Sosialisme di Satu Negeri atau Revolusi Permanen? (Bagian 1)
Trotsky menentang teori Lenin tentang perkembangan tidak merata sebagai sifat 
absolut dari kapitalisme dan dengan sendirinya juga menentang teori “mata 
rantai terlemah” yang memungkinkan menangnya revolusi sosialis di satu negeri
5 Juli 2020 | 19:33
Dari kiri ke kanan: Stalin, Lenin dan Leon Trotsky/Istimewa
Koran Sulindo – Dalam tulisan berjudul Batu Ujian Sejarah Siapa yang Benar, 
Stalin atau Trotsky? Satu Pemandangan Berhubungan dengan Perang Rusia-Jerman 
pada 1941, Bung Karno bicara tentang permusuhan antara Stalin dan Trotsky. 
Pertentangan ide antara keduanya yang diangkat Bung Karno adalah sosialisme di 
satu negeri atau revolusi permanen.
Pada 22 Juni 1941, operasi Barbarossa dilancarkan Hitler untuk menaklukkan Uni 
Soviet. Jerman menamakannya serangan kilat (Blitzkrieg), dengan harapan dapat 
menghancurkan kekuasaan proletar pertama di dunia dalam waktu singkat.
Bung Karno bertaruh, kalau Rusia menang, Stalin mendapat satu plus, kalau 
kalah, satu minus buat Stalin. Kita semua, termasuk Bung Karno, tahu, Perang 
Dunia II dimenangkan rakyat dan Tentara Merah Uni Soviet. Berarti Stalin dapat 
satu plus. Dan siapa yang dapat satu minus? Trotsky, bukan?
Dalam literatur politik, media komunikasi borjuis dan Barat, pada umumnya, 
Stalin dihadapkan dengan Trotsky. Troskyisme dianggap sebagai antidote dari 
Stalinisme yang “menakutkan” dan “kejam”. Trotsky, pahlawan dan pemimpin besar 
revolusi kedua setelah Lenin, sedangkan Stalin, “diktator” dan “pembunuh” 
jutaan rakyat.
Latar belakang keluarga Trotsky memang berbeda jauh dengan Stalin. Orang tua 
Trotsky, tani kaya, yang memungkinkannya mendapat pendidikan sekolah di Odessa. 
Sedangkan ayah Stalin, tukang sepatu, buta huruf dan berasal dari keluarga 
tani-hamba. Begitu juga ibunya. Asal keluarga, latar belakang ekonomi dan 
kebudayaan ini membuat kaum akademis dan intelektual borjuis skeptis, tidak 
percaya akan kemampuan otak Stalin sebagai seorang teoritikus dan pemimpin. 
Mereka menghina dan merendahkan Stalin berdasarkan kepada apa yang ditulis 
Trotsky: “Wawasan politik Stalin terbatas, perangkat teorinya primitif… 
Empirisme kental mendominasi pikirannya, sama sekali tidak punya imajinasi 
kreatif.”
Bakat Trotsky dalam menggunakan penanya digunakan pengikutnya sebagai 
argumentasi untuk menunjukkan keunggulannya dibanding dengan Stalin. Prosa 
Trotsky yang gemilang mencerminkan kecerdasannya, begitu pendapat mereka. 
Sedangkan gaya Stalin dianggap berat dan tidak berharmoni. Dari situ 
disimpulkan, dalam pertarungannya dengan Trotsky, Stalin tidak bisa berada di 
pihak yang benar. Seolah-olah pendirian teguh dalam ilmu Marxis-Leninis adalah 
soal bakat dalam sastra.
Saking tidak percayanya pada kapasitas intelektual Stalin, Isaac Deutscher, 
penulis Stalin: A Political Biography ketika menyinggung karya Stalin Marxisme 
dan Masalah Nasional, mengungkapkan: “Mungkin Lenin yang memberi sinopsis, 
argumentasi pokok dan kesimpulannya. Bukharin mungkin membantu dia dengan 
mencarikan buku-buku dan kutipan yang ia butuhkan. Hampir dapat dipastikan the 
old man (maksudnya Lenin) yang membersihkan keganjilan-keganjilan dalam gaya 
bahasa dan logika yang memenuhi tulisan aslinya.” Deutscher akan tetapi tidak 
pernah menyebut sumber informasinya.
Sebaliknya, dalam surat kepada Maxim Gorky yang ditulis antara 15 dan 25 
Februari 1913, Lenin menulis: “Mengenai nasionalisme, saya setuju sepenuhnya 
dengan Anda bahwa kita harus menanggapi masalah ini dengan lebih serius. Di 
antara kita ada orang Georgia yang mengagumkan, yang duduk dan menulis sebuah 
artikel besar untuk Proveshcheniye. Untuk tulisan itu dia telah mengumpulkan 
semua bahan dari Austria dan bahan-bahan lainnya.”
Ketika untuk pertama kali dibentuk Komisariat (kementerian) Inspektorat Buruh 
pada 1919, Stalin diangkat sebagai komisaris. Pada Kongres Partai Komunis 
Seluruh Rusia (Bolshevik) XI, April 1922, Preobrazhensky, pengikut Trotsky 
terkemuka, mengkritik Lenin karena menunjuk Stalin untuk memimpin dua 
komisariat.
Lenin menjawab dengan pedas: “Sangat sulit sekali mengerjakan ini; kita 
kekurangan orang! Tapi Preobrazhensky datang dan tanpa pikir panjang berkata, 
Stalin bertanggung jawab di dua komisariat. Siapa di antara kita yang tidak 
berdosa dalam hal ini? Siapa yang tidak mengambil beberapa tugas sekaligus? 
Kalau tidak, bagaimana kita menanganinya? Apa yang bisa kita lakukan untuk 
mempertahankan situasi yang ada sekarang di Komisariat Rakyat untuk Urusan 
Nasionalitas; untuk menangani semua masalah Turkestan, Caucasia dan masalah 
lain? Semua ini adalah masalah politik! Dan harus diselesaikan. Ini adalah 
masalah yang telah menjadi perhatian negara-negara Eropa selama ratusan tahun, 
dan hanya sejumlah sangat kecil sekali yang telah diselesaikan dalam republik 
demokratis. Kita sedang membereskan masalah itu; dan kita membutuhkan seseorang 
yang dapat ditemui para wakil dari tiap bangsa untuk mendiskusikan kesulitan 
mereka sampai masalah sekecil-kecilnya. Di mana kita dapat menemukan orang 
seperti itu? Saya pikir Kawan Preobrazhensky tidak bisa menyarankan calon yang 
lebih baik daripada Kawan Stalin.”
Berkaitan dengan usul Lenin untuk melancarkan pemberontakan bersenjata, 
terdapat notulen rapat Komite Sentral, 10 Oktober 1917, yang dihadiri 12 orang: 
Lenin, Zinoviev, Kamenev, Stalin, Trotsky, Sverdlov, Uritsky, Dzerzhinsky, 
Kollontai, Bubnov, Sokolnikov dan Lomov. Dalam pemungutan suara untuk 
menyetujui atau menolak resolusi Lenin itu, 10 orang menyetujui dan 2 orang 
menolak, yaitu Zinoviev dan Kamenev.
Karena mayoritas menerima maka diputuskan untuk segera melakukan pekerjaan 
praktis mengorganisasi pemberontakan. Dalam rapat itu juga dipilih sebuah pusat 
untuk memimpin pemberontakan dari sudut politik. Pusat politik itu dinamakan 
Politbiro yang terdiri atas Lenin, Zinoviev, Stalin, Kamenev, Trotsky, 
Sokolnikov dan Bubnov.
Kemudian, dalam rapat Komite Sentral berikutnya, 16 Oktober 1917, hadir anggota 
Komite Sentral, ditambah wakil-wakil dari komite Petrograd, organisasi militer, 
komite pabrik, serikat buruh dan buruh kereta api. Di samping anggota Komite 
Sentral, hadir Krylenko, Shotman, Kalinin, Volodarsky, Shlyapnikov, Lacis dan 
lain-lainnya. Semuanya ada 25 orang.
Masalah pemberontakan dibahas dari segi praktis organisasi. Resolusi Lenin 
disetujui oleh mayoritas 20 orang, 2 yang menolak dan 3 abstain. Dibentuk 
sebuah badan untuk memimpin pemberontakan dari segi organisasi. Badan itu 
beranggotakan 5 orang: Sverdlov, Stalin, Dzerzhinsky, Bubnov, dan Uritsky. 
Tidak tercantum nama Trotsky. Justru Stalin dan Bubnov yang merangkap tanggung 
jawab di bidang politik dan juga organisasi. Aneh betul, kok orang yang 
dianggap “rendah” kemampuannya, malah diberi tanggung jawab dobel!
Sosialisme di Satu Negeri
Mengapa kemenangan dan pembangunan sosialisme di satu negeri bukan sebuah 
utopia seperti yang dipropagandakan kaum revisionis dan Trotskis? Yang 
menemukan dasar teori dari gagasan ini adalah Lenin, bukan Stalin. Kematian 
Lenin pada 1924, telah meletakkan tanggung jawab dan tugas berat pembangunan 
sosialisme di pundak Stalin. Oleh karena itu, Stalin selalu diidentifikasi atau 
dilekatkan dengan ide “Sosialisme di Satu Negeri”. Memang jauh lebih mudah 
menyerang dan mensatanisasi Stalin, terutama setelah dedengkot revisionis 
Soviet, Khrushchov menyerang dan memfitnahnya. Prestise dan kewibawaan Lenin 
sebagai pemimpin revolusi sosialis dan pendiri kekuasaan kelas buruh pertama di 
dunia agak melindunginya dari serangan langsung kaum Trotskis dan kaum 
revisionis.
Kemenangan Sosialisme di satu negeri dimungkinkan karena terdapat kondisi 
materialnya, bukan karena angan-angan atau keinginan subjektif Lenin atau 
Stalin. Syarat materialnya adalah zaman di mana kita hidup sekarang: yaitu 
zaman imperialisme sebagai tingkat tertinggi dari kapitalisme. Lima ciri 
imperialisme sudah disinggung dalam tulisan Lenin Bersama Kita (Bagian I).
Di samping itu, Lenin juga mengungkapkan teori perkembangan kapitalisme yang 
tak seimbang atau tidak merata. Artinya: 1) perkembangan yang tidak tetap dan 
tidak teratur di berbagai negeri dalam hubungannya dengan negeri lain. Ini 
menyebabkan pergeseran dalam posisi satu atau beberapa negara di pasar dunia 
(satu atau beberapa negara ditendang keluar dan kedudukannya digantikan oleh 
negara lain); 2) konflik-konflik militer menyebabkan terjadinya secara periodik 
pembagian kembali dunia yang sudah terbagi; 3) peruncingan dan semakin dalamnya 
kontradiksi dan konflik di kalangan negara-negara imperialis melemahkan dunia 
imperialis; 4) pelemahan dunia imperialis melahirkan kemungkinan penjebolannya 
di mata rantainya yang terlemah, artinya di satu atau beberapa negeri 
terbelakang, oleh kaum buruh dan kelas pekerja lainnya.. Dan ini sudah terbukti 
dengan kemenangan Revolusi Oktober 1917, Revolusi Tiongkok 1949, Vietnam, Korea 
Utara dan Kuba 1959.
Ketika mencetuskan Revolusi Oktober 1917, Partai Bolshevik menganggap revolusi 
itu bukan hanya sebuah sinyal dan titik tolak bagi revolusi sosialis di Eropa 
Barat. Pertama, ia adalah sebuah basis untuk perkembangan pergerakan 
revolusioner dunia. Kedua, ia membuka sebuah periode dari kapitalisme menuju 
sosialisme di Uni Soviet.
Bahkan jauh sebelum meletusnya Revolusi Oktober 1917, pada bulan September 
1905, Lenin sudah menulis: “Dari revolusi demokratis kita akan segera mulai 
masuk ke revolusi sosialis, sesuai dan sejauh kekuatan kita yaitu, kekuatan 
proletariat yang terorganisasi dan dengan kesadaran kelasnya.” Di sini jelas 
kelihatan, pertama, antara tahap revolusi demokratis dan tahap revolusi 
sosialis tidak ada jurang yang memisahkan. Ia merupakan sebuah proses di mana 
satu tahap selesai, segera dimulai tahap selanjutnya. Kedua, jelas karakter 
sosialis dari revolusi Rusia. Lenin sama sekali tidak berpikir atau punya 
rencana untuk menghentikan revolusi Rusia, ketika sudah menyelesaikan tahap 
revolusi demokratisnya. Dengan demikian, tidak ada keraguan bahwa Lenin ketika 
itu sudah berpendapat bahwa sosialisme akan dan harus dibangun di Rusia.
Dalam beberapa tulisan setelah 1905, Lenin menunjukkan keyakinannya tentang 
“Sosialisme di Satu Negeri”. Berikut kata-katanya pada bulan Agustus, 1915, 
dalam On the Slogan of The United Europe: “… sebagai sebuah slogan yang 
terpisah, slogan Negara Serikat Dunia sulit untuk dikatakan benar. Pertama, 
karena ia digabungkan dengan sosialisme; kedua, karena ia dapat 
disalahtafsirkan bahwa kemenangan sosialisme di satu negeri tidak mungkin, dan 
juga dapat menimbulkan kesalahpahaman mengenai hubungan satu negeri yang begitu 
dengan negeri-negeri lain”. Lenin melanjutkan: “Perkembangan ekonomi dan 
politik tidak merata adalah hukum mutlak dalam kapitalisme. Oleh karena itu, 
kemenangan sosialisme dimungkinkan, pertama di beberapa atau bahkan di satu 
negeri kapitalis saja”.
Ketika bicara dalam rapat pleno Soviet Moskow, pada 1922, Lenin berkata: 
“Sosialisme tidak lagi merupakan masalah masa depan yang jauh, atau sebuah 
gambaran abstrak, atau sebuah simbol. Kita masukkan sosialisme ke dalam 
kehidupan sehari-hari dan di sini kita harus menemukan jalan kita. Ini adalah 
tugas kita sekarang, tugas zaman kita. Izinkan saya menutup dengan menyatakan 
keyakinan, walaupun tugas ini sulit dan baru, dibandingkan dengan tugas kita 
sebelumnya, tak peduli berapa banyak kesulitan, kita semua—tidak dalam satu 
hari, tapi dalam jangka beberapa tahun—kita semua bersama-sama akan 
menunaikannya, apapun yang terjadi, sehingga NEP (New Economic Policy) Rusia 
akan menjadi Rusia sosialis”.
Tidakkah jelas Lenin-lah yang mengajukan ide dan teori “Sosialisme di Satu 
Negeri”? Stalin hanya meneruskan pembangunan sosialisme yang sudah dimulai di 
bawah pimpinan Lenin dan membelanya di hadapan serangan dan pesimisme kaum 
Trotksis dan oposisi lainnya.
Sudah tentu meletusnya revolusi sosialis di negeri-negeri kapitalis yang lebih 
maju perkembangannya, seperti Jerman, Prancis dan Inggris, akan membantu 
pembangunan sosialisme di Rusia. Tapi, sampai Lenin meninggal, itu tidak 
terjadi. Apakah kita mengharapkan Stalin berhenti di tengah jalan, meninggalkan 
usaha mewujudkan sosialisme dan kembali lagi ke kapitalisme? Seperti kata 
Stalin: “Apakah kita harus hidup tanpa arti, tenggelam dalam kontradiksi kita 
sendiri dan membusuk, sementara menunggu datangnya revolusi dunia”?
Menghadapi kaum oposisi pimpinan Trotsky, Zinoviev dan Kamenev yang tidak 
percaya sosialisme dapat dibangun di Rusia dengan bersandar kepada kekuatannya 
sendiri, Stalin berkata bahwa partai hanya punya dua pilihan. Pertama, 
membangun sosialisme walaupun terdapat kondisi keterbelakangan ekonomi di 
Rusia. Pilihan ini berarti tugas partai adalah tetap memegang kekuasaan dan 
memimpin pembangunan sosialisme. Kedua, kalau partai merasa tidak mampu 
mengatasi kaum borjuasi dan membangun sosialisme dengan bersandar kepada 
kekuatannya sendiri, tanpa dukungan kemenangan revolusi di negeri lain, maka 
partai harus dengan jujur mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada 
kekuatan politik lain. Karena, menurut Stalin, sebuah partai kelas buruh tidak 
berhak menipu kelasnya.
Sebaliknya, ini kata-kata Trotsky: “Selain keterbelakangan yang diwarisi dari 
masa lalu, kelemahan ekonomi Soviet terletak pada isolasi pasca-revolusioner 
sekarang ini, yaitu, ketidakmampuannya untuk mendapatkan akses ke sumber daya 
ekonomi dunia, tidak hanya pada basis sosialis tapi bahkan pada basis 
kapitalis, yaitu, dalam bentuk kredit internasional normal dan ‘pembiayaan’ 
pada umumnya, yang memainkan peran sangat menentukan bagi negeri-negeri 
terbelakang”.
Lebih lanjut Trotsky menegaskan, “Stalin membawa-bawa hukum perkembangan tidak 
merata, bukannya untuk memprediksi perebutan kekuasaan oleh kaum proletar di 
sebuah negeri terbelakang tepat pada waktunya, tetapi, (setelah itu dilakukan 
pada tahun 1924), untuk memaksakan tugas membangun sebuah masyarakat sosialis 
nasional kepada kaum proletariat yang sudah menang. Namun, justru di sinilah 
hukum perkembangan yang tidak merata tidak dapat diterapkan, karena ia tidak 
menggantikan dan juga tidak menghapuskan hukum-hukum ekonomi dunia; sebaliknya, 
ia (‘hukum perkembangan tidak merata’) tersubordinasi kepadanya (‘ekonomi 
dunia’).
Trotsky melihat keterbelakangan ekonomi Rusia, tidak adanya kredit lembaga 
internasional, tidak terjadinya revolusi di negeri-negeri Eropa, sebagai 
halangan yang tak akan bisa diatasi oleh kaum buruh dan rakyat pekerja Rusia. 
Di samping itu, Trotsky menentang teori Lenin tentang perkembangan tidak merata 
sebagai sifat absolut dari kapitalisme dan dengan sendirinya juga menentang 
teori “mata rantai terlemah” yang memungkinkan menangnya revolusi sosialis di 
satu negeri.
Dengan kata lain, Trotsky tidak percaya kepada kemampuan Partai Bolshevik, 
tidak percaya kepada kekuatan kelas buruh dan rakyat pekerja Rusia sebagai 
faktor internal dari pembangunan sosialisme. Trotsky menitik beratkan pada 
faktor eksternal. Lantas di mana kepandaian Trotsky dalam menerapkan 
dialektika? [Tatiana Lukman]



Sent from Mail for Windows 10

Kirim email ke