Siapa bilang ajaran Lenin "NEGARA dan Revolusi" dianggap usang dan
dicampakkan di Tiongkok??? Bukankah justru sebaliknya RRT telah
membuktikan dengan sangat gemilang, menjadi satu-satunya NEGARA didunia
ini yang membuktikan KEBERHASILAN sistem Negara sosialisme dalam
melancarkan Perang Melawan wabah Covid-19 ini!!! Dengan TETAP
pertahankan Diktatur Proletariat, kekuasaan tunggal PKT mengendalikan
pemerintah, mengeluarkan kebijakan mengutamakan KESELAMATAN JIWA rakyat
banyak sekalipun harus menderita kerugian ekonomi! Dalam waktu 70 hari,
bisa dikatakan berhasil mengatasi dan mengendalikan penyebaran wabah
Covid-19, menghentikan penyebaran virus lebih luas dan menekan jumlah
kematian dan mempercepat memulai BEKERJA kembali! Sedang banyak negara
maju didunia termasuk gembong imperialisme AS yang selalu membanggakan
keunggulan teknologi kedokterannya, justru jadi kedodoran bahkan AS
menjadi negara No.1 didunia dalam jumlah pasien Covid-19 dan jumlah
kematian, ... Lalu, Trump berusaha keras melemparkan tanggungjawab dan
kesalahan pada RRT!
Tatiana Lukman jetaimemuc...@yahoo.com [GELORA45] 於 2020/5/20 上午 12:24
寫道:
Inilah kenyataan kongkrit yang membenarkan dan menunjukkan tetap
berlakunya ajaran LENIN tentang NEGARA sebagai alat penindas ditangan
kelas penguasa. Undang-undang dan hukum diciptakan para penguasa
Negara ujntuk melegitimasi tindakan penindasan. Kalau di negeri-negeri
yang beradab, hukum masih dihormati oleh para penguasa yang
menciptakannya. Di neo-Majapahit yang tak beradab ini, bahkan
undang-undang yang diciptakannyapun masih bias dia langar sendiri.
Leninisme yang sudah dianggap usang oleh antek remo dan kacung China
kapitalis, toh terus menunjukkan validitasnya. Saya sih smasekali
tidak heran atau terkejut melihat tingkah laku sang Raja serta para
begundalnya...yang bolak balik ngentutin hukumnya sendiri....
*Haris Azhar: Rezim Era Jokowi Sering Abaikan Hukum, Terutama Putusan
MA Kompas.com - 15/05/2020, 14:37 WIB*
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris
Azhar menyebutkan bahwa bukan hanya sekali pemerintah abai terhadap
hukum, khususnya pada putusan Mahkamah Agung (MA).
Paling baru, pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai Haris Azhar
menentang putusan MA dengan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
"Memang rezim Jokowi ini sering mengabaikan hukum, atau lebih
khususnya lagi putusan-putusan MA beberapa kali mereka abaikan," kata
Haris kepada Kompas..com, Jumat (15/5/2020).
Haris menilai, dengan kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan,
pemerintah telah mempermainkan rakyatnya sendiri.
Pasalnya, baru pada akhir Februari lalu MA memutuskan untuk
membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur tentang
kenaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Namun, dua bulan berselang, muncul Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang
menetapkan iuran BPJS Kesehatan kembali naik.
Dibandingkan dengan besaran kenaikkan sebelumnya, selisih kenaikan
iuran saat ini hanya berkisar Rp 10.000 untuk setiap kelas. Dengan
kata lain, kenaikkan iuran hampir mencapai 100 persen.
"Jadi kesannya warga kayak di-bargain dengan (iuran naik) dua bulan
lagi kok bulan Juli, (nominal kenaikkan iuran) diturunin Rp 10.000
kok. Menurut saya itu nggak menunjukkan kualitas sebagai pemerintah,"
ujar Haris.
Putusan MA lainnya yang juga tak dijalankan oleh pemerintah misalnya
kasus kebakaran hutan di Kalimantan. Ada juga putusan MA terkait kasus
pendirian pabrik semen di pegunungan Kendeng, Rembang.
"Enggak cuma soal BPJS, kasus asap (di Kalimantan) juga begitu, kasus
semen (petani) Kendeng juga begitu," kata Haris.
Pada bulan Juli lalu, MA menolak kasasi Presiden Joko Widodo dan
sejumlah pejabat lain yang menjadi pihak tergugat dalam kasus
kebakaran hutan di Kalimantan. Dengan ditolaknya kasasi tersebut,
pemerintah diminta mengeluarkan peraturan-peraturan untuk
menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan.
Namun, alih-alih menaati perintah MA, pemerintah justru mengajukan
peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut..
Selanjutnya, pada Oktober 2016, melalui sidang peninjauan kembali MA
memenangkan gugatan petani pegunungan Kendeng dan Yayasan Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap PT Semen Indonesia.
Kemenangan tersebut membuat izin lingkungan yang diterbitkan Gubernur
Jawa Tengah untuk PT Semen Indonesia harus dibatalkan.
Menindaklanjuti hal itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
mengeluarkan keputusan baru nomor 660.1/30/2016 tentang izin
lingkungan pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia.
Keputusan tersebut sekaligus memberikan izin penambangan kepada PT
Semen Indonesia yang pada putusan lama tertulis PT Semen Gresik tahun
2012.
Pada 16 Januari 2017, Ganjar kemudian menerbitkan Surat Keputusan (SK)
Gubernur No 6601/4 Tahun 2017.
SK tersebut otomatis mencabut SK Gubernur nomor 660.1/30 Tahun 2016
tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku dan
Pembangunan serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia.
Langkah ini justru dinilai memberikan peluang baru bagi pembangunan
pabrik semen di area tersebut.
Berdasarkan catatan ini, Haris menilai bahwa pemerintah tak cuma
sekali bertindak sebagai aktor yang menentang hukum.
"Dari sisi aktornya, ada kelakuan yang memang anti pada hukum. Kalau
hukumnya berpihak pada mereka, mereka pakai. tapi kalau hukumnya tidak
berpihak sama mereka, mereka tidak pakai," kata Haris.
Sebelumnya, Kepala hubungan masyarakat (Humas) Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan,
pemerintah telah menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan
menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
"Perlu diketahui juga, Perpres yang baru ini juga telah memenuhi
aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil rakyat di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) khususnya dari para
Anggota Komisi IX," ujar Iqbal.
"Pemerintah menetapkan kebijakan tersebut khusus untuk peserta Pekerja
Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III," kata dia.
Ia mengatakan iuran peserta PBPU dan BP kelas III di tahun 2020 tetap
dibayarkan sejumlah Rp 25.500 kemudian sisanya sebesar Rp 16.500
diberikan bantuan iuran oleh pemerintah.
"Tahun 2021 dan tahun berikutnya, peserta PBPU dan BP kelas III
membayar iuran Rp 35..000, sementara pemerintah tetap memberikan
bantuan iuran sebesar Rp 7.000," ujar Iqbal. Penulis : Fitria Chusna
Farisa
Editor : Bayu Galih
Penulis : Fitria Chusna Farisa
Editor : Bayu Galih
Sent from Mail <https://go.microsoft.com/fwlink/?LinkId=550986> for
Windows 10