https://news.detik.com/kolom/d-4405342/setelah-angka-kemiskinan-turun-lagi

Selasa 29 Januari 2019, 14:27 WIB


   Kolom


 Setelah Angka Kemiskinan Turun (Lagi)

A. Saebani - detikNews
<https://connect.detik.com/dashboard/public/saebani994>
A. SAEBANI <https://connect.detik.com/dashboard/public/saebani994>
Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4405342/setelah-angka-kemiskinan-turun-lagi#> Tweet <https://news.detik.com/kolom/d-4405342/setelah-angka-kemiskinan-turun-lagi#> Share *0* <https://news.detik.com/kolom/d-4405342/setelah-angka-kemiskinan-turun-lagi#> 1 komentar <https://news.detik.com/kolom/d-4405342/setelah-angka-kemiskinan-turun-lagi#> Setelah Angka Kemiskinan Turun (Lagi) Kemiskinan turun, tapi kesenjangan masih tinggi (Foto: Agung Pambudhy)
*Jakarta* -
Rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai penduduk miskin di Indonesia pada September 2018 sebesar 9,66 persen (25,67 juta orang), berkurang sebesar 0,16 persen poin (0,28 juta orang) dibandingkan posisi Maret 2018 sebesar 9,82 persen (25,95 juta orang). Dalam satu tahun penduduk miskin turun mencapai 0,46 persen poin (0,91 juta orang) terhadap September 2017 yang masih 10,12 persen (26,58 juta orang).

Lantas, apakah konsistensi penurunan penduduk miskin juga diikuti dengan peningkatan kualitas hidup, seperti perbaikan gizi, kesehatan, maupun pendidikan dilihat dari pengeluaran terhadap garis kemiskinan?

*Stabilitas Ekonomi*

Terjaganya stabilitas ekonomi diduga sebagai faktor terjadinya penurunan tingkat kemiskinan pada September 2018. Di samping bahan bakar minyak bersubsidi (Premium) tidak dinaikkan pada periode tersebut, juga faktor lainnya seperti laju ekonomi yang cukup tinggi (tumbuh di atas 5 persen) dan selama periode Maret-September 2018 kondisi inflasi umum cukup rendah yakni sebesar 0,94 persen.

Juga adanya penurunan harga eceran secara nasional, seperti beras yang turun 3,28 persen, daging sapi turun 0,74 persen, minyak goreng turun 0,92 persen, dan gula pasir turun sebesar 1,48 persen. Di samping itu naiknya rata-rata upah buruh tani pada September 2018 sebesar 2,07 persen dibanding Maret 2018, nilai tukar petani (NTP) pada September juga mengalami kenaikan sebesar 1,21 persen dibandingkan Maret 2018 dari 101,94 menjadi 103,17.

*Mendekati Harapan

*Pengentasan kemiskinan pada angka titik terendah mendekati harapan dengan melihat konsistensi angka dari tahun ke tahun. Namun demikian, penurunan jumlah maupun persentase tingkat kemiskinan perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas hidup penduduk miskin. Nyatanya, kualitas hidup penduduk miskin masih perlu diperbaiki dalam membangun SDM berdaya saing untuk sejajar dengan penduduk yang sudah keluar dari garis kemiskinan.

Kondisi tersebut tercermin dari besarnya sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 73,54 persen berbanding terbalik dari non makanan yang hanya 26,46 persen. Di samping beras penyumbang utama terhadap garis kemiskinan (19,54 persen di perkotaan dan 25,51 persen di perdesaan). Konsumsi rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua baik di perkotaan maupun di perdesaan. Ironi, tingginya penduduk miskin mengkonsumsi rokok kretek filter mengalahkan konsumsi telor ayam ras, daging ayam ras, pengeluaran pendidikan, maupun perumahan.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2018 memperlihatkan konsumsi rokok kretek filter memberikan sumbangan terhadap garis kemiskinan sebesar 10,39 persen di perkotaan dan 10,06 persen di perdesaan. Kondisi ini jauh berbeda dengan konsumsi makanan berprotein; telur ayam ras berkontribusi sebesar 3,89 persen di perkotaan dan 3,36 persen di perdesaan, dan daging ayam ras 3,80 persen di perkotaan dan 2,21 persen di perdesaan.

Sedangkan kontribusi terhadap garis kemiskinan dari non makanan seperti pengeluaran untuk perumahan sebesar 8,42 persen di perkotaan dan 7,26 persen di perdesaan. Pendidikan sebesar 1,93 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan.

Menurut WHO, Indonesia merupakan negara ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan konsumsi rokok pada penduduk 15 tahun ke atas mengalami peningkatan dari 32,8 persen pada 2016 menjadi 33,8 persen pada 2018. Peningkatan konsumsi rokok pada keluarga miskin selain memperlambat program pengentasan kemiskinan juga menjadi beban negara untuk mengobati penyakit akibat dari kerugian merokok terhadap kesehatan.

Akibat perilaku tidak sehat seperti perokok, tidak seimbangnya pola makan, rendahnya makanan berprotein dan vitamin dapat meningkatkan penyakit tidak menular. Penyakit akibat merokok misalnya kanker, TBC, jantung, dan komplikasi. Menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan tahun 2016, pembiayaan kesehatan untuk penyakit jantung mencapai Rp 7,4 triliun rupiah, lebih dari 10 persen dibandingkan total iuran BPJS pada tahun yang sama sebesar 67,4 triliun rupiah.

*Kualitas Hidup*

**Penduduk yang sejahtera lahir batin lebih utama daripada sekadar penurunan tingkat kemiskinan itu sendiri. Tingkat kemiskinan adalah gambaran makro dalam menentukan jumlah maupun persentase penduduk miskin. Permasalahan yang perlu menjadi perhatian selain mengurangi jumlah dan persentase penduduk miskin yaitu meningkatkan kualitas hidup sehingga tidak menjadi kemiskinan yang kronis. Bahkan kemiskinan menjadi "budaya" dengan berharap bantuan pemerintah untuk menyambung hidup keluarganya.

Mewujudkan penduduk miskin keluar dari lingkaran kemiskinan perlu diimbangi dengan kebijakan perbaikan perilaku sehat, mengkonsumsi makanan bergizi, serta kemudahan terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa perilaku sehat, meningkatkan pendidikan, serta kemudahan akses kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup penduduk. Peningkatan kualitas hidup dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga taraf hidup akan lebih baik dan kemiskinan pun akan menurun dengan sendirinya.

Kebijakan pemerintah memberikan bantuan sosial berupa transfer tunai dan program padat karya perlu diimbangi pemanfaatan dari program tersebut. Edukasi dan pendampingan perlu ditingkatkan supaya bantuan sosial yang diterima penduduk miskin dibelanjakan untuk pembelian makanan bernutrisi dan bergizi. Pengeluaran penduduk miskin yang tidak bermanfaat seperti konsumsi rokok perlu dikurangi atau bahkan dihilangkan, dan dialihkan untuk keperluan yang lebih bermanfaat demi meningkatkan kualitas hidup.

*A. Saebani* /KSK dan Statistisi Ahli Pertama BPS Cianjur/


*(mmu/mmu)
*




**


Kirim email ke