*https://www.jawapos.com/nasional/06/02/2020/pertemuan-firli-dengan-pimpinan-dpr-bisa-dijerat-5-tahun-penjara/
<https://www.jawapos.com/nasional/06/02/2020/pertemuan-firli-dengan-pimpinan-dpr-bisa-dijerat-5-tahun-penjara/>
*


*Pertemuan Firli dengan Pimpinan DPR Bisa Dijerat 5 Tahun Penjara*

NASIONAL <https://www.jawapos.com/nasional/>

6 Februari 2020, 21:41:46 WIB

[image: Pertemuan Firli dengan Pimpinan DPR Bisa Dijerat 5 Tahun Penjara]*Ketua
KPK Firli Bahuri menggelar pertemuan **tertutup dengan pimpinan KPK, hadir
dalam pertemuan tersebut, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Azis Syamsuddin.
(Dery Ridwansah/ JawaPoss.com)*


*J**awaPos.com* – Pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli
Bahuri dengan pimpinan DPR RI menjadi sorotan publik. Pasalnya, dalam
pertemuan itu hadir juga Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dan Azis
Syamsudin. Keduanya diketahui terseret-seret dalam kasus yang sedang
ditangani KPK.

Sementara dari lembaga antirasuah, selain Firli turut hadir juga dua Wakil
Ketua KPK Lili Pantauli Siregar dan Nurul Ghufron. Sementara itu, lima
pimpinan DPR turut menghadiri pertemuan tertutup itu.

Menanggapi hal itu, Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, Dewan
Pengawas KPK harus bisa membuktikan integritas dan kepemimpinan lembaga
antirasuah. Terlebih belakangan ini, pimpinan KPK banyak menuai kontroversi..

“Dewas harus bertindak, buktikan integritas dan kebersihan, Dewas jangan
sampai digunakan menjadi couver saja, bahwa para komisioner itu juga orang
orang yang baik dan berintegritas,” kata Fickar kepada JawaPos.com, Kamis
(6/2).

Aktivis antikorupsi ini menilai, etika pimpinan KPK kini sudah tidak
dihargai. Menurutnya, hal ini baru terjadi pada era Firli Bahuri. Padahal,
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK telah diatur soal
pelarangan mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan
tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana
korupsi.

“Etika saja sudah tidak dihargai, Pasal 36 jo 65 UU KPK harus diterapkan
ancamannya 5 tahun penjara,” ujar Fickar.

Menurutnya, upaya pelemahan terhadap KPK bukan hanya terjadi pada
revisi Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi perubahan atas Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Tapi pelemahan lembaga antirasuah juga
terlihat dari sikap para pimpinannya.

“Undang-Undangnya total melemahkan, demikian juga komisioner produk pansel
untuk mekemahkan, buktinya orang yang sudah jelas melanggar etik tetap
dipilih,” sesalnya.

Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan,
pertemuan pimpinan KPK dengan DPR menjalin kerjasama terkait pencegahan
korupsi. Ali menyebut, pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilakukan
oleh KPK.

“Saya kira apa yang dilakukan ini bagian dari tugas dinas dan itu juga
pertemuan bukan ditempat tempat tertentu yang sesuai kode etik kan misalnya
di tempat tempat orang yang menimbulkan kecurigaan dan sebagainya, misal di
hotel atau di tempat makan atau ditempat hiburan,” kilah Ali.

Ali menampik, jika pertemuan pimpinan KPK dengan DPR disangkut dengan
pelanggaran etik. Karena pertemuan itu merupakan kerja pimpinan KPK dengan
DPR.

“Pertemuan dengan tersangka, terdakwa atau terpidana atau pihak lain
dilarang. Tapi ada pengecualian, kalau ketemu dalam rangka tugas dan
sepengetahuan yang lain misal pimpinan atau bawahan harus diketahui atasan
dan seterusnya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, KPK saat ini tengah menelisik dugaan penerimaan uang
senilai Rp 7 miliar kepada Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang
juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. Hal ini ditelusuri penyidik lembaga
antirasuah karena mantan politikus PKB Musa Zainuddin mengajukan permohonan
justice collaboratore (JC) ke KPK.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan
suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR)
yang menjerat Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong
Arta John Alfred.
Pemeriksaan terhadap Cak Imin diduga berkaitan dengan permohonan Justice
Collaborator (JC) yang dilayangkan mantan politikus PKB Musa Zainuddin pada
Juli 2019. Sebab, dalam persidangan, Musa menyebut dirinya bukan pelaku
utama dalam kasus korupsi proyek infrastruktur di Kementerian PUPR.

Musa sendiri telah divonis sembilan tahun penjara karena terbukti menerima
suap sebesar Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun
anggaran 2016. Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal
Utama, Abdul Khoir.

Sementara Wakil Ketua DPR yang juga politikus Golkar Azis Syamsuddin juga
dilaporkan oleh Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) ke lembaga antirasuah.

KAKI melaporkan Azis berlandaskan pada pengakuan dari mantan Bupati Lampung
Tengah Mustafa. Dalam pengakuannya Mustafa membeberkan pernah diminta Azis
Syamuddin uang fee sebesar delapan persen dari penyaluran DAK perubahan
tahun 2017. Saat itu Azis di DPR masih menjabat sebagai Ketua Badang
Anggaran (Banggar).

Editor : Dimas Ryandi

Kirim email ke