Dasar Hubungan Tiongkok-AS Hadapi Ancaman Semakin Serius dari
 Penderita Paranoia

http://indonesian.cri.cn/20190527/387e4d31-e7d7-98a8-c6c1-ec4fa629e293.html
2019-05-27 09:48:59

Presiden Universitas Yale, Amerika Serikat (AS), Peter Salovey baru-baru ini dalam sebuah surat terbukanya menyatakan kecemasan atas tensi hubungan AS-Tiongkok serta terus meningkatnya sensor pemerintah atas pertukaran akademis. Ia menekankan bahwa keterbukaan adalah salah satu unsur kunci yang membantu perguruan tinggi papan atas AS untuk mencapai prestasi brilian, sekaligus salah satu simbol Universitas Yale.

Perkataan Peter Salovey dalam suratnya tersebut justru menunjukkan bahwa pertukaran antar masyarakat, yang merupakan salah satu batu landasan hubungan Tiongkok-AS tengah menghadapi sekian banyak ancaman dari sejumlah politisi AS yang sakit paranoia. Secara kedokteran, istilah paranoia khusus dirujuk pada penyakit jiwa yang membuat penderita berpikir aneh-aneh yang bersifat khayalan, kadang-kadang berkhayal bahwa dirinya dipersekusi atau dilukai, sehingga selalu dalam keadaan siap siaga. Dari tingkah laku selama satau tahun ini, sejumlah politisi AS ternyata telah menampakkan gejala yang mirip penyakit paranoia. Dengan menjunjung bendera unilateralisme dan proteksionisme, para politisi AS yang sakit paranoia itu selalu memandang Tiongkok sebagai musuh imajiner, menyerang Tiongkok melakukan “agresi ekonomi”, memfitnah Tiongkok melakukan “pencurian”, bahkan memfitnah para mahasiswa Tiongkok yang belajar di AS sebagai “mata-mata”. Memang daya imajinasinya sungguh menakjubkan!

Hubungan antar negara berurat berakar pada hubungan antar masyarakat. Persahabatan antara rakyat adalah dasar hubungan antar negara. Sejak lama pertukaran kultural dan hubungan antar masyarakat selalu memainkan peranan sebagai perintis dan pembela dalam perkembangan hubungan bilateral Tiongkok- AS. Setiap hari sebanyak 14 ribu orang yang melakukan bolak-balik antara kedua tepi samudera Pasifik melalui pesawat terbang. Setiap tahun sebanyak 5,3 juta warga Tiongkok dan AS yang melakukan kunjungan antara satu sama lain. Sebanyak 200 pasang kota di kedua negara yang sudah menjalin hubungan “kota kembar”. Kesemua itu telah menyaksikan kemakmuran pertukaran antar masyarakat Tiongkok dan AS.

Akan tetapi, para politisi AS yang mengidap penyakit paranoia malah memfitnah mahasiswa dan sarjana Tiongkok sebagai “mata-mata”, menakut-nakuti masyarakat AS, bahkan menghasut perlawanan antara rakyat AS dan rakyat Tiongkok, sehingga telah menimbulkan terpaan yang serius terhadap fondasi hubungan Tiongkok-AS. Dari pelarangan sarjana Tiongkok masuk ke wilayah AS sampai diluluskannya Akta Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA) yang memperketat pemeriksaan terhadap permohonan visa mahasiswa dan sarjana Tiongkok, para politisi AS sudah semakin menutup pintu hubungan antar masyarakat kedua negara.

Akan tetapi, tokoh-tokoh bijaksana tidak akan tertipu oleh apa yang dilakukan para pengidap penyakit paranoia tersebut. Data menunjukkan, dalam 9 tahun lalu, Tiongkok merupakan sumber mahasiswa terbesar bagi AS. Sebagai informasi, pada tahun 2017-2018, para mahasiswa Tiongkok yang belajar di AS memberikan kontribusi sebesar 13,9 miliar dolar AS kepada ekonomi AS. Situs Kebijakan Diplomatik AS belum lama lalu menerbitkan sebuah artikel yang ditulis profesor muda Paul Musgrave dari Universitas Massachusetts. Paul mengakui bahwa Tiongkok adalah pasar terbaik bagi sekolah AS. AS yang secara sepihak membatasi jumlah mahasiswa Tiongkok yang memohon belajar di AS akan menimbulkan risiko serius bagi sekolah-sekolah AS, termasuk sistem pendidikan perguruan tinggi AS.



---
此電子郵件已由 AVG 檢查病毒。
http://www.avg.com

Kirim email ke