Anda terdaftar dengan alamat: arch...@mail-archive.com

e-JEMMi -- Misi di Asia 2
No.15, Vol.16, April 2013

Shalom,

Pernahkah Anda mengingat-ingat apa saja yang telah Anda tinggalkan demi menjadi 
murid Kristus? Pernahkah Anda menghitung, berapa kali Anda harus menanggung 
malu dan diperlakukan dengan tidak pantas oleh karena nama-Nya? Atau, seberapa 
sering Anda harus menelan perasaan manusiawi Anda seperti kemarahan, keinginan 
untuk membalas kejahatan orang lain, atau bahkan impian-impian pribadi Anda 
demi menaati panggilan-Nya?

Dalam edisi e-JEMMi kali ini, kami rindu mengajak pembaca sekalian untuk 
merenungkan kembali apa arti menjadi murid Kristus yang sejati. Di edisi ini 
pula, kami menyertakan sebuah artikel kesaksian misi yang mengisahkan kehidupan 
seorang hamba Tuhan di Filipina yang tetap setia mengikut Tuhan sampai Tuhan 
menjemputnya. Kiranya apa yang kami sajikan di edisi ini menjadi berkat yang 
menguatkan dan terus mendorong pembaca sekalian untuk berkarya bagi Tuhan. 
Selamat membaca, Tuhan Yesus memberkati kita sekalian.

Pemimpin Redaksi e-JEMMi,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://misi.sabda.org/ >


RENUNGAN MISI: MENJADI MURID HARUS BERANI BAYAR HARGA (LUKAS 14:25-35)

Lukas 14:25-35 menjelaskan banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus. 
Berarti, Yesus telah menjadi populer di masyarakat atau menjadi tokoh idola 
banyak orang. Yesus, sebagai pemimpin yang bijaksana, menyampaikan hal-hal yang 
sangat prinsip bagi iman Kristen kepada para pendengar-Nya. Dia berkata, 
"Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi 
murid-Ku." (Lukas 14:27) Kata "tidak dapat" dalam bahasa aslinya menggunakan 
kata "Ouk dunatai". Kata ini bisa berarti tidak punya hak atau tidak punya 
kuasa. Dengan kata lain, Yesus ingin menegaskan barangsiapa tidak memikul 
salibnya dalam mengikut Tuhan, ia sama sekali tidak berhak menyebut dirinya 
sebagai murid Tuhan. Tujuan pernyataan ini adalah agar umat Tuhan memahami 
makna mengikut Tuhan dalam porsi yang benar dan bertanggung jawab.

Yesus tidak menjanjikan fasilitas bagi orang-orang yang mendengarkan 
pernyataan-Nya itu. Yesus tidak berkata seperti para pemimpin organisasi dunia 
yang menjanjikan fasilitas-fasilitas yang nantinya akan dinikmati setelah 
terpilih menjadi pemimpin, walaupun dalam kenyataannya, janji tinggal janji. 
Yesus memberikan syarat-syarat mendasar bagi setiap pengikut-Nya. Syarat-syarat 
tersebut harus dipenuhi apabila ingin menjadi murid yang dikenan-Nya (Lukas 
14:26). Dalam Matius 22:37 Yesus menegaskan, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan 
segenap hatimu, segenap jiwamu, segenap akal budimu." Ini prinsip iman yang 
tidak bisa ditawar-tawar. Ikut Tuhan harus siap, baik dalam keadaan suka maupun 
duka.

Anak-anak Tuhan dalam gereja mula-mula mengalami tantangan penganiayaan, tetapi 
justru mereka setia mengikut Tuhan karena mereka punya landasan dan alasan yang 
kokoh untuk mengikut Tuhan. Polikarpus, seorang anak Tuhan yang sungguh-sungguh 
mengasihi Tuhan, ditangkap oleh Pemerintah Romawi, kemudian diancam untuk 
dibunuh. Kepadanya ditanyakan: "Polikarpus, apakah engkau masih mau ikut Yesus? 
Kalau engkau tetap ikut Dia, saat ini engkau pasti tidak akan selamat. Tetapi 
jika engkau menyangkal Dia, engkau pasti akan selamat dari ancaman kematian." 
Dengan tegas Polikarpus menjawab, "Pada usia 9 tahun aku telah mengenal 
kasih-Nya, sekarang aku telah berusia 84 tahun, aku tidak pernah disakiti-Nya, 
bagaimana mungkin aku menyangkal Dia?"

Polikarpus memiliki alasan yang kuat untuk mengikut Yesus. Dalam Lukas 
14:28-33, Yesus memberikan gambaran tentang seseorang yang akan mendirikan 
suatu menara atau raja yang akan berperang. Seorang perancang bangunan, agar 
hasil yang dicapai maksimal, harus duduk diam terlebih dahulu untuk memikirkan 
dan mempertimbangkan apa saja yang akan dilakukannya agar bangunan itu jadi dan 
hasilnya tidak memalukan. Demikian juga, seorang raja yang maju berperang harus 
memikirkan kekuatan dan kelemahan prajurit yang dimilikinya, kalau tidak, lebih 
baik berdamai saja dengan lawannya. Contoh ini memberikan inspirasi kalau mau 
ikut Tuhan, pertimbangkan baik-baik bahwa ada pengorbanan dan risiko yang 
mungkin akan ditanggung setiap orang yang mengambil keputusan mengikut-Nya.

Allah punya misi yang tidak pernah berubah sepanjang abad untuk dunia ini. Misi 
itu dalam rangka penyelamatan dunia yang berdosa. Lalu, Allah memberi tanggung 
jawab ini kepada setiap generasi sepanjang zaman. Allah bukan tidak mampu 
melaksanakannya sendiri, tetapi Allah ingin melibatkan manusia karena manusia 
adalah "Imago Dei"; diciptakan menurut gambar dan rupa Allah sendiri. Allah 
sangat menghargai manusia. Karena itu, setiap generasi diberi tanggung jawab 
untuk melayani zamannya.

Yesus memberi tanggung jawab kepada para murid-Nya dan kepada setiap generasi 
untuk melakukan "panggilan suci" (Lukas 14:34). Panggilan suci tersebut ialah 
untuk menjadi "garam" bagi dunia. Garam adalah kebutuhan manusia yang penting. 
Garam termasuk kebutuhan primer dalam hal masakan. Masakan yang tidak ada 
garamnya pasti tidak enak, meskipun semua bumbu yang lainnya lengkap. Pekerjaan 
garam memang tidak kelihatan, tetapi khasiatnya sangat terasa.

Menjadi terang bagi generasi kita adalah kerinduan Allah yang terdalam, agar 
banyak orang menjadi percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. 
Dunia ini akan binasa apabila tidak ada terang yang terus-menerus menyinari 
kegelapan hati manusia. Siapakah terang itu? Alkitab menjelaskan Kristuslah 
terang, hanya Kristus yang mampu menerangi kegelapan hati nurani manusia yang 
setiap saat bengkok dan melawan Allah.

Manusia semakin sombong dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan 
berkata, "Science is my god." Benarkah? Sejarah mencatat bahwa ilmu pengetahuan 
tidak mampu menyelamatkan manusia. Ilmu pengetahuan tidak mampu memberi solusi 
bagi persoalan manusia yang mendasar, yakni dosa. Dosa tidak mampu diatasi oleh 
kemajuan teknologi mutakhir apa pun. Penyelesaian masalah dosa hanya ketika 
seseorang datang kepada Kristus dan mengakui-Nya sebagai Tuhan secara pribadi.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin: Sinode GUPDI, Edisi V, No. 3
Penulis: Manati I. Zega, S.Th
Penerbit: Sinode GUPDI
Halaman: 23 -- 25


KESAKSIAN MISI: HIDUP YANG DIJALANI DENGAN BAIK

Sering kali, Tuhan menghadirkan pribadi-pribadi luar biasa untuk memberi 
pengaruh positif yang dapat mengubah keluarga, teman-teman, komunitas, budaya, 
bahkan dunia yang ada di sekitar mereka. Salah satu dari pribadi-pribadi yang 
luar biasa itu adalah Doming Lucasi. Ketika pria ini meninggal, ribuan orang 
terlihat menghadiri pemakamannya sehingga hal itu menyebabkan seorang sopir 
taksi yang melintas di daerah itu berkata, "Orang ini pastilah orang penting."

Anda mungkin menduga bahwa Doming Lucasi adalah seorang pengusaha kaya dan 
terkenal sebagai seorang dermawan. Akan tetapi, pria yang saya kenal dan kasihi 
ini, bukanlah orang seperti yang Anda duga.

Doming Lucasi adalah seorang dari Suku Balangao -- suku bangsa yang berdiam di 
kawasan Luzon bagian tengah, di Filipina. Semasa kecil, Doming tinggal di 
sebuah daerah pegunungan dengan terasering berusia ribuan tahun yang terpahat 
di kaki gunung itu. Masa kecilnya tidaklah mudah. Saat itu, di daerahnya belum 
ada jalan raya yang layak, tidak ada listrik, dan tidak ada pasokan air yang 
mengalir ke rumah-rumah. Meskipun Suku Balangao tinggal di daerah yang memiliki 
sumber daya alam yang kaya, zaman dahulu mereka dikenal sebagai suku pengayau 
dan penyembah roh. Balas dendam adalah nilai tertinggi yang dipegang oleh suku 
ini. Akan tetapi, pada tahun 1962 kehidupan suku ini -- dan kehidupan Doming -- 
berubah selamanya.

Pada tahun itu, atas undangan suku tersebut, Jo Shelter dan Anne Fetzer datang 
dan tinggal di antara mereka. Tujuan kedatangan kedua wanita ini adalah untuk 
menerjemahkan Injil ke dalam Bahasa Balangao. Dalam rencana Tuhan, kedua 
penerjemah muda itu diundang untuk tinggal di rumah ayah Doming, Canao Lucasi, 
dan tinggal bersama keluarganya. Doming menjadi saudara adat bagi Jo dan Anne.

Doming cepat akrab dengan kedua "saudarinya" itu, ia bahkan tertarik terhadap 
firman Allah yang mengatakan bahwa Tuhan mengasihi manusia dan lebih berkuasa 
daripada roh-roh yang selama ini ia percayai. Awalnya, Doming mempertanyakan 
dan menolak firman itu, akan tetapi Tuhan bekerja di dalam dirinya sehingga ia 
tidak hanya menerima Yesus, tetapi juga menjadi asisten penerjemah utama dalam 
proyek penerjemahan Alkitab Perjanjian Baru ke dalam Bahasa Balangao.

Doming juga merasa haus akan pendidikan, rasa haus itulah yang mendorongnya 
untuk keluar dari kampung halamannya dan melanjutkan pendidikannya di sebuah 
perguruan tinggi. Hal itu tidak umum, sebab sangat jarang ada pemuda Balangao 
yang melanjutkan pendidikan setelah kelas enam sekolah dasar.

Jo pernah berkata tentang Doming, "Dia sangat mencintai firman Tuhan. Kami 
sering menghabiskan waktu selama berjam-jam untuk mendalami firman-Nya. Ia juga 
mencintai penerjemahan Alkitab sebab ia dapat berada di dalam firman itu 
sepanjang hari. Ia memiliki bakat untuk menuntun orang lain membicarakan 
tentang hal-hal yang kekal. Kerinduan terbesarnya adalah supaya orang lain 
dapat mengenal Allah. Bahkan dalam perjalanan, ia sering bertanya kepada orang 
lain, 'Apakah Anda mengenal Yesus?' Seumur hidupnya, Doming melihat banyak 
perubahan terjadi pada sukunya. Bahkan, ia memiliki peran yang besar dalam 
perubahan-perubahan yang terjadi atas sukunya itu, suku-suku lain, dan dunia.

Doming bukanlah pria yang sempurna, tetapi ia dapat menjadi teladan yang 
menunjukkan bagaimana menjadi alat yang setia bagi Tuhan. Doming pernah 
berkata, 'Tepati janji yang kau buat kepada Allah, hanya jangan membuat janji 
yang konyol!'"

Sekalipun Doming sudah bertobat, sifat pendendam yang dimilikinya sebagai 
seorang Balangao tidak mudah padam. Bahkan ketika ia sudah menjadi penginjil 
dan mendirikan asrama bagi mahasiswa di Bayombong (tempat yang didirikannya 
untuk bisa membagikan pengaruh positifnya kepada mereka), ia masih harus 
berjuang untuk bisa melakukan kebenaran. Amy West, seseorang yang bekerja 
bersama Doming, bercerita bahwa suatu hari Lyle, anak laki-laki Doming, 
dikeroyok oleh anggota geng. Mengetahui hal itu, Doming menjadi amat marah dan 
berusaha menyelesaikannya dengan cara Balangao. Akan tetapi, firman Tuhan 
terus-menerus berbicara kepadanya: "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang 
akan menuntut pembalasan!"

Akhirnya, Doming pun menyerah kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan, apa yang Engkau 
inginkan untuk kulakukan?" Kemudian, ia pun mengajak Lyle dan seluruh anggota 
geng itu ke kantor polisi, lalu membuka firman Allah dan membagikan kasih 
Kristus kepada mereka. Ketika ia bertanya kepada Lyle apakah ia ingin 
mengampuni mereka, pengampunan pun hadir di situ.

Selama bertahun-tahun, ketika situasi-situasi yang menuntut pembalasan dalam 
cara Balangao muncul, Doming selalu menghadap Tuhan dan bertanya kepada-Nya, 
"Tuhan, apa yang Engkau inginkan untuk kulakukan?" Dan, hasilnya selalu 
pendalaman firman Tuhan bersama pihak-pihak yang terluka itu.

Pada bulan Februari 2006, Doming didiagnosis menderita "multiple myleoma" 
(kanker sel plasma), kanker itu menyerang sel plasma dalam tubuh dan sampai 
kini belum ada obatnya. Tahun itu adalah tahun tersulit yang pernah dihadapi 
Doming dan Loree, istrinya, sebab di situlah ia harus terus-menerus mengalami 
rasa sakit yang tak tertahankan. Meskipun demikian, Doming terus taat kepada 
Allah dan terus bersaksi kepada siapa pun yang merawat dan mengunjunginya. Pada 
28 Januari 2007, Doming meninggal dengan tenang, ia telah menjadi inspirasi 
bagi semua orang yang mengenalnya.

Dalam menjalani kehidupan selama hampir 59 tahun, Doming melayani sebagai 
penerjemah, pendeta, guru, penginjil, bapak asrama, dan pembimbing. Ia adalah 
teladan bagi anak-anaknya, yang hampir semuanya mengenyam pendidikan di sekolah 
tinggi. Doming tidak pernah berusaha untuk meninggalkan warisan yang besar 
kepada anak-anaknya sampai ia meninggal, akan tetapi ia justru memberikan 
warisan yang terbesar bagi mereka. Ia pernah berkata, "Lebih mudah bagi 
seseorang untuk mengajar firman Tuhan daripada menjalaninya," akan tetapi 
kehidupan kita sering kali dapat mengajarkan lebih banyak hal daripada 
kata-kata belaka, dan dengan standar itu Doming jelas telah menjalani 
kehidupannya dengan baik. (t/Yudo)

Diterjemahkan dan disunting dari:
Nama situs: Wycliffe.org
Alamat URL: 
http://www.wycliffe.org/resources/storiesofimpact/ALifeWellLived.aspx
Judul asli artikel: A Life Well Lived
Penulis: David Ramsdale
Tanggal akses: 19 April 2013


STOP PRESS: FACEBOOK e-BINASISWA

Apakah Anda rindu untuk mengetahui lebih dalam tentang dunia anak muda? Silakan 
bergabung dengan Facebook e-BinaSiswa. Anda akan mendapatkan berbagai informasi 
menarik seperti renungan, dan bisa saling berbagi pengalaman seputar pelayanan 
Pemuda dan Remaja. Penasaran? 

Jadilah salah satu penggemar Facebook e-BinaSiswa dengan bergabung di < 
http://fb.sabda.org/binasiswa >


Kontak: jemmi(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Amy G., Yulia, dan Novita Y.
Berlangganan: subscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-misi(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/misi/arsip
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

Kirim email ke