Di milis lain ditulis : Korptor itu tidak takut Tuhan, tetapi takut A Hok................
Pada tanggal Sen, 18 Nov 2019 pukul 07.51 Al Faqir Ilmi alfaqiri...@yahoo.com [GELORA45] <GELORA45@yahoogroups.com> menulis: > > > *Mengapa perlu Ahok memimpin Pertamina.* > > Tadinya sistem pengelolaan Migas di Indonesia menerapkan skema bagi hasil > atau Production Sharing Cost (PSC) cost recovery. Namun sekarang sudah > diganti dengan skema Gross Split. Apa bedanya dengan Cost recovery ? Kalau > dianalogikan, Skeman PSC cost recovery seperti pemilik lahan sawah dan > orang lain sebagai penggarap. Dalam hal ini, Pemilik lahan sawah adalah > pemerintah, sementara penggarap yang diminta menggarap lahan milik > pemerintah adalah perusahaan migas atau kontraktor kontrak kerja sama > (KKKS). Sewaktu penggarap menggarap sawah yang diperintahkan pemilik, > didapati hasil kotornya adalah 10 karung. > > Nah, jika menggunakan skema PSC cost recovery, semua biaya operasi beli > bibit, perawatan, usir burung, hitung habis biayanya lima karung, dan > sisanya tinggal lima karung. Dari lima karung yang tersisa itu, jika PSC > cost recovery ada perjanjian antara pemilik dengan pekerjanya itu 85 persen > dari 5 karung milik pemilik sawah, maka KKKS mendapati 15 persen dari 5 > karung dari pemilik lahan. Namun faktanya, berpotensi mudah dikorup. Karena > bisa saja ada permainan antara Pejabat SKK Migas dengan KKKS ( kontraktor > kontrak kerja sama). Kongkalikong soal cost production bisa saja terjadi, > agar semakin kecil bagian pemerintah. > > Oleh karenannya, pemerintah akhirnya memutuskan mengubah skema PSC menjadi > gross split. Di mana, pembagian migas, 57 persen untuk negara dan 43 persen > untuk kontraktor, sementara pembagian untuk gas bumi 52 persen ke negara, > 48 persen untuk kontraktor. Jadi kalau hasil 10 karung, mau si pekerja > sawahnya (KKKS) pakai pupuk apa, bibit seperti apa, pokoknya dari 10 karung > hasilnya, ya 5 karung negara, 5 lagi kontraktor dengan catatan semua cost > ditanggung sendiri. Mau cost 8 karung pokoknya 5 karung negara, mau > cost-nya lebih rendah tiga karung misalnya, tetap negara 5 karung. > > Dengan skema gross split ini memungkinkan pemerintah menunjuk Pertamina > sebagai wakil pemegang saham pada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang > dapat konsesi blok MIGAS. Tidak seperti sebelumnya Pertamina lebih banyak > sebagai penonton dan harus bersaing dengan KKKS mendapatkan konsesi blok > Migas. Karenanya diperlukan Dirut Pertamina seperti Ahok, yang jujur dan > amanah untuk memastikan tidak tunduk dengan konspirasi antara KKKS dan > elite politik yang bisa saja mengurangi bagian pemerintah. > > Disamping itu, Ada 22 blok migas yang kontraknya yang sebagian besar bakal > berakhir tahun 2020. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral > (ESDM) Nomor 15/2015 keberpihakan pemerintah kepada Pertamina itu menjadi > prioritas untu mengelola Kontrak yang sudah berakhir. Namun dalam peraturan > itu tidak secara tegas menyatakan hak prioritas Pertamina untuk mendapatkan > blok migas yang kontraknya akan berakhir. Artinya bisa saja dialihkan ke > pihak KKKS lainnya. Karenanya Pertamina butuh orang seperti Ahok yang sudah > terbukti kinerjanya. Agar hak itu tidak jatuh ke pihak swasta. Misal, Surya > Energy ( milik SP) sudah mengajukan proposal untuk mengelola blok migas > yang akan berakhir masa kontraknya. > > Kalau Ahok jadi ditempatkan sebagai Dirut Pertamina, maka itu lebih karena > Jokowi percaya kepada Ahok, dan sangat paham tentang Ahok. Jokowi tentu > yakin bahwa Ahok bisa mengawal kepentingan negara di Pertamina dari segala > tekanan politik yang ingin menguntungkan oligarki bisnis rente, dan > sekaligus melakukan restrukturisasi bisnis agar Pertamina bukan hanya > sebagai produsen dan distributor tetapi juga sebagai trader oil and gas > berkelas dunia. > > > *Erizeli Jely Bandaro* > > > Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone > <https://overview.mail.yahoo.com/?.src=iOS> > > >