya penciptaan DPT yang baik agar tidak disebut sebagai "bangsa keledai". Keempat, meminta publik sama-sama mengkroscek nama masing-masing di /website/ KPU apakah sudah terdaftar dalam DPT atau belum. Jika belum, maka segera melapor ke KPU tingkat kelurahan masing-masing.

*Ahmad Halim* /peneliti Indonesia Voter Initiative for Democracy (IViD)/


*(mmu/mmu)








*

Kirim email ke