*Apakah hutang sekian banyaaaak ini tidak menjadi beban berat buat negara?*


https://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/20419/utang_pemerintah_semester_i_202
<https://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/20419/utang_pemerintah_semester_i_2020_tembus_rp_421_5_triliun>
*Utang Pemerintah Semester I-2020 Tembus Rp 421,5 Triliun*

0_tembus_rp_421_5_triliun
<https://www.sinarharapan.co/ekonomi/read/20419/utang_pemerintah_semester_i_2020_tembus_rp_421_5_triliun>

Senin , 20 Juli 2020 | 19:33


JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan
realisasi pembiayaan utang hingga semester I telah mencapai Rp 421,5
triliun atau 34,5 persen dari target dalam Perpres 72/2020 yang sebesar Rp
1.220,5 triliun.

Ia menuturkan pembiayaan utang tersebut meningkat 132,7 persen dari periode
sama tahun lalu yang sebesar Rp 181,2 triliun atau 50,4 persen dalam target
APBN 2019 Rp 359,3 triliun.


“Ini kenaikan yang sangat besar karena defisit diperkirakan mencapai 6,34
persen dari PDB,” katanya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin
(20/7/2020).

Pada kesempatan yang sama, Menkeu juga menyatakan pihaknya bersama Bank
Indonesia (BI) telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait
bagi beban atau burden sharing dalam rangka penanganan COVID-19.

“SKB sudah ditandatangani tetapi kita bersama BI akan terus melihat apakah
ada sesuatu yang harus ditambahkan. Baik SKB I dan II sudah ditandatangani
dan sudah operasional,” ujarnya.



Sri Mulyani menuturkan penandatanganan SKB kedua tersebut melengkapi SKB
pertama tertanggal 16 April 2020 terkait Bank Indonesia yang diperbolehkan
untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana.

“(SKB) pertama BI akan menjadi standby buyer untuk pasar primer dari bond
kita,” ujarnya.

Sementara pada SKB kedua ini, pemerintah dan BI mengambil
langkah burden sharing yang didasarkan pada kelompok penggunaan pembiayaan
untuk public goods/benefit dan non-public goods/benefit.


Pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak terdiri
dari pembiayaan di bidang kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial
Rp 203,9 triliun, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda Rp
106,11 triliun.

Sedangkan pembiayaan untuk non-public goods yang menyangkut upaya pemulihan
ekonomi dan dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) Rp 123,46 triliun, Korporasi non-UMKM Rp 53,57 triliun,
dan non-public goods lainnya.

Untuk pembiayaan public goods, seluruh beban akan ditanggung BI melalui
pembelian SBN menggunakan mekanisme private placement dengan tingkat kupon
sebesar BI reverse repo rate yaitu BI akan mengembalikan bunga atau imbalan
yang diterima kepada pemerintah secara penuh.



“Untuk belanja-belanja yang sifatnya public benefit akan diberikan
pembiayaan melalui SBN di mana suku bunga pemerintah adalah nol persen,”
katanya.

Untuk pembiayaan non-public goods bagi UMKM dan Korporasi non-UMKM akan
ditanggung pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI
berkontribusi sebesar selisih bunga pasar atau market rate dengan BI
reverse repo rate tiga bulan dikurangi 1 persen.

“Sedangkan untuk UMKM dan korporasi BI akan menanggung sebagian bunga serta
pemerintah menanggung bunganya 1 persen di bawah reverse repo rate,”
jelasnya.

Sri Mulyani berharap melalui adanya SKB pertama dan kedua ini akan
memberikan dampak dalam memenuhi defisit yang diperkirakan meningkat hingga
6,34 persen pada 2020.

“Kami dengan BI telah menandatangani SKB I dan II sehingga ini akan
memberikan dampak untuk keyakinan dalam memenuhi defisit yang diperkirakan
akan meningkat pada semester II,” katanya. *(E-3)*


------

Kirim email ke