-- j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2007-pantau-korona-pekerja-migran Rabu 13 Mei 2020, 05:00 WIB Pantau Korona Pekerja Migran Administrator | Editorial KEPULANGAN ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) pada Mei dan Juni memang keniscayaan. Kepulangan PMI itu disebabkan sejumlah alasan seperti kehilangan pekerjaan akibat pandemi covid-19 di negara bermukim, telah habis masa kontrak kerja, dan masa tinggal berakhir. Menerima kepulangan mereka adalah keharusan. Meminta mereka untuk tidak pulang, tetap bertahan di luar negeri, bukanlah permintaan yang bijak. Keberadaan PMI terdampak covid-19 tidak bisa disamakan dengan masyarakat terdampak covid-19 di Tanah Air yang dilarang mudik. Sebab, bantuan sosial tunai dan berbagai program bantuan pemerintah lainnya untuk warga terdampak covid-19 tidak menjangkau para PMI. Memang, dilaporkan telah ada upaya bantuan sosial pemerintah terhadap PMI di Malaysia. Namun, sebagaimana kesaksian salah seorang diaspora Indonesia di sana, bantuan sembako itu bahkan hanya menjangkau sekitar 20% PMI. Jika kinerja pemerintah di salah satu negara terbesar tujuan PMI saja demikian minim, sulit mengharapkan hal lebih baik di negara lainnya. Sebab itu meminta PMI tetap tinggal sama saja menjerumuskan mereka pada derita lebih dalam. Meski begitu, tidak boleh menutup mata akan risiko impor covid-19. Terlebih, di Malaysia dilaporkan jumlah PMI terinfeksi korona mencapai 587 orang. Dengan kepulangan sekitar 34 ribu PMI, risiko penularan ke dalam negeri amatlah besar. Sejauh ini, pemerintah telah berupaya bersiaga. Presiden Joko Widodo memerintahkan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Itu diartikan dengan pemeriksaan di semua pintu masuk dan pengawasan pergerakan dan hingga di kampung mereka masing-masing. Presiden juga memerintahkan kesiapan tempat karantina dan rumah sakit rujukan. Eloknya, dengan gelombang kepulangan begitu besar, semestinya antisipasi pencegahan penularan covid-19 sudah dilakukan sejak di negara asal. Pemerintah semestinya bisa mengerahkan sumber daya di luar negeri, khususnya di kedutaan untuk bekerja sama dengan instansi berwenang di setiap negara untuk membuat sistem rapid test bagi para PMI. Sistem itu semestinya sama sekali bukan hal sulit karena tidak sedikit PMI yang diminta menjalankan rapid test oleh para pemilik kerja. Dengan begitu, setidaknya pendataan kondisi kesehatan para PMI pun sudah bisa dilakukan sembari membuat sistem rapid test lebih besar. Pendataan atau pemeriksaan kesehatan sejak di negara asal ini sesungguhnya hal paling krusial untuk mencegah penularan di dalam negeri. Sebab sekali lagi, sebagaimana yang terjadi di banyak negara, tes screening adalah pangkal utama perlawanan terhadap korona. Ini berlaku untuk siapa saja dan di mana saja, termasuk orang-orang yang hendak pulang ke negara asal. Dengan tes sedini mungkin maka petaka penularan dapat dicegah. Pemerintah dapat membuat sistem prioritas kepulangan atau bahkan penundaan kepulangan dengan dasar jelas, bukan sekadar mengimbau tanpa solusi nyata. Mengandalkan pengawasan di dalam negeri sesungguhnya hanyalah melipatgandakan risiko. Sebab dengan penerapan PSBB yang masih kepayahan bagaimana mungkin berharap kinerja lebih baik dengan adanya penambahan beban ODP? Sebab itu kita mendesak agar pemerintah segera menggenjot kinerja kedutaan-kedutaan di negara-negara tempat PMI terbesar. Kinerja kedutaan yang selama ini sudah dikeluhkan sangat minim harus segera diperbaiki. Begitu juga Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang semestinya menjemput bola sebagaimana saat pelaksanaan pemulangan massal PMI sebelumnya.