*https://tabaos.id/sumpah-pemuda-antara-fakta-dan-rekayasa/
<https://tabaos.id/sumpah-pemuda-antara-fakta-dan-rekayasa/> *



*Sumpah Pemuda, Antara Fakta dan Rekayasa*

By

 *Redaksi* <https://tabaos.id/author/redaksi/>

27/10/2019



<https://i0.wp.com/tabaos.id/wp-content/uploads/putusan-kongres-pemuda-BARU..jpg?fit=500%2C362&ssl=1>Teks
Asli Putusan Kongres Pemuda

*Perbuatan rekayasa tersebut, merupakan suatu bentuk tindakan pembohongan
terhadap rakyat Indonesia terutama di bidang pendidikan masyarakat,
dimanaperbuatan pembohongan terhadap rakyat indonesia ituadalah bagian dari
proses pembodohan terhadap masyarakat Indonesia.*

*Oleh: Hendry Reinhard Apituley, SH.,MH*

*TABAOS.ID <http://TABAOS.ID>*,- Konsep ini sengaja diangkat ke permukaan,
karena dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, nama Jong Ambon sudah
hilang dalam naskah pelajaran sejarah yang dipelajari. Padahal, sebelumnya,
dalam pelajaran sejarah mengenai sumpah pemuda, Jong Ambon, Jong Java, Jong
Celebes dan lainnya selalu disebut.

Heran kenapa dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir ini, hanya Jong Java
dan Jong Celebes yang ditulis, sementara Jong Ambon tidak ada lagi. Apa
yang salah disini, mengapa sampai Jong Ambon sudah tidak disebutkan dalam
naskah sejarah belakangan ini. Padahal, dulu saat kita belajar sejarah nama
Jong Ambon selalu disebut sebagai yang punya peran dalam melahirkan sumpah
pemuda tersebut … “.

Paragraf singkat ini adalah komentar dari bapak *Hendry M. Sopacua, Spd.,
SH., MH.*, yang pada saat itu merupakan pejabat Kepala Dinas Pariwisata,
Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga, Pemerintah Kota Ambonsebagaimana
dipublikasikan dalamsurat khabar SUARA MALUKU yang terbit pada hari Kamis,
tanggal 23 Oktober 2014, halaman 12, dibawah judul *‘**Jong Ambon Bicara,
Sambut Sumpah Pemuda 2014’*.

*Fakta I : Putusan = Sumpah (?)*

Adalah suatu fakta sejarah yang membuktikandengan benar dan tak
terbantahkan bahwa, padahari sabtu, tanggal 27 oktober 1928 sampai/dengan
hari minggu, tanggal 28 Oktober 1928 – 91 tahun lalu (1928-2019) – pernah
dilakukan suatu kegiatan yang bernama ‘Kongres Pemuda Kedua’, setelah
sebelumnya dilakukan Kongres Pemuda pertama pada hari Jum’at, tanggal 30
april 1926 hinggahari minggu, tanggal 2 mei 1926 yang menghasilkan
‘Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia’ mengenai kegiatan pemuda
Indonesia dalam bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya.

Kongres Pemuda II yang diketuai oleh Sugondo Djojopuspito dari organisasi
‘Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia’ (PPPI), dan yang dilaksanakan di
gedung ‘Pemuda Katolik’ (*Katholikee Jongelingen Bond*) dan kemudian di
gedung ‘Bioskop Jawa Timur’ (*Oost-Java Biosccoop*) dan kemudian lagi di
gedung ‘Klub Indonesia’ (*Indonesische Clubgebouw*) atas prakarsa dan/atau
gagasan PPPIitu,pada akhirnya menghasilkan:

*Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia*

Kerapatan pemoeda-pemoeda Indonesia diadakan oleh
perkoempoelan-perkoempoelan pemoeda Indonesia jang berdasarkan kebangsaan
dengan namanya *Jong Java*, *Jong Soematra (Pemoeda Soematra)*, *Pemoeda
Indonesia Sekar Roekoen*, *Jong Islamieten*, *Jong Bataksbond*, *Jong
Celebes*, *Pemoeda Kaoem Betawi*, dan *Perhimpoenan Peladjar-peladjar
Indonesia*.

Memboeka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober Tahoen 1928 dinegeri Djakarta
; Sesoedahnja mendengar pidato-pidato pembitjaraan jang diadakan didalam
kerapatan tadi; Sesoedahnja menimbang segala isi-isi pidato-pidato dan
pembitjaraan ini. Kerapatan laloe mengambil kepoetoesan.

Pertama: KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA *MENGAKOE* BERTUMPAH DARAH
JANG SATOE, TANAH INDONESIA. Kedoea: KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA
*MENGAKOE *BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA. Ketiga: KAMI POETRA DAN
POETRI INDONESIA, *MENDJOEN-DJOENG* BAHASA PERSATOEAN,BAHASA INDONESIA

Setelah mendengar poetoesan ini, kerapatan mengeloearkan kejakinan azas ini
wadjib dipakai oleh segala perkoempoelan kebangsaan
Indonesia. Mengeloearkan kejakinan persatoean Indonesia diperkoeat dengan
memperhatikan dasar persatoeannya :

KEMAOEAN, SEDJARAH, BAHASA, HOEKOEM ADAT, PENDIDIKAN DAN KEPANDOEAN. Dan
mengeloearkan pengharapan, soepaja poetoesan ini disiarkan dalam segala
soerat kabar dan dibatjakan dimoeka rapat perkoempoelan-perkoempoelan kita.

Jika ditelaah berdasarkan isi dan/atau materi dari Putusan Kongres Pemuda
II tersebut di atas yang dikutip dari dokumen asli Putusan Kongres Pemuda
II sebagaimana terdapat pada Museum Sumpah Pemuda,jalan Kramat Raya, nomor
: 106, Rukun Warga (RW) 9, Kwitang, Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (10420) dan yang dikelola oleh Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, maka jelaslah bahwa ‘judul’
dari Putusan Kongres Pemuda II tersebut di atas adalah ‘Poetoesan Congres
Pemoeda-Pemoeda Indonesia’ dan bukan ‘Soempah Pemoeda-Pemoeda Indonesia’.

*Baca Juga*  *Mena Muria: Hantu RMS vs Blok Masela*
<https://tabaos.id/mena-muria-hantu-rms-vs-blok-masela/>

Dalam hubungan dengan perihal tersebut di atas, ‘Sumpah Pemuda’ yang
diperingati setiap tahun pada tanggal 28 bulan Oktober oleh bangsa
Indonesia, ternyata tidak memiliki dokumen dan bukti sejarah yang
otentik. Berdasarkan catatan dan dokumen sejarah diketahui bahwa hari
Sumpah Pemuda yang diperingati sebagai peristiwa nasional itu, merupakan
hasil rekonstruksi dan/atau hasil rekayasa dari ‘Para Bapak Pembangunan
Bangsa’ yang didasarkan pada ideologi-ideologi dari generasi yang berbeda.

Rekonstruksi dan/atau rekayasa ‘Putusan Kongres’ menjadi ‘Sumpah Pemuda’
dilakukan oleh Prof. Mr. Dr. Mohammad Yamin –atas restu dari Presiden
Republik Indonesia pada saat itu: Dr (HC) Ir. Sukarno– ketika Mohammad
Yamin memegang jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kabinet
Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo yang ‘pertama’ (30 Juli 1953 – 12 Agustus
1955).

Yamin menyebut ‘PUTUSAN KONGRESPEMUDA-PEMUDA INDONESIA’ yang dihasilkan
melalui ‘KONGRES PEMUDA II’ sebagai ‘SUMPAH INDONESIA RAYA’ yang kemudian
berubah lagi menjadi ‘SUMPAH PEMUDA’, 27 (dua puluh tujuh) tahun setelah
Putusan Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia dihasilkan dalam Kongres Pemuda II
di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928. *Suryanegara, Ahmad Mansur*
(2009) *Api
Sejarah*. Bandung: Salamadai Pustaka Semesta, h. 509).

Perihal tersebut di atas, adalah sebagaimana yang dekemukakan oleh seorang
sejarawan, pengajar dan ahli filologi Indonesia, dan Ketua Pusat Studi
Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Medan, Sumatera
Utara yaitu, Dr. Phil. Ichwan Azhari, bahwa: “Berdasarkan data yang ada,
tidak pernah ada 1 (satu) baris kalimat-pun ditulis kata Sumpah Pemuda, dan
para pemuda juga tidak sedang melakukan sumpah pada saat itu.

Peristiwa 28 Oktober 1928, yang diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda
adalah rekonstruksi simbolik belaka yang sengaja dibentuk kemudian setelah
sekian lama peristiwa tersebut berlalu, yaitu adanya pembelokan dari kata
‘Poetoesan Congres’ menjadi kata ‘Soempah Pemoeda’. Jika teks asli Putusan
Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928 itu diteliti, maka tidak
akan ditemukan kata ‘Soempah Pemoeda’ melainkan kata ‘Poetoesan Congres’”.

Bahkan dalam isi dan/atau materi ‘PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA’
tidak ditemukan satupun kata ‘SUMPAH’ atau kata ‘JANJI’ yang setingkat
lebih rendah dari kata sumpah. Yang ada hanyalahkata ‘MENGAKU’seperti
terdapat dalam kalimat : “KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA *MENGAKOE* BERTUMPAH
DARAH JANGSATOE, TANAH INDONESIA”; dan seperti yang terdapat dalam kalimat
: “KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA *MENGAKOE* BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA
INDONESIA”; sertakata ‘MENJUN-JUNG’seperti yang terdapat dalam kalimat :
“KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, *MENDJOEN-DJOENG* BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA”.

Dalam hubungan dengan perihal ini pula, dapat disebutkan dengan kata lain
bahwa, Dr (HC) Ir. Sukarno dan Prof. Mr. Dr. Mohammad Yamin dalam proses
pembentukan Indonesia sebagai suatu ‘bangsa’ (baru), telah melakukan
tindakan politik *chauvenistic, *yaitu : ‘tujuan menghalalkan cara’. Dimana
untuk mencapai tujuan pembentukan Indonesia sebagai suatu ‘bangsa baru’
(new nation), baik Sukarno maupun Yamin, telah dengan secara sengaja
menggunakan cara ‘rekayasa’ (pemutar-balikan fakta) sejarah yang merupakan
suatu perbuatan tidak patut dan/atau tidak layak.

*Baca Juga*  *Ekonomi Digital, Unicorn dan Kesiapan Kita*
<https://tabaos.id/ekonomi-digital-unicorn-dan-kesiapan-kita/>

Hal ini sekaligus juga merupakan suatu tindakan yang tidak mendidikrakyat
Indonesia dalam kapasitas ‘mereka’ (Sukarno dan Yamin) sebagai ‘pendiri’
(Founding Fathers) Indonesia yang seharusnya dapat memberikan contoh dan
teladan yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia dan bukan sebaliknya.
Perbuatan rekayasa tersebut, merupakan suatu bentuk tindakan pembohongan
terhadap rakyat Indonesia terutama di bidang pendidikan masyarakat,
dimanaperbuatan pembohongan terhadap rakyat indonesia ituadalah bagian dari
proses pembodohan terhadap masyarakat Indonesia.

*Fakta II : Posisi Jong Ambon*

Jika ditelaah berdasarkan isi dan/atau materiPutusan Kongres Pemuda II
tersebut di atas, maka adalah sangat terang dan jelas serta tidak dapat
dibantah lagi bahwa, tidak semua organisasi pemuda dalam wilayah
Hindia-Belanda pada saat itu yang terwakili secara sah dalam Kongres Pemuda
II.Hanya terdapat 8 (delapan) organisasi pemuda yang terwakili secara sah
dalam Kongres Pemuda II tersebutdi atas. Kedelapan organisasi pemuda itu
adalah sebagaimana yang tertulis dalam teks asli Putusan Kongres Pemuda II
tersebut di atas, yaitu:*“**Jong Java*, *Jong Soematra (Pemoeda
Soematra)*, *Pemoeda
Indonesia Sekar Roekoen*, *Jong Islamieten*, *Jong Bataksbond*, *Jong
Celebes*, *Pemoeda Kaoem Betawi*, dan *Perhimpoenan Peladjar-peladjar
Indonesia*”.

Sedangkan beberapa organisasi pemuda lainnya termasuk organisasi pemuda
Jong Ambon tidak terwakili secara sah dalam Kongres Pemuda II tersebut,
meskipun terdapat beberapa orang pemuda Ambon yang hadir dalam Kongres
Pemuda II dimaksud, tetapi kehadiran mereka itu adalah atas/nama pribadi
dan/atau berdasarkan mandat dari organisasi pemuda lainnya.

Bukan berdasarkan mandat dari organisasi pemuda Jong Ambon, dan tidak atas
dasar mandat dari rakyat Maluku (selatan) juga, seperti misalnya, Abdul
Mutalib Sangadji dan Johannes Leimena yang kehadiran mereka ‘berdua’
(Sangadji dan Leimena) dalam Kongres Pemuda IIitu adalah sebagai pemuda
Indonesia Terkemuka di pulau Jawa, dan bukan mewakiliorganisasi Jong Ambon
dan/atau ‘daerah asalnya’ (Maluku (selatan).

Johannes Leimena yang turut hadir dalam Kongres Pemuda II pada saat itu
adalah dalam kapasitas sebagaipembantu IV pada Panitia Kongres Pemuda II
dan tidak sebagai utusan yang memegang mandat untuk mewakili organisasi
Jong Ambon, dan meskipun Leimena sendiri merupakan salah seorang anggota
organisasi Jong Ambon tetapi kehadiran Leimena dalam Kongres Pemuda II
tersebut tidak dapat secara serta merta dan/atau tidak dapat secara dengan
sendirinya dan/atau tidak dapat dengan secara otomatis dianggap sebagai
telah mewakili organisasi Jong Ambon.

Dengan demikian dapat disebutkan dengan kata lain bahwa, oleh karena orang
Maluku ‘tidak terwakili’ (*unrepresented*) secara sah dalam Kongres Pemuda
II, maka orang Maluku tidak terikatpada Putusan Kongres Pemuda II apapun
namanya, entah itu ‘Putusan Kongres’ atau ‘Sumpah Indonesia Raya’ atau
‘Sumpah Pemuda’. Sehingga tidak ada kewajiban moral maupun kewajiban hukum
dalam bentuk apapun juga dari Putusan Kongres Pemuda IIyang dapat mengikat
orang Maluku untuk tunduk pada Putusan Kongres Pemuda II tersebut.

Perihal ini harus dikatakan demikian sebab masih saja ada orang Maluku yang
menundukan dirinya pada ‘PUTUSAN KONGRES PEMUDA-PEMUDA INDONESIA’ yang
di-amini dan yang di-imani sebagai ‘SUMPAH PEMUDA’dengan alasan, bahwa
:pelanggaran terhadap suatu ‘SUMPAH’adalah ‘DOSA BESAR’. Jika ditelaah dari
sudut pandang fakta-fakta tersebut di atas, maka mulai dari sekarang ini,
dan nanti seterusnya.

*Baca Juga*  *“**Gubernur Murad vs Menteri Susi", Maluku Butuh Langkah
Konkrit*
<https://tabaos.id/gubernur-murad-vs-menteri-susi-maluku-butuh-langkah-konkrit/>

Bada lagi orang Maluku yang menundukan dirinya pada ‘PUTUSAN KONGRES PEMUDA
II’, maka itu bukan lagi ‘DOSA BESAR’ tetapi itu adalah ‘KEBODOHAN
TERBESAR’.Dalam hubungan dengan perihal ini juga, pertanyaan
substantiveyang belum terjawab hingga saat ini – dan mungkin juga untuk
seterusnya – adalah : “Siapakah yang telah melakukan perbuatan tidak
bertanggungjawab dengan merekayasa ditempatkannyaJong Ambon dalam Kongres
Pemuda II, sementara faktanya tidaklah demikian?”.

*Fakta III : Tragedi Sumpah Pemuda*

Sebagaimana diberitakan dalam harian umum RAKYAT MALUKU edisi hari Kamis,
tanggal 29 Oktober 2015, halaman 1 dan 7bahwa, pada kegiatan upacara
perayaan hari Sumpah Pemuda yang ke 87 (delapan puluh tujuh), tanggal 28
Oktober 2015, Dewan Pimpinan Daearah Komite Nasional Pemuda Indonesia
(DPD-KNPI) di Maluku yang diketuai oleh Victor Peilouw, melakukan
revitalisasi Sumpah Pemuda melalui ikrar Sumpah Pemuda Jilid II.

Adapun ikrar Jilid II ini berbunyi: “(1) Kami putera dan puteri Indonesia
berjanji dengan segenap jiwa dan raga, tetap setia kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika dalam bingkai ‘Negara
Kesatuan Republik Indonesia’ (NKRI); (2) Kami putera dan puteri Indonesia
berjanji dengan segenap jiwa dan raga, mewujudkan Indonesia sebagai bangsa
yang bermartabat, demokratis, adil, makmur dan sejahtera; (3) Kami putera
dan puteri Indonesia berjanji dengan segenap jiwa dan raga, membangun
Indonesia dengan memuliakan lautnya, dan berdiri teguh di daratannya,
dengan pembangunan yang berwawasan cinta lingkungan”.

Akan tetapi, kegiatan tersebut di atas kemudian dilaporkan ke ‘Kepolisian
Daerah’ (POLDA) Maluku oleh Hamzah Sangadji dalam kedudukan sebagai Wakil
Ketua DPD-KNPI Maluku  dengan tuduhan bahwa kegiatan tersebut adalah tidak
sah karena dilakukan oleh DPD-KNPI yang dibentuk secara ‘melanggar hukum’
*(ilegal),* sehingga kegiatan upacara revitalisasi Sumpah Pemuda dan/atau
kegiatan upacara Sumpah Pemuda jilid II itu adalah suatu kegiatan yang juga
‘tidak sah’ *(ilegal)*. Hamzah Sangadji mengatakan bahwa, Victor Peilouw
telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa penipuan, karena menggunakan
atribut DPD-KNPI dan mengaku sebagai Ketua DPD-KNPI Maluku.

Ferry Kasale dalam kedudukan sebagai Wakil Ketua DPD-KNPI Maluku
mengemukakan bahwa, Dr. Zeth Sahuburua, SH., MH., sebagai Wakil Gubernur
Maluku, dan Richard Louhenapessy, SH., sebagai Walikota Ambon harus
bertanggungjawab kepada pemuda Maluku atas kehadiran ‘mereka’ (Wakil
Gubernur Maluku dan walikota Ambon) dalam pelaksanaan kegiatan upacara
revitalisasi Sumpah Pemuda dan/atau kegiatan upacara Sumpah Pemuda jilid II
yang dilakukan oleh DPD-KNPI *ilegal* tersebut.

Sebab secara legalitas, DPD-KNPI pimpinan Victor Peilouw tidak diakui
sebagai pengurus DPD-KNPI Provinsi Maluku oleh ‘Dewan Pimpinan Pusat’ (DPP)
KNPI di Jakarta. DPP-KNPI di Jakarta hanya mengakui DPD-KNPI provinsi
Maluku yang diketuai oleh Bisri Assidiq Latuconsina dengan Anderson
Parinussa sebagai Sekretaris DPD-KNPI provinsi Maluku yang *legal*. Bukti
laporan polisi itu, bernomor: LP-B/350/X/2015/SPKT Kepolisian Daerah
(POLDA) Maluku.

Semoga tulisan yang singkat dan sederhana ini dapat menjadi jawaban atas
pertanyaan yang menggoda sekaligus mengganggu, tetapi juga menantang sejak
2014, 5 tahun yang lalu. Salam hormat* voor Oom Pela dari nama.*

*Penulis adalah Dosen Pendidikan dan Kewarganegaraan Politeknik Negeri
Ambon*

Kirim email ke