Ada ujar ujar mengatakan rajin baca tanpa menggunakan pikiran sama saja dengan 
kutu buku dan dogmatis Rajin baca menggunakan pikiran tanpa hati nurani jadinya 
egois.
Rajin baca gunakan pikiran dan hati nurani maka kedamaian, keadilan akan 
dicapai. 

-- 
j.gedearka <j.gedea...@upcmail.nl>



https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1957-malas-baca-rajin-unjuk-rasa


 Jumat 09 Oktober 2020, 05:00 WIB 

Malas Baca Rajin Unjuk Rasa 

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial 

  Malas Baca Rajin Unjuk Rasa MI/Ebet Usman Kansong Dewan Redaksi Media 
Group. TODAY a reader, tomorrow a leader’. Ini tulisan yang saya temukan 
terpampang di dinding satu rumah baca warga di Balikpapan, Kalimantan Timur. 
Saya mengunjungi rumah baca itu pada Ramadan 2019 bersama Pertamina. Rumah baca 
itu CSR Pertamina. Tulisan tersebut karya Margaret Fuller, seorang jurnalis, 
kritikus, dan penganjur hakhak perempuan di Amerika. Maknanya kira-kira, bila 
Anda gemar membaca kini, Anda jadi pemimpin kelak. Banyak pemimpin sekaligus 
pembaca buku. Susilo Bambang Yudhoyono presiden yang gemar baca buku. Jokowi, 
kabarnya, tidak terlalu gemar baca buku, tetapi dia yang ‘dibaca’. Banyak buku 
tentang Jokowi ditulis orang. Banyak skripsi, tesis, disertasi, yang membahas 
Jokowi dari berbagai sisi. Di tengah gelombang unjuk rasa menolak RUU KPK di 
gedung parlemen akhir 2019, muncul meme berupa gambar kaus oblong bertuliskan 
‘Today a demonstrator, tomorrow a leader’. Maknanya kurang lebih, bila Anda 
berunjuk rasa kini, Anda pemimpin kelak. Meme ini saya temukan di aplikasi 
pertukaran pesan yang saya ikuti. Bersamaan dengan itu, di grup yang sama 
muncul meme berupa foto Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, Fadli Zon, Fahri 
Hamzah. Di bawahnya tertulis ‘Ke mana mereka?’. Keempatnya waktu itu anggota 
DPR RI. Mereka termasuk pemimpin. Saya yakin keempatnya juga gemar membaca. 
Semasa mahasiswa, menjelang reformasi, mereka berdemonstrasi di Gedung DPR. 
Apakah yang menjadikan mereka pemimpin lebih karena mereka gemar membaca atau 
lebih karena mereka demonstrator? Paling tidak, gemar membaca membuat mereka 
paham apa yang mereka perjuangkan dalam unjuk rasa. Unjuk rasa mereka berdasar. 
Tiga hari belakangan, buruh dan mahasiswa berunjuk rasa menentang pengesahan 
undang-undang omnibus law. Mereka mendemo DPR yang mengesahkan undang-undang 
itu. Tinggal Adian dan Fadli Zon yang masih jadi anggota DPR. Salah satu 
penelepon di acara Bedah Editorial di Metro TV kemarin mempertanyakan 
jangan-jangan pengunjuk rasa tidak membaca UU omnibus law. yang disahkan. 
Memang banyak yang menyebut buruh atau mahasiswa mempersoalkan omnibus law 
karena mereka belum membaca substansinya. Boleh jadi mereka hanya membaca hoaks 
tentang undang-undang itu. Hoaks itu memuat rancangan lama undang-undang itu. 
Hoaks antara lain memuat penghapusan hak-hak buruh, seperti hak cuti, upah 
minimum, alih daya. Padahal, omnibus law mengatur dan mengakomodasi hak-hak 
buruh. Hoaks lain mengatakan terjadi sentralisasi perizinan serupa masa Orde 
Baru. Padahal, perizinan tetap di tangan kepala daerah. Namun, bila dalam 
jangka waktu tertentu kepala daerah tak kunjung mengeluarkan izin, pusat 
berwenang menerbitkannya. Juga soal lingkungan, hoaks menyebutkan tidak ada 
lagi amdal. Padahal, amdal tetap wajib hukumnya hanya lebih disederhanakan. 
Barangkali karena malas membaca isi undang-undang, mereka lalu berunjuk rasa. 
Kalaupun mereka membaca dan kemudian berunjuk rasa, itu karena mereka membaca 
informasi hoaks. Dengan perkataan lain, hoaks yang mereka baca itulah yang 
menyulut mereka berunjuk rasa. Bila seperti ini proses mereka berunjuk rasa, 
adagium today a demonstrator, tomorrow a leader kiranya tidak berlaku. Tidak 
terlalu salah sebetulnya orang malas membaca undangundang omnibus law, yang 
jumlahnya sampai 1.000 halaman itu. Namanya juga undang-undang sapu jagat. Oleh 
karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyampaikan sejumlah substansi 
omnibus law. Pemerintah, saya perhatikan, mulai memviralkan substansi omnibus 
law. Lebih bagus lagi jika kita semua membuka diri untuk berdialog. Tujuan 
utama pemerintah menyampaikan substansi omnibus law melalui informasi di media 
maupun dialog bukan untuk meredam atau mengakhiri unjuk rasa. Toh, semestinya 
hari ini tidak ada lagi unjuk rasa. Tujuan utamanya ialah memberi kesempatan 
kepada kita semua untuk ‘membaca’ dan memahami substansi Undang-Undang Omnibus 
Law Cipta Kerja. Siapa tahu di antara mahasiswa atau buruh yang membaca 
undang-undang omnibus law kelak ada yang menjadi pemimpin.

Sumber: 
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/1957-malas-baca-rajin-unjuk-rasa





Kirim email ke