Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit Jiwa?
http://indonesian.cri.cn/20200925/c3667b66-f7aa-f5b6-635a-1c52705c9d75.html
2020-09-25 08:37:47
Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit Jiwa?_fororder_W020200923282588780506
PBB adalah organisasi internasional antar pemerintah yang paling besar,
paling penting, paling berepresentatif dan paling berwibawa di dunia.
Meskipun kadang-kadang PBB memainkan peranan tidak begitu memuaskan
dalam penyelesaian masalah riil, tapi statusnya dalam masyarakat
internasional tidak boleh dikurangi. Namun, dalam debat umum Sidang
Majelis Umum (SMU) PBB pada 22 September lalu, Presiden AS menggunakan
kesempatan berpidato di arena internasional, secara terang-terangan
menuding Tiongkok.Dalam pidato sepanjang 7 menit itu, dia 11 kali
menyebut Tiongkok, malah menggunakan kata stigma yang telah dilarang
digunakan baik dalam negeri AS maupun di masyarakat internasional, sama
sekali tidak menghiraukan tingkah laku diri dan citra negara AS yang
diwakilinya. Ternyata, demi mengalahkan Tiongkok, Trump sudah bertaruh
semuanya, berteriak-teriak di depan arena internasional tertinggi dunia
ini.Tuduhan tak beralasan Trump adalah penodaan terhadap Tiongkok, juga
merupakan peremehan terhadap kewibawaan PBB, tidak memperoleh hasil
apapun, malah memungkinkan masyarakat internasional merasa jilik atas
tingkah laku pemimpin AS bahkan pemerintah AS yang selalu sombong dan
bertindak hegemoni.
Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit
Jiwa?_fororder_29381f30e924b899242093ed33c54e920b7bf616
BBC dalam komentarnya di situs webnya menyatakan, Presiden Trump
menggunakan platformnya di panggung dunia untuk mencela Tiongkok.Dengan
waktu kurang dari 40 hari lagi hingga pemilihan AS, celaan terhadap
Tiongkok mewarnai kampanye Trump.
Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit
Jiwa?_fororder_0b55b319ebc4b745d627c6ecd30a161088821591
New York Times dalam editorialnya mengatakan, mengalihkan tugas pandemi
covid-19 kepada Tiongkok, menghindari kegagalan dirinya seperti
dikatakan para pengkritik, inilah topik utama pidato Trump. Akan tetapi
Trump belum menyebut kasus terdiagnosa covid-19 di AS sudah mendekati 7
juta, jauh lebih tinggi daripada negara manapun, kasus kematian lebih
dari 200 ribu, angka ini juga jauh lebih tinggi daripada negara manapun.
Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit
Jiwa?_fororder_3b87e950352ac65c5a77be6d2e7be61692138acb
AFP dalam laporannya menyindirkan “Di atas layar lebar ruang sidang
majelis PBB, Si presiden AS berhasil mengubah tempat pidato kampanye ke
arena internasional.”
Siapa Yakin Kebohongan AS Yang Sakit
Jiwa?_fororder_1126527864_16008218546571n
Sedangkan pemimpin Tiongkok menekankan dalam pidatonya, kita hidup dalam
suatu bumi yang interaktif, dan hidup senasib sepenanggungan, hendaknya
mempunyai kesadaran atas kita semuanya adalah komunitas senasib
sepenanggungan, dan keluar dari lingkaran kecil dan pikiran zero sum
gim. Negara besar harus menjaga citra negara dirinya dan menunjukkan
tanggung-jawabnya.
Siapalah kontributor demi perdamaian dan kestabilan dunia? Siapalah
pengacau dunia yang sakit jiwa? Di depan arena internasional sama,
terdapat dua pandangan yang berbeda, mana yang patut diaju jembo? Anda
punya jawaban dirinya.
COVID19 BERDAMAI DENGAN MANUSIA
http://indonesian.cri.cn/20200924/653caeea-6d76-52a6-b55c-5e16dd324d78.html
2020-09-24 17:01:27
(Penulis: Linjin Tjan)
Belum lama ini terdengar kabar, ada yang mengusulkan agar manusia
(masyarakat) bisa hidup berdampingan dan berdamai dengan Covid19 yang
sudah menyebar rata ke seluruh propinsi, bahkan seluruh pelosok bumi
ini. Memang banyak orang menganggap, usulan itu sontoloyo. Bagaimana
mungkin Covid19 yang merusak banyak tatanan dan lapisan masyarakat koq
diajak berdamai, duduk bersama sambil ngopi. Apapun alasan dan dasar
pemikiran itu, hilang lenyap tertiup angin lalu sebagai omong kosong
tanpa kajian ilmiah.
Namun, rupanya bukan manusia saja yang sontoloyo ingin berdamai dengan
virus bernama Covid19 itu. Ternyata para Covid19 itu pun juga kini
mengajukan tawaran berdamai dengan manusia. Mereka kini mengalami
kelelahan dan kewalahan dalam perkembang-biakan mereka yang tertinggal
kalah cepat dengan pelanggaran protokol yang memaksa si Covid19 harus
berpindah menular secara ter-buru2. Seringkali bibit Covid19 yang baru
menetas, sudah dipaksa berpindah menyebar karena manusia yang
ditumpanginya bersenggolan dengan badan yang belum berpenumpang.
Akibatnya, para virus Covid19 merasa kekuatan kembang-biaknya kalah
dengan kegiatan manusia. Selain itu, setelah nyaman menumpang di badan
manusia, banyak yang tidak terselamatkan sehingga mereka pun terbawa
masuk ke dalam liang lahat bersama jasad tumpangan mereka. Inilah yang
menjadikan mereka berpikir untuk berdamai dengan manusia, mencari cara
yang “win-win solution” begitulah.
Coba kita mundur ke bulan Maret lalu, dimana para ahli telah memprediksi
secara matematis epidemiologis, bahwa kita akan mencapai 200 ribu pasien
yang tertular Covid19 di bulan Juli. Kenyataannya, angka tsb baru
terwujud pada awal September. Ini membuktikan terjadinya perlambatan
gerak perpindahan virus Covid19, kalah cepat dengan upaya manusia untuk
berpacu menularkan pada sesama, sehingga mengakibatkan kelelahan dan
kewalahan pada sang Covid 19.
Dalam perjanjian damai yang mereka ajukan, mereka berharap manusia mau
memperlambat penularan secara sembrono dan serampangan agar mereka juga
bisa mengatur pembatasan, sekaligus mengurangi korban di pihak mereka
yang akhirnya harus masuk liang lahat.
Para virus Covid19 pun merasakan bahwa keberadaan mereka bukan saja
mengganggu kesehatan, tapi juga dipakai sebagai alat politik. Sehingga
lahirlah pemeo lama, “Mempolitikkan virus, dan memviruskan politik”.
Akibat lebih lanjut, koalisi para virus pun kini terpecah, karena mereka
berpikir bahwa bermain politik jauh lebih “fun”, lebih menjamin, tanpa
resiko harus masuk kubur………….
Kalau manusia dan virus sudah sepakat saling berdamai, tunggu apa lagi
kita???
Tunggulah apa yang terjadi selanjutnya…………….
(Linjin, 14 Sept 2020)