http://mediaindonesia.com/read/detail/227729-pendiri-pa-212-ditangkap-karena-penggelapan-visa-haji
/*Pendiri PA 212 Ditangkap karena Penggelapan
*/
/*Visa Haji*/
Penulis: *Aries Wijaksena* Pada: Jumat, 05 Apr 2019, 12:44 WIB
Megapolitan <http://mediaindonesia.com/megapolitan>
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/read/detail/227729-pendiri-pa-212-ditangkap-karena-penggelapan-visa-haji>
<http://twitter.com/home/?status=Pendiri PA 212 Ditangkap karena
Penggelapan Visa Haji
http://mediaindonesia.com/read/detail/227729-pendiri-pa-212-ditangkap-karena-penggelapan-visa-haji
via @mediaindonesia>
Pendiri PA 212 Ditangkap karena Penggelapan Visa Haji
<http://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/news/2019/04/dfae5994400afd2a611e5c0b06675a04.jpg>
/ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho/
Petugas menyiapkan visa haji. Pendiri PA 212 ditangkap karena penipuan
visa haji
POLISI menangkap pendiri Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ahmad Bukhori
Muslim atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan visa jamaah
haji, Kamis (4/4) dini hari.
"Yang bersangkutan ditangkap di Perum Taman Permata Cikunir, Bekasi
pukul 04.30 WIB oleh Unit 5 Subdir 4 Ditreskrimum," kata Kabid Humas
Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono kepada wartawan, Kamis
(4/4) malam.
Penangkapan berdasarkan laporan dengan nomor:
LP/3368/VI/2018/PMJ/Ditreskrimum, tertanggal 28 Juni 2018, dengan barang
bukti satu buah surat pernyataan dan satu buah kwitansi.
Berawal di sebuah tempat pengajian, pelapor bertemu Bukhori. Pelapor
minta bantuan untuk mengurus visa haji untuk jemaah pelapor karena sudah
habis kuota haji.
Pelapor pun percaya dengan salah satu tokoh PA 212 itu. Keduanya pun
bertemu kembali di depan kantor Kedutaan Arab Saudi. Pelapor menyerahkan
paspor dan uang US$136.500 beserta 27 paspor untuk mengurus visa furodahnya.
*Baca juga: * Kemenag Seleksi Calon Petugas Haji
<http://mediaindonesia.com/read/detail/227713-mendag-pastikan-harga-bahan-pangan-di-cirebon-aman>
"Penyerahan tersebut di dalam mobil milik terlapor, namun tidak ada
tanda terima saat itu. Pelapor minta visa harus jadi selama tiga hari
dan terlapor menyanggupi," ujarnya.
Tiga hari berlalu, Bukhori tidak memberi kabar. Pelapor minta tolong
saksi AJ menghubungi Bukhori dan bertemu di rumah AJ. Saat itu dibuat
surat pernyataan dan kwitansi penerimaan uang dan 27 paspor.
"Sampai laporan polisi, visa haji furodah tidak pernah diurus. Terlapor
tidak mengakui telah menerima uang karena versi terlapor, pelapor hanya
menyerahkan paspor," imbuh Argo.
Selain menahan tersangka, polisi juga menyita barang bukti surat
pernyataan dan kwitansi. (OL-2)
<http://www.facebook.com/share.php?u=http://mediaindonesia.com/read/detail/227729-pendiri-pa-212-ditangkap-karena-penggelapan-visa-haji>
<http://twitter.com/home/?status=Pendiri PA 212 Ditangkap karena
Penggelapan Visa Haji
http://mediaindonesia.com/read/detail/227729-pendiri-pa-212-ditangkap-karena-penggelapan-visa-haji
via @mediaindonesia>
**
**
Adolf Gustaaf Lembong: Desersi dari KNIL dan Miskin Bersama TNI
Ilustrasi Seri Desersi Adolf Gustaaf Lembong. tirto.id/Lugas Ilustrasi
Seri Desersi Adolf Gustaaf Lembong. tirto.id/Lugas Oleh: Petrik Matanasi
- 5 April 2019 Dibaca Normal 3 menit Adolf Gustaaf Lembong punya kisah
desersi yang romantis. Dia tinggalkan dinas militer Belanda dengan gaji
bagus dan bergabung dengan TNI yang miskin. tirto.id - Sebetulnya, Adolf
Gustaaf Lembong merasa sudah memberikan kesetiaannya kepada Kerajaan
Belanda. Bahkan ketika Hindia Belanda sudah runtuh dan Jepang berkuasa
di Indonesia. Pada masa itu, meski sudah dijadikan Heiho (pembantu
tentara Jepang) di front Pasifik, Lembong dan kawan-kawan Manadonya
kabur lalu bergerilya bersama orang-orang Filipina dan Amerika di
Pangasinan, Filipina. Di sana Lembong dan kawan-kawan pernah menyerang
para serdadu Jepang. Itulah kisah desersi pertama Lembong. Kisah desersi
dan gerilyanya di Filipina itu layaknya sebuah cerita film. Filipina
adalah kisah jaya Lembong di front Pasifik. Dia sama legendarisnya
dengan Hendrik Pomantow. Baca juga: Kisah Hendrik Pomantow Terapung
Berhari-hari di Lautan Pasifik Sebelum jadi Heiho, Lembong adalah satu
dari ribuan militer KNIL berkebangsaan Indonesia yang dijadikan tawanan
di Jawa Barat. Di Heiho, selain dapat duit, dia tidak akan jadi sasaran
pengawasan militer Jepang yang tidak menyukai dan sering curiga kepada
orang Manado-Kristen. Di mata Jepang, mereka dianggap "anjing Belanda".
Tapi tak bisa dipungkiri bahwa ada banyak orang Manado-Kristen macam Sam
Ratulangi atau Thomas Najoan yang anti-Belanda dan terlibat aktif dalam
pergerakan nasional. “Aku bangga mengatakan disini kami serdadu Manado
KNIL, serdadu dengan hati dan jiwa menunjukkan patriotisme mereka kepada
'merah putih biru' dengan 'keringat-tangis dan darah',” aku Lembong
dalam laporannya yang dikumpulkan NEFIS, Laporan kegiatan gerilya Adolf
Lembong (Letnan Satu LGAF USAFFE) Agustus 1943 hingga April 1945. Tapi
itu ditulisnya waktu Republik Indonesia belum ada. Lembong seperti
kebanyakan orang Indonesia yang pikirannya masih terjajah oleh
kolonialisme Belanda dan keindonesiaannya belum terbentuk. Dari Petugas
Radio hingga Desersi Lembong bukan perwira KNIL sebelum 1942, dia hanya
petugas radio. Tapi pada 1945, KNIL Belanda harus mengakuinya sebagai
letnan satu lantaran dia pernah bergerilya di Filipina selama dua tahun.
Setelah diaktifkan kembali di KNIL, seharusnya Adolf Lembong bisa hidup
enak dengan gaji seorang letnan di masa sulitnya ekonomi setelah Perang
Dunia II berakhir. Toh, Repulik Indonesia yang baru berdiri pada 1945
nyatanya tidak punya tentara tangguh karena kekurangan segala-galanya,
mulai dari kemampuan rata-rata personel hingga senjata. Bisa dibilang
Republik Indonesia suram di awal kelahirannya. Sementara KNIL makin kuat
setelah 1946. Serdadu-serdadunya bukan sukarela seperti kubu sebelah
yang tidak dapat gaji di masa Revolusi, serdadu KNIL dapat gaji dan
jatah bir. Padahal banyak orang Indonesia kekurangan makan dan pakaian
di zaman itu. Jika Lembong ikut Republik, hidupnya tidak akan senyaman
bersama KNIL. Namun di tahun 1947, Lembong mulai berubah pikiran.
Jiwanya bukan lagi Merah-Putih-Buru seperti di Filipina dulu. Semua
telah berubah. Kini yang ada di pikirannya adalah bergabung dengan
pejuang Merah-Putih yang sebangsa dengannya. Banyak kawan-kawan
Manadonya, terutama di organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi
(KRIS), yang sudah ikut Republik. Sementara itu, pada Juli 1947,
Jenderal Simon Hendrik Spoor dan balatentaranya melancarkan Operasi
Produk dengan tujuan menyikat daerah-daerah Republik yang menghasilkan
duit, yakni wilayah perkebunan di Jawa Barat. Negara kolonialis macam
Belanda tentu saja menjadikan skema balik modal sebagai prinsip utama.
Dengan disikatnya kota-kota bernilai ekonomis itu, setidaknya tentara
Republik juga kena gebuk dan makin terjepit. Operasi inilah yang
kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I. Rupanya di masa
tergebuknya Republik itu, Adolf Lembong, laki-laki asal desa Ongkaw,
Minahasa, malah begitu menggebu-gebu bergabung dengan Republik Indonesia
yang kala itu beribukota di Yogyakarta. “Ia lari dari KNIL, masuk laskar
kita,” aku Ventje Sumual dalam autobiografinya yang disusun Bert Supit
dan B.E. Matindas, Ventje Sumual, Pemimpin yang Menatap Hanya ke Depan
(1998: 65). Dengan mudah Lembong diterima sebagai perwira militer
Republik yang sedang membutuhkan perwira berpengalaman. KRIS sebagai
perkumpulan orang Minahasa di Jawa tentu rela menampungnya. Rekomendasi
dari Sam Ratulangi membantunya bergabung dalam ketentaraan Republik.
Gagal Mengulang Romantisme Gerilya Lembong yang diberi pangkat letnan
kolonel dalam ketentaraan Indonesia pernah menjadi komandan brigade
sebentar. Tapi tak semua perwira TNI suka pada Lembong. Setelah tak jadi
komandan brigade, Lembong pun diparkir di Kementerian Pertahanan. Lalu
ada upaya menjadikan Lembong sebagai atase militer di Filipina. Waktu
kabur dari Filipina dulu, Lembong tidak sendiri rupanya, tapi bersama
Asuncion Angel—perempuan Filipina yang dinikahinya waktu bergerilya
melawan Jepang—yang disapa Cion dan Adolf Lembong Junior. Seorang
wartawan Filipina yang kebetulan berada di Yogyakarta kemudian bertemu
dengannya. “Sekarang, Adolf Lembong, salah satu Letnan gerilya Filipina,
memegang komando sebuah Brigade Tentara Indonesia,” tulis Arsenio Lacson
dalam Inside Indonesia: Ninth of series yang dimuat Manila Times
(15/11/1948). Kata Lacson, karier Lembong di TNI, “menanjak dari Kapten
ke Mayor lalu ke Letnan Kolonel. Seperti Tentara Republik Indonesia yang
lain, satuan-satuan seperti brigade berisikan anak-anak muda, veteran
yang teruji dalam pertempuran sulit, ahli teknik peperangan gerilya.”
Soal perang gerilya, Adolf Lembong jelas lebih teruji daripada Panglima
Besar TNI, Jenderal Sudirman. Infografik Seri Desersi Lembong seperti
kebanyakan perwira lain: mereka akan diserang tentara Belanda. Kepada
Lacson, Lembong mengaku bermacam-macam senjata dari berbagai jenis, yang
kebanyakan hasil rampasan, tidak cukup memadai. Namun Lembong tidak
menyesali keputusannya. “Kami hanya tentara miskin. Tetapi jika Belanda
menyerang kami, kami akan bertempur. Kami akan memecah dalam kelompok
kecil. Tak ada komunikasi teratur, melakukan sabotase dan taktik bumi
hangus. Kami akan membuat mereka merasakan apa yang Bala Tentara Jepang
rasakan di Filipina,” kata Lembong seperti dikutip Arsenio. Baca juga:
Asal Usul Jalan Lembong Tidak hanya Lembong yang bersemangat, tapi juga
Cion. Ketika ditanya Lacson apa yang ingin dilakukan Cion jika tentara
Belanda menyerang, Cion mengatakan: “Aku akan bersama suamiku ketika
perang tiba, jika perlu aku harus jadi gerilyawan lagi.” Mereka berdua
seolah-olah hendak mengulang romantisme perjuangan di Filipina dulu. Apa
yang dimaui Lembong dan Cion tak terlaksana. Setelah Belanda menyerbu
ibu kota Yogyakarta pada 19 Desember 1948, Lembong malah jadi tawanan
perang. Lembong baru bebas setelah Perjanjian Roem-Royen disepakati pada
1949. Dia pun kembali menjadi letnan kolonel TNI meski lagi-lagi hanya
untuk waktu yang sangat singkat. Sebab ketika dikirim ke Bandung,
Lembong menjadi sasaran amuk serdadu-serdadu KNIL yang terlibat aksi
Westerling—dikenal sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)—di depan
gedung yang kini jadi Museum Mandala Wangsit. Tak heran jika di areal
museum itu ada patung Adolf Lembong. Jalan di depan museum itu pun
dinamai Jalan Lembong. Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau
tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi (tirto.id - Humaniora) Penulis:
Petrik Matanasi Editor: Ivan Aulia Ahsan Lembong dengan mudah diterima
sebagai perwira TNI yang sedang membutuhkan perwira berpengalaman.
Baca selengkapnya di Tirto.id <https://tirto.id> dengan judul "Adolf
Gustaaf Lembong: Desersi dari KNIL dan Miskin Bersama TNI",
https://tirto.id/adolf-gustaaf-lembong-desersi-dari-knil-dan-miskin-bersama-tni-djMx.
Follow kami di Instagram: tirtoid <https://instagram.com/tirtoid> |
Twitter: tirto.id <https://twitter.com/tirtoid>