Kalau mau pemilihan umum tanpa perlu dukungan finansieel dari pengusaha2
kakap, mestinya rapat2 besar dilarang.
Hanya dibolehkan calon2 mengajukan ideenya di TV. Juga debat hanya di TV.
Semua diberi giliran sama.
Jadi caleg caleg tidak perlu mati-matian ngutang, jual mobil, jual rumah.
Dan kalau terpilih tidak perlu punya utang budi
pada pengusaha.
Tetapi berarti TV dan listrik benar2 sudah masuk desa.
Kalau bisa dilaksanakan, bisa ratusan miljyard diirit.


Pada tanggal Sen, 29 Apr 2019 pukul 21.21 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl
[GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis:

>
>
>
>
> https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1506-tinggalkan-pemilu-mata-duitan
> *Tinggalkan Pemilu Mata Duitan*
> Penulis: *Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group* Pada: Senin, 29 Apr
> 2019, 05:30 WIB podium <https://mediaindonesia.com/podiums>
> 
> <https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1506-tinggalkan-pemilu-mata-duitan>
> 
> <https://twitter.com/home/?status=Tinggalkan%20Pemilu%0D%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20Mata%20Duitan%0Dhttps://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1506-tinggalkan-pemilu-mata-duitan%0D%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20via%20@mediaindonesia>
> [image: Tinggalkan Pemilu Mata Duitan]
> <https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/1200x-/podiums/2019/04/82083b1be45052b9463b509ff866ab54.jpg>
>
> *MI/Tiyok*
> Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group
>
> TELAH bergema di ruang publik keinginan banyak kalangan agar pemilu
> serentak dievaluasi, bahkan dievaluasi dengan sangat keras. Sangat keras,
> yaitu kita berani menyaring, membuang, bahkan memisahkan kembali yang
> semula dipandang bagus dilaksanakan serentak.
>
> Pemilu serentak menelan korban sedikitnya 272 petugas KPPS meninggal dunia
> akibat kelelahan. Fakta itu membuat kita prihatin. Sejujurnya harus dicari
> sang penyebab.
>
> Untuk menjadi petugas KPPS, misalnya, negara tidak mewajibkan pemeriksaan
> kesehatan. Menjadi petugas KPPS sebuah tugas yang sedikit atau banyak
> membuat stres. Inilah stres yang berlangsung dalam tempo yang cepat dan
> padat.
>
> Saya bukan dokter, tapi spekulatif izinkan saya berpandangan bahwa petugas
> KPPS meninggal karena kondisi fisik dan kesehatan mereka tidak cukup prima
> untuk mengurus pemilu serentak yang dinilai paling rumit di dunia. Dari
> sudut pandang itu tentu bukan pemilu serentak yang menjadi  persoalan.
> Persoalan pada personalia. Kita perlu menyaring petugas KPPS lebih keras
> dan ketat dalam perkara kesehatan.
>
> Itu pun belum cukup. Kita pun perlu menambah lebih banyak petugas KPPS
> sedemikian rupa sehingga sehari seorang petugas cukup bertugas maksimum 8
> jam. Lalu tiba saatnya bergiliran dengan petugas yang lain. Demikianlah
> orang yang bertugas mengurus pemilu serentak dalam sehat dan segar. Apakah
> masalah selesai? Tidak.
>
> Semua itu masalah teknis yang tidak langsung berurusan dengan masalah
> substansial, yaitu hak konstitusional rakyat. Yang substansial ialah begitu
> hebat suasana kebatinan pilpres membuat pileg terpinggirkan. Padahal pileg
> pun sangat penting karena di situlah warga memilih partai dan orang yang
> mewakilinya duduk di parlemen. Sebuah urusan yang ruwet karena begitu
> banyak partai dan demikian banyaknya caleg yang umumnya tidak dikenal
> rakyat.
>
> Kalau dipikir mendalam, sekalipun seperti telmi (telat mikir) karena post
> factum, bukankah pilpres memilih eksekutif, sedangkan pileg memilih
> legislatif? Dua cabang kekuasaan yang terpisah dalam sistem ketatanegaraan
> kita. Akan tetapi, kenapa kita satukan dalam pemilu serentak? Bukankah
> lebih pas pilpres diselenggarakan serentak dengan pilkada, yaitu sama-sama
> dalam cabang kekuasaan eksekutif?
>
> Evaluasi yang keras juga kiranya perlu dilakukan menyangkut dahsyat dan
> ganasnya politik uang. Pemilu membikin rakyat mata duitan. Katanya pemilu
> pesta demokrasi. Pesta kok enggak bagi-bagi duit? Betapa ironis, di banyak
> tempat petahana yang amanah sebagai wakil rakyat sekalipun, yang rajin
> 'menyapa' konstituennya, pun berkemungkinan tidak terpilih kembali tanpa
> main wuwur uang.
>
> Karena itu, seperti telah saya kemukakan di forum ini, kita juga harus
> berani keras merombak agar dalam pileg yang dipilih rakyat partai saja.
> Reputasi partai dan nama caleg beserta rekam jejaknya menjadi faktor yang
> mendorong rakyat untuk memilih partai. Bukan adu besar dan top up politik
> uang.
>
> Pencoblosan manual pun perlu terus dinarasikan agar ditinggalkan
> digantikan dengan pencoblosan elektronik. Prinsipnya, kurang lebih, di mana
> perbankan bisa punya ATM, di mana bisa e-banking atau m-banking, di situ
> pula prinsipnya pemilu elektronik dapat diselenggarakan.
>
> Dapat diselenggarakan dalam dua hal sekaligus, yaitu pencoblosan maupun
> penghitungan suara. Investasi pemilu diarahkan pada infrastruktur
> berbarengan dengan investasi untuk mencerdaskan rakyat dalam urusan
> kemajuan teknologi digital sehingga antara lain warga melek media, mampu
> mandiri menolak bahkan melawan hoaks.
>
> Sesungguhnya dan senyatanya berapa besar penghematan pemilu tanpa surat
> suara, tanpa kotak suara, tanpa berhari-hari menghitung suara, tanpa
> penyelenggara dan pengawas berlapis-lapis di TPS di seluruh pelosok Tanah
> Air sampai di KPU dan Bawaslu di Jakarta Pusat?
>
> Semua itu tugas pemerintah dan DPR hasil Pemilu 2019 untuk berani dengan
> keras mengevaluasi pemilu yang terang-terangan telah dirusak politik uang..
>
>
> 
> <https://www.facebook.com/share.php?u=https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1506-tinggalkan-pemilu-mata-duitan>
> 
> <https://twitter.com/home/?status=Tinggalkan%20Pemilu%20Mata%0D%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20Duitan%0Dhttps://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1506-tinggalkan-pemilu-mata-duitan%0D%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20via%20@mediaindonesia>
>
>
>
>
>
> 
>

Kirim email ke