Jangan coba-coba bergerak-gerik mencurigakan, apalagi berciuman 
dengan lawan jenis di jalan, Anda bisa ditangkap!
Itulah salah satu peraturan daerah (perda) yang diberlakukan di Kota 
Tangerang, Provinsi Banten.
Tepat pada usia ke-13, Pemerintah Kota Tangerang mulai melaksanakan 
Perda Nomor 7 Tahun 2005 tentang larangan pengedaran dan penjualan 
minuman beralkohol, dan Perda No 8/2005 tentang larangan pelacuran 
tanpa pandang bulu.
Mereka yang melanggar ketentuan tersebut akan ditangkap, ditahan, 
lalu diadili. Karena itu, jika Anda seorang perempuan dan sedang 
berada di Kota Tangerang, jangan pernah bersikap mencurigakan atau 
berada sendirian di jalan, di atas pukul 19.00, terutama di jalan 
yang disebut-sebut sebagai tempat pekerja seks komersial (PSK) biasa 
mangkal. Anda bisa dikenai perda antipelacuran tersebut.
Sidang perdana penerapan perda itu sudah mulai dilaksanakan Selasa 
(28/2) lalu. Dalam persidangan yang digelar bersamaan dengan pesta 
ulang tahun Kota Tangerang itu ternyata tak semua yang ditangkap, 
ditahan, lalu diadili adalah PSK.
Sebagian di antara mereka adalah ibu rumah tangga yang saat 
penangkapan itu kebetulan sedang minum teh botol di tepi jalan 
sebelum melanjutkan perjalanan ke rumahnya.
Ada pula seorang istri yang sedang bersama kawan suaminya di hotel 
karena menunggu sang suami mencari makan malam sebelum bertemu 
rekanan bisnis jual-beli mobil.
Selain itu, ada istri seorang guru SD negeri di Kota Tangerang yang 
hendak mencari angkutan kota setelah pulang dari tempat kerjanya.
Ada pula perempuan yang didakwa sebagai PSK, tetapi belum sempat 
bertransaksi dengan pria yang menghendakinya. "Saya baru saja 
sampai, belum dapat tamu karena masih sore, baru pukul 20.00, eh... 
keburu ditangkap," katanya.
Meski di antara mereka ada yang tidak terbukti sebagai PSK, oleh 
hakim tunggal Barmen Sinurat, mereka tetap dinyatakan bersalah 
melanggar Pasal 4 Ayat 1 Perda No 8/2005.
Perda itu berbunyi, "Setiap orang yang sikap atau perilakunya 
mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka 
pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, 
di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah 
penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung 
tempat tontonan, di sudut-sudut jalan atau di lorong-lorong jalan 
atau tempat lain di Daerah".
Sinurat lalu menghukum mereka membayar Rp 1.000, lalu mengembalikan 
mereka kepada keluarga masing-masing untuk dibina.
Mereka yang mengaku sebagai PSK dihukum denda Rp 150.000-Rp 550.000 
atau kurungan tiga sampai delapan hari.
Hukuman ini memang lebih ringan daripada ketentuan dalam perda yang 
mengancam pelanggarnya paling lama tiga bulan kurungan atau denda 
setinggi-tingginya Rp 15 juta.

ISTRI GURU
Yang menarik adalah pengadilan atas Ny Lilis Lindawati (36), istri 
seorang guru SD Negeri V di Gerendeng, Tangerang. Terhadap istri 
guru ini Sinurat tetap menyatakan dia sebagai PSK sekalipun Lilis 
menolak keras dakwaan itu karena dia adalah pekerja yang saat itu 
hendak pulang ke rumah.
Nasib sial menambah penderitaan Lilis. Sampai sidang usai digelar, 
Lilis yang tengah hamil dua bulan itu tak bisa menghadirkan saksi 
yang menerangkan bahwa dirinya bukan pelacur. "Tolong jemput suami 
saya. Saya ini bukan pelacur seperti yang dikatakan tadi," pinta 
Lilis sembari menangis.
Hakim menghukum Lilis membayar denda Rp 300.000 atau kurungan 
delapan hari. Namun, Lilis menolak membayar denda karena ia merasa 
bukan pelacur sebagaimana yang didakwakan.
Sejak ditahan, Lilis bukan tak berusaha menghubungi suami dan 
keluarganya. Namun, upaya meminjam telepon kepada petugas atau pergi 
ke warung telekomunikasi untuk menghubungi saudara atau rekannya pun 
ia tidak mendapat izin. "Suami saya tak punya telepon," papar Lilis.
Ketika selesai sidang dia mendapatkan pinjaman telepon, Lilis buru-
buru menelepon salah seorang teman suaminya. Namun, sang suami yang 
hari Selasa menderita tekanan darah tinggi ternyata tidak muncul di 
sidang pengadilan sehingga ia dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan 
Wanita.
Tak pulangnya Lilis ke rumah membuat suaminya, Kustoyo (42), 
bertanya-tanya. Namun, karena ia sedang sakit dan sama sekali tak 
punya uang, Kustoyo memilih menunggu sang istri pulang. Selasa malam 
seorang rekannya yang mendapat telepon dari Lilis baru sempat 
memberi kabar bahwa istrinya ditahan karena kena razia.
Malam itu juga Kustoyo datang ke Kantor Satuan Polisi Pamong Praja 
Kota Tangerang sambil membawa kartu tanda penduduk, surat nikah, dan 
kartu keluarga. Petugas menyarankan, guru yang sudah mengabdi selama 
20 tahun dengan golongan 3C tersebut datang keesokan harinya (Rabu).
"Saya tak punya uang sama sekali, untung sama teman saya dikasih Rp 
5.000. Tapi malam itu saya tak berani pulang, takut tak punya ongkos 
buat besoknya," tutur tamatan sekolah pendidikan guru agama itu.
Malam itu ia nekat minta izin seorang yang bekerja di warteg (warung 
tegal) kenalannya untuk menginap di bangku belakang 
warung. "Semalaman itu saya tak bisa tidur, bingung harus 
bagaimana," katanya.
Ia mengatakan, Lilis dua bulan terakhir bekerja di sebuah rumah 
makan di Tangerang. Sang istri biasa berangkat kerja siang hari dan 
sampai di rumah sekitar pukul 23.00 dengan naik angkutan kota yang 
berganti beberapa kali.
Rabu pagi Kustoyo datang ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan 
Karawaci untuk melapor kepada Ius, atasannya. Atas saran Ius, 
Kustoyo membuat surat klarifikasi bersegel yang menyatakan bahwa 
Lilis adalah istrinya dan bekerja di sebuah restoran di Tangerang.
Surat klarifikasi itu ditujukan kepada Kepala Dinas Penertiban dan 
Ketertiban Kota Tangerang. Ketika ia membawa surat ke kantor 
tersebut, petugas di sana meminta dia pergi ke Pusat Pemerintahan 
(Puspem) Kota Tangerang untuk bertemu dengan petugas bernama Lubis.
"Uang di kantong tinggal dua ribuan. Supaya cukup untuk ongkos 
pulang, saya jalan kaki ke Puspem. Tapi, di kantor itu saya diminta 
membayar Rp 300.000 jika ingin membebaskan istri saya," tuturnya 
lirih.
Ia sempat agak marah ketika beberapa petugas di Puspem menyatakan 
istrinya mengaku sebagai pelacur. Atas petunjuk pegawai di Puspem, 
Kustoyo pergi ke Kejaksaan Negeri Tangerang dengan berjalan kaki 
untuk menemui seorang jaksa yang menangani perkara istrinya itu.
Sampai di kejaksaan, petugas menyatakan jaksa yang ia cari tidak ada 
di kantor karena sedang sidang. "Mereka minta saya membayar denda 
untuk istri saya, tapi dalam hati saya menolak karena istri saya 
bukan pelacur," katanya saat ditemui Kompas, Rabu sore. Hingga 
kemarin Kustoyo belum berhasil membebaskan istrinya yang ia nikahi 
tahun 2001. "Ia sedang hamil. Saya takut ia keguguran lagi," 
tuturnya.
Lilis ditangkap hari Senin lalu sekitar pukul 19.00-22.00 ketika 
petugas melakukan razia di jalan-jalan utama dalam kota itu. Saat 
itu juga 27 perempuan dan seorang waria yang sedang berada di tepi 
jalan dan di dalam kamar hotel ditangkap.
Tak peduli saat itu mereka sedang berdiri menunggu angkutan kota, 
tengah minum teh botol, makan di warung sendirian, atau berada di 
dalam kamar hotel. Pokoknya, dalam keberadaan seperti itu, mereka 
langsung diangkut ke kendaraan menuju Kantor Satuan Polisi Pamong 
Praja Kota Tangerang. Di sanalah mereka diproses berdasarkan perda 
kota tersebut. (SOELASTRI SOEKIRNO)

Sumber: KOMPAS, Kamis, 02 Maret 2006








REKOMENDASI MILIS:
http://groups.yahoo.com/group/hatihatilah
http://groups.yahoo.com/group/relasimania
http://groups.yahoo.com/group/ebookmaniak
http://groups.yahoo.com/group/mobilemaniak
http://groups.yahoo.com/group/agromania
http://groups.yahoo.com/group/katasibijak
http://groups.yahoo.com/group/agromania
http://groups.yahoo.com/group/indogitar
http://groups.yahoo.com/group/sukasukamu
http://groups.yahoo.com/group/indowanted 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/hatihatilah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke