ht*tps://voi.id/berita/16866/faisal-basri-presiden-jokowi-sedang-menerapkan-politik-upah-murah-melalui-uu-cipta-kerja
<http://voi.id/berita/16866/faisal-basri-presiden-jokowi-sedang-menerapkan-politik-upah-murah-melalui-uu-cipta-kerja>*
Faisal Basri: Presiden Jokowi Sedang Menerapkan Politik Upah Murah melalui
UU Cipta Kerja
15 Okt 2020 15:15 | Tim Editor
<https://voi.id/berita/16866/faisal-basri-presiden-jokowi-sedang-menerapkan-politik-upah-murah-melalui-uu-cipta-kerja>

JAKARTA - Ekonom Faisal Basri mengatakan, alasan pemerintah menerbitkan
Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja untuk menarik investasi asing masuk
ke Indonesia tidak tepat. Sebab, tanpa UU Cipta Kerja pertumbuhan investasi
asing yang masuk ke RI sangat baik.

"Investasi kita tidak ada masalah, saya sekadar menunjukkan beberapa saja
investasi khusus asing. Katanya Indonesia kalah dengan Vietnam, Thailand,
dan Malaysia. Ini data resmi, data UNCTAD 2019, Indonesia itu masuk top 20.
Tidak ada Vietnam, Malaysia, dan Thailand," katanya, dalam diskusi virtual
bertajuk 'UU Cipta Kerja Vs Pemberantasan Korupsi', Kamis, 15 Oktober.

Bersarakan Data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD)
tahun 2019, yang masuk dalam 20 besar negara yang menjadi tuan rumah
investasi asing langsung adalah Amerika Serikat, China, Singapura, Belanda,
dan Irlandia.

Kemudian, Brasil, Hong Kong, Inggris, India, Canada, Jerman, Australia,
Prancis, Mexico, Rusia, Italia, Siprus, Indonesia, Swedia dan Israel.

"Jadi kita lihat yang disampaikan pemerintah itu tidak berdasar. ASEAN di
sini hanya diwakili oleh Indonesia dan Singapura," tuturnya.
Politik Upah Murah Lewat UU Cipta Kerja

Faisal mengatakan, jika yang dimaksud pemerintah adalah Indonesia kalah
dengan Vietnam, Thailand dan Malaysia terkait relokasi perusahaan asing
dari China, hal tersebut memang benar.

"Yang tidak ada itu relokasi industri dari China ke Indonesia. Memang kita
tidak pantas untuk menguber-uber relokasi seperti itu. Karena relokasi itu
adalah industri-industri padat karya yang mengandalkan upah buruh murah,"
jelasnya.

Menurut Faisal, karena faktor upah buruh murah ini yang membuat Indonesia
kalah bersaing dengan Vietnam. Karena itu, kata dia, relokasi tersebut
memang tak cocok di Indonesia.

Lebih lanjut, Faisal menyayangkan langkah pemerintah yang terus mendorong
relokasi perusahaan asing dari China ke Indonesia untuk padat karya melalui
UU Cipta Kerja. Ia menilai, pemerintah terlihat sedang menerapkan politik
upah murah.

"Jadi tentu saja relokasi industri tidak tepat ke Indonesia buat mereka.
Mereka larinya ke Bangladesh, Kamboja, Pakistan, dan Vietnam itu. Inilah
yang saya sayangkan dari pidato Pak Jokowi. Jelas sekali pidato Pak Jokowi
ini kita menerapkan politik upah murah," jelasnya.

Menurut Faisal, politik upah murah itu tergambar dari pernyataan Presiden Joko
Widodo <https://voi.id/aktual/7040/mengenal-siapa-jokowi-sebenarnya> dalam
rapat terbatas dengan gubernur-gubernur tekait kebutuhan UU Cipta Kerja
untuk investasi.

"Pertama dia (Jokowi) bilang alasannya setiap tahun ada 2,9 juta penduduk
usia kerja baru, anak muda yang masuk ke pasar kerja. Sehingga kebutuhan
atas serapan lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak," ujarnya.

Kemudian, kata Faisal, Jokowi juga mengatakan di tengah pandemi COVID-19
ini terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja
terdampak pandemi COVID-19. Sehingga, perlu mendorong penciptaan lapangan
pekerjaan baru khususnya di sektor padat karya.

Baca juga:

   - Faisal Basri: UU Cipta Kerja adalah Upaya Sistematik Rezim Buka Celah
   Korupsi
   
<https://voi.id/berita/16860/faisal-basri-uu-cipta-kerja-adalah-upaya-sistematik-rezim-buka-celah-korupsi>
   - Pengamat Intelijen CIIA Duga Penunggang Demo UU Cipta Kerja Berasal
   dari Rezim
   
<https://voi.id/berita/16816/pengamat-intelijen-ciia-duga-penunggang-demo-uu-cipta-kerja-berasal-dari-rezim>
   - Draf Final Baru Sampai Istana, UU Cipta Kerja Sudah Digugat ke MK
   
<https://voi.id/berita/16818/draf-final-baru-sampai-istana-uu-cipta-kerja-sudah-digugat-ke-mk>

"Waktu itu kan pemerintah memasukkan ada upah minimum padat karya sektoral
tetapi pada akhirnya tidak," tuturnya.

Faisal menjelaskan, jika dilihat klasifikasi pekerja berdasarkan
pendidikan, 39 persen pekerja berpendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD)
atau tidak pernah sekolah sama sekali. Kemudian, pekerja yang berpendidikan
sekolah menengah 18,34 persen. Artinya, sekitar 57 persen adalah tamatan
SLTP ke bawah.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, yang menarik adalah jumlah pekerja yang
menganggur terbanyak bukan mereka yang berpendidikan rendah. Sebab, semakin
rendah tingkat pendidikan seseorang maka semakin sedikit pengangguran.

Kata Faisal, untuk tingkat SD angka penganggurannya hanya 2 persen.
Kemudian, pengangguran tertinggi adalah mereka yang berpendidikan SMK.
Kemudian, nomor dua terbanyak adalah diploma 1 dan diploma 3. Lalu, SMA,
dan terakhir adalah mereka yang lulusan perguruan tinggi.

"Jadi orang-orang yang menganggur ini berpendidikan lebih tinggi dan
usianya muda. Jadi tidak cocok kalau padat karya didorong-dorong. Orang
yang berpendidikan rendah ini sudah kerja kok. Hanya sedikit saja yang
menganggur," tuturnya.

Kirim email ke