Kalau informasi Walhi itu benar, maka sebaiknya institusi pendidikan tinggi tidak bersikap demikian, apalagi masyarakat sudah pandai mengumpulkan dan membeberkan 'borok-borok' yang telah terjadi. Kalau kasus ini benar, sebaiknya bisa dijadikan bahan pelajaran untuk tidak dilakukan lagi oleh perguruan tinggi lainnya. Perguruan tinggi terbukti bukan sebuah 'menara gading'.
Masih belum jelas tentang rencana lab alam gumuk pasir Parangtritis ini dan apa saja dampak lingkungan (sosial, budaya, ekonomi, dst) yang bisa terjadi dalam jangka pendek dan panjang. Barangkali dampak lingkungan adanya Karang Sambung 'tidak ada' bahkan bisa dikatakan bisa membantu penduduk setempat. Efek negatif yang sering muncul cuma banyak mahasiswa yang suka 'ngintip' orang mandi di sungai .............. ??? Thanks. Iman -----Original Message----- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, July 25, 2002 5:57 PM To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] RENCANA LAB. ALAM GUMUKPASIR PARANGTRITIS Ternyata tidak mudah menghadapi kelompok masyarakat yang sangat "kritis" ini. Mungkin sekali tujuan Fak Geografi UGM membuat Lab ini untuk sarana belajar mengajar, seperti juga Karang Sambung. Tapi kalo menghadapi walhi yang semakin "kritis" begini .... howgh ..! RDP --- In [EMAIL PROTECTED], "Mukhsin A." <[EMAIL PROTECTED]> wrote: RENCANA LAB. ALAM GUMUKPASIR PARANGTRITIS Fak. Geografi UGM Lab. alam gumukpasir Parangtritis, tanpa kita duga akan diresmikan tanggal 31 Juli 2002 oleh Menristek; Hata Rajasa. Project yang dimotori fak. geografi UGM telah mendapatkan restu pemakaian lahan kraton seluas 2 ha dari Panitikismo. Lahan tersebut sebelumnya digarap oleh 7 orang warga depok untuk pertanian lahan pasir. KSM Lestari Pertiwi, sebuah kelompok swadaya masyarakat Dsn. Depok-Bungkus berinisiatif untuk mencari informasi kepada pihak pemrakarsa (Fak. Geografi) UGM melalui surat resmi bernomor 108/KSM/LesPer/V/2002. dari permohonan informasi ini dijawab oleh pihak UGM dengan surat tanpa kop surat, nomor atau tanggal yang ditandatangi oleh Drs. Suratman Woro, M.S.c. Inti jawaban tersebut adalah : 1. Sosialisasi telah dilakukan dengan masyarakat dan pemerintah setempat. 2. Tanah telah mendapat ijin dari Kraton (Panitikismo) 3. Rencana peletakan batu pertama akan dilakukan tahun ini (ternyata kurang dari satu bulan, rencana tersebut telah muncul) 4. Telah terbentuk pemandu dari masyarakat 5. Rencana pemanfaatan pembangunan akan melibatkan masyarakat. Dilihat dari proses rencana project tersebut, sudah terlihat sangat janggal. Dalam surat tertulis telah dilakukan sosialisasi, namun KSM Lestari Pertiwi yang merupakan kelompok masyarakat dan masyarakat sendiri bahkan pemerintah desa tidak pernah merasa sosialiasi yang dijabarkan dalam surat pernah dilakukan, baik oleh fak Geografi, Pemda Bantul atau yang lainnya. Itulah sebabnya, KSM melayangkan surat permohonan informasi. Kalau dilihat dari makna "peran serta", sudah seharusnya yang mempunyai inisiatif untuk menjelaskan tentang rencana project adalah dari pihak pemrakarsa, bukan masyarakat atau kelompok masyarakat setempat. Kalaupun lahan tersebut telah memperoleh ijin sejak tanggal 2 april 2002, ini patut dipertanyakan dalam hal Fak. Geografi UGM mendapatkan ijin tersebut. Umumnya, pihak Kraton sebelum memberikan ijin hak pakai untuk instansi mensyaratkan menyelesaikan persoalan lahan tersbut dengan masyarakat yang menggunakan. Tapi nyatanya, penyelesaian baru dilakukan tanggal 23 Juli 2002. Dan dari pengajuan sampai mendpaatkan jawaban dari Panitikismo, perlu beberapa hari untuk mencermati isi permohonan tersebut. Berarti permohonan sampai keluarnya surat jelas mempunyai jeda waktu. lalu untuk menutup syarat penyelesaian dengan pemakai (masyarakat), Fak. geografi atau pelaksana project dari UGM menggunakan nama siapa? Rencana pelatakan batu pertama /peresmian akan dilakukan tanggal 31 Juli 2002 oleh Menristek. Jelas ini kembali pada pengabaian peran serta masyarakat itu sendiri. Artinya Pelaksana Kegiatan, dalam hal ini Fak Geografi UGM tidak menganggap sama sekali masyarakat setempat sebagai bagian dari stake holders. Asumsinya, jika jadwal itu sudah ada, masyarakat harus mengikuti apa yang sudah direncakan pihak pemrakarsa. Pemandu yang dikatakan surat jawaban sebanyak 10 orang. Dan materi yang diajarkan untuk menjadi pemandu dinilai oleh masyarakat tidak lebih hanya sebagai formalitas. (bahkan masyarakat hanya menyebutnya kursus bahasa inggris). Demikian juga dengan point 5 yang menyatakan partisipasi / pelibatan masyarakat dalam pembangunannya. Jika dari awal saja mereka tidak dilibatkan, apalagi jika kegiatan tersebut sudah berjalan. Jangankan pelibatan, informasi tentang rencana itu sendiri masyarakat tidak ada yang tahu. Ini jelas sangat luar biasa buat UGM yang selama ini mengaku sebagai kalangan intelektual, akademisi, kumpulan orang-orang pintar dan seabreg kalimat yang mulia yang selama ini disandangnnya. Nyatanya dalam aplikasi hanya nooool besar. Menjunjung tinggi kebenaran, transparansi, demokrasi, berpihak kepada masyarakat atau bahkan sekarang yang trend dalam peneltiannya PARTISIPATORY, tidak lebih hanya pemanis. hanya kata-kata tanpa makna. Kasus Lab. yang tidak partisipatif, tidak transparan, membodohi rakyat adalah satu bukti lagi kalau mantel akademisi digunakan untuk menindas rakyat. Mudah2an kawan masih ingat, bagaimana KAGAMA memanipulasi hasil Lokakarya amandemen UUD 45 yang katanya peserta sepakat merekomendasikan penghentian amandeman IV dan meninjau ulang amandemen III. padahal, selama proses, tidak pernah ada kesepakatan seperti itu. Kawan2 juga semoga masih ingat tentang kasak kusuk mereka mensikapi rencana TN Gunung Merapi. Dan mudah2an kawan2 masih ingat tentang kasus tenggelamnya kapal tengker kalla lines yang menurut "orang2 pintar" tersebut tidak mencemari laut selatan, atau kasus PT Pagilaran (perusahaan dibawah UGM) yang merampas tanah rakyat, perumahan UGM Turi yang masuk wilayah tangkapan air dan masih banyak lagi keterlibatan dalam memanipulasi fakta. bahkan kalau ditarik ke belakang tentang kehancuran lahan2 partanian dan hilangnnya plasma nustfah (padi) sekarang, juga tidak lepas dari peran mereka dalam mendorong penggunaan pupuk, pestisida kimia dan bibit unggul. Dari rentetan kasus tersebut, WALHI DIY merasa perlu untuk mensikapi peran dan komitmen UGM terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkeadilan dan berpihak kepada rakyat. Karena yang kami lihat, banyak keterlibatan, baik dosen2 secara personal, kelembagaan yang bernaung dibawah UGM atau mempunyai hubungan dengan UGM yang justru bertentangan dengan prinsip2 keadilan, transparansi, demokrasi atau HAM. Untuk itu, kami mengajak kawan aktivis dan yang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat untuk lebih mengkritisi sepak terjang UGM yang sampai saat ini masih dianggap sebagai "dewa pembenar" dari berbagai persoalan yang muncul, baik lingkup Indonesia atau daerah. Demikian dari kami : REFORMASI TIDAK HANYA SEBATAS KATA Sofyan Direktur Eksekutif WALHI JOGJA Jl. Bantul Km 1 Gg Dukuh No 1504 MJ 1, Yogyakarta. www.walhijogja.or.id --- End forwarded message --- --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ ===================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA