https://kumparan.com/harris-maulana/menjadi-petugas-kpps-pemilu-serentak-itu-berat-cukup-sekali-saja-1qyp69lFUYw

*Menjadi Petugas KPPS Pemilu Serentak Itu Berat, Cukup Sekali Saja*

Ilustrasi Surat Suara Foto: Antara/Darwin Fatir

Waktu menunjukkan pukul 06.30 ketika saya dan rekan-rekan petugas KPPS
sudah berkumpul di TPS 49 untuk melakukan hajatan nasional terbesar, yaitu
pemilu serentak 2019. 17 April 2019, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya
tiba. Rasanya hampir semua orang menantikan datangnya hari itu. Mulai dari
rakyat jelata sampai elite-elite politik yang mendaftarkan diri menjadi
caleg dan capres.

Setelah semua siap, sebelum dimulainya acara kami bersumpah di hadapan para
hadirin dan saksi bahwa kami akan menjalankan tugas dengan benar, sesuai
dengan aturan yang sudah ditentukan. Di antara kami, tidak ada niat untuk
berbuat curang. Kami saling mengingatkan dan menegur jika ada sesuatu hal
di luar kewajaran.

Saya bertugas sebagai KPPS 5. Tugasnya seperti pagar bagus kalau ada
hajatan. Menyambut tamu dan *check list* apakah yang mendaftar namanya
sudah ada dalam DPT. Jika ada, bisa langsung menunggu untuk dipanggil
giliran mencoblos. Jika tidak ada di daftar namun mereka merupakan warga
setempat, silakan menunggu sampai pukul 12.00 untuk menunggu giliran
mencoblos sesuai dengan peraturan.

Mulai dari pukul 08.00 ketika TPS dibuka, masyarakat sangat antusias
berdatangan. Sampai pukul 10.30, pendaftar datang tanpa jeda. Bahkan, di
antaranya ada yang rela berdiri sambil menunggu panggilan. Kami mencatat
dari 234 DPT, yang hadir ke TPS mencapai 207 orang. Jadi, sekitar 88 persen
menggunakan hak pilihnya. Luar biasa.

Akhirnya, pukul 13.00 pendaftaran kami tutup. Tahap pertama sudah selesai.
Kami istirahat terlebih dahulu sambil menyantap makan siang nasi padang,
yang disumbangkan oleh warga. Sebenarnya, panitia juga sudah menyiapkan
makan siang, namun rasanya nasi padang ini kok lebih nendang, ya. Satu
bungkus habis semua sampai nangka-nangkanya.

Setelah istirahat, kami mulai penghitungan suara, dimulai dari calon
presiden-wakil presiden. Saya memilih untuk *check list* di papan form C-1.
Kurang lebih satu jam selesai. Lalu, dilanjut dengan calon DPR RI. Ini
penghitungannya agak ribet. 20 partai harus ditempelkan di dinding, dan
kita harus jeli memperhatikan nama caleg setiap partai.

Saya sampai hafal urutan-urutan nomor partainya. Pukul 16.00 penghitungan
ini selesai. Sebelum magrib kami targetkan selesai satu penghitungan lagi,
yaitu DPD RI. Ini simpel, namun agak ribet ketika menempatkan surat suara
setiap nama, karena harus ada penempatannya. *Alhamdulillah *menjelang
magrib 3 jenis surat suara sudah selesai.

Kalau kerja kantoran, seharusnya kita sudah selesai. Namun karena masih ada
2 surat suara lagi, terpaksa kita harus lembur. Kita putuskan istirahat
agak panjang dari magrib sampai isya. Mandi, kemudian lanjut makan malam.
Pukul 19.30, penghitungan DPRD Provinsi dimulai.

Belum setengah jalan, tiba-tiba mati listrik. Ya Tuhan, PLN kok enggak
antisipasi dengan adanya acara penting ini. Untuk kita punya genset, hingga
akhirnya bisa melakukan penghitungan lagi setelah jeda 30 menit karena
menyiapkan genset. Target selesai jadi meleset hingga pukul 22.30.

Saat itu, kondisinya, tenaga sudah benar-benar terkuras. Mata sudah lelah.
Kopi rasanya sudah tidak mempan. Konsentrasi juga sudah mulai buyar. Bukan
hanya petugas, para saksi pun sudah mulai kepayahan. Kami mulai bergantian
untuk beristirahat. Saya sempatkan tidur 10 menit. Biasanya, badan akan
kembali bugar asal sempat tidur sejenak.

Penghitungan DPRD Kota dimulai pukul 23.00. Rumitnya hampir sama. Selesai
dalam waktu 1,5 jam. Hari sudah berganti menjadi 18 April 2019. Sudah ramai
orang membicarakan hasil *quick count*. Namun kami tidak peduli. Terus
melakukan rekap berbagai formulir dan puluhan tanda tangan yang harus kami
bubuhi.

Tepat pukul 02.00 seluruh rekapitulasi sudah selesai. Semua berkas sudah
kembali masuk ke kotaknya masing-masing dan kami kunci kembali. Semua sudah
kembali tersegel. Tugas terakhir adalah mengantarkan kembali kotak-kotak
suara itu ke kelurahan. Saya sendiri yang mengambil kemudi, ditemani ketua
KPPS dan petugas keamanan.

Ternyata, dari seluruh TPS di Kelurahan Bubulak, kami urutan ketiga yang
datang ke kelurahan. Bisa dibayangkan jam berapa mereka setor. Saya
mendengar ada yang sampai subuh baru selesai.

Ini adalah ketiga kalinya saya menjadi petugas KPPS. Sebelumnya, pernah
menjadi petugas di tahun 2014 saat pilpres dan 2018 saat pilgub dan wali
kota. Bukannya hobi ya, tapi jika menyangkut tugas negara, rasanya berat
untuk menolak. Bukankah dulu doa orang tua yang diucapkan adalah semoga
menjadi anak yang saleh dan berbakti pada orang tua, negara, dan agama.

Meski sudah ketiga kalinya, menjadi petugas KPPS kali ini merupakan yang
terberat dibanding sebelumnya. Bayangkan, yang biasanya menghitung 1-2
surat suara, sekarang menjadi 5 surat suara. Bekerja nonsetop dari pukul
6.30 sampai dini hari.

Saya juga merasakan apa yang dialami oleh rekan-rekan KPPS lain. Di
antaranya banyak yang sakit bahkan banyak juga yang meninggal dunia, sampai
ratusan orang. Hal ini disebabkan oleh beban kerja dan tanggung jawab yang
begitu berat. Kita tidak bisa tiba-tiba pulang karena lelah, lalu
meninggalkan TPS begitu saja. Tidak bisa, karena harus diselesaikan sampai
tuntas.

Rasanya cukup sekali ini saja penyelenggaraan pemilu serentak seperti ini.
Perlu evaluasi yang mendalam untuk penyelenggaraan ke depan. Termasuk
melakukan *e-vote* yang lebih simpel dan praktis.

Nantinya mungkin bisa dibagi menjadi pilpres, pemilihan DPR-RI, dan
pemilihan DPD. Dua tahun berselang gantian menjadi pilgub, pilwalkot,
pilbup, serta pemilihan DPRD Provinsi dan daerah. Yang seperti itu menurut
saya akan lebih ideal.

Dan satu lagi yang ingin saya tekankan. Gema kecurangan pemilu begitu
santer didengungkan.

Padahal, setiap TPS itu ada petugasnya, ada saksi, ada polisi juga, tapi
kok begitu santer diberitakan. Mungkin ada beberapa TPS yang melakukannya,
tapi menurut saya pribadi itu hanya segelintir saja dan tidak berpengaruh
pada hasil akhir.

Itu pun bisa dilakukan coblos ulang. Beberapa daerah sudah melakukannya.
Sebaiknya saat ini kita menahan diri. Boleh tidak percaya dengan hasil *quick
count*. Namun, mari kita tunggu hasil penghitungan manual dari KPU, yang
akan diumumkan tanggal 22 Mei 2019. Itu penghitungan manual ya, bukan
hasil *real
count* dari website KPU. Jadi benar-benar penghitungan satu per satu yang
jauh dari *hacker *yang bisa disusupi secara *online*.

Kirim email ke