Sekali lagi harus dibedakan "gelar" professor dan jabatan gurubesar. Yang jalan panjang dan berliku untuk untuk jabatan gurubesar, yang humoris causa itu "gelar" professor.
----- Original Message ----- From: "Witan" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Friday, March 19, 2004 8:12 AM Subject: RE: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman Houston > Yang dagelan itu mah namanya Professor "humoris" causa pak. > > Mengingat jalan yg panjang dan berliku utk mendapatkan gelar Profesor di > Indonesia maka Nelson pun kalau mengajar di Indonesia belum tentu bisa > jadi professor sekarang ini, mungkin perlu tunggu 10 tahun lagi. > Tapi apakah gelar professor itu sedemikian penting buat pengajar di > universitas? > Karena menurut saya yang paling fair pengangkatan professor itu > sebaiknya berdasarkan pemilu oleh mahasiswa sebagai pemakai jasanya. > Apakah yang bersangkutan cara mengajarnya baik dan bermutu, gampang > dicerna oleh mahasiswa sehingga mudah lulusnya, selain menghasilkan > karya ilmiah pribadi orang tersebut harus punya daya dorong yang kuat > untuk mahasiswanya melakukan riset yang hasilnya berguna, dedikasinya > tinggi (lebih memprioritaskan mengajar daripada mengerjakan proyek > diluar universitas). Nah itu baru namanya Maha Guru bukannya Kang Guru > Kampanye-nya gampang, cukup ngajar di banyak kelas....supaya dapat suara > terbanyak. > > Witan > > -----Original Message----- > From: Koesoema [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Thursday, March 18, 2004 5:27 PM > To: [EMAIL PROTECTED] > Subject: Re: [iagi-net-l] Profesor termuda Nelson Tansu - pengalaman > Houston > > Menjadi professor dan mendapatkan "gelar" professor itu tidak sama. > "Gelar" > professor, (yang sebenarnya tidk ada, mungkin yang dimaksud sebutan atau > panggilan professor) memang bisa didapatkan dengan menjadi gurubesar > luarbiasa. Banyak pejabat menawarkan diri menjadi gurubesar luar biasa, > dan > setelah pertimbangan senat gurubesar, mungkin dengan pertimbangannya > bahwab > bersangkutan cukup berpengaruh untuk dapat menghasilkan dana atau > research > funds bagi universitas yb, maka yb di"kukuh"kan menjadi gurubesar luar > biasa > yang SK-nya berlaku 1 tahun itu. Yb bersangkutan kemudian memberikan > orasi > sebagai pidatu pengukuhannya (padahal di ITB upacara pengukuhan untuk > gurubesar biasa sudah lama ditiadakan), yang dianggap sebagai kuliah > umum > pertama. Tetapi kemudian kuliah-kuliah berikutnya tidak lagi sempat > dilakukan, mungkin diwakili oleh assistennya yang ada di universitas > tsb, > bahkan biasanya sama sekali tidak ada lagi. Setelah 1 tahun jabatan > gurubesar luar biasa itu berakhir, tetapi sebutan Prof. itu tetap > melekat. > Nah itu mungkin yang dimaksud dengan gelar professor yang bisa di beli. > Yang paling lucu kan Amien Rais. Sebelum mengundurkan diri dari UGM ybs > sempat dikukuhkan menjadi gurubesar, sehingga dianggap wajar mendapat > sebutan professor. Namun kegurubesarannya hanya kokoh untuk satu jam > saja, > karena 1 jam kemudian yb langsung mengundurkan diri. Secara teknis > beliau > sudah bukan gurubesar lagi, karena sudah tidak memberi kuliah lagi, > tetapi > mungkin masih memberikan kuliah 1 bulan sekali, atau barangkali 1 tahun > sekali di universitas swasta, sehingga tetap dianggap wajar mendapat > panggilan professor. Ini termasuk Prof. D. Habibie, dan banyak bekas > menteri-menteri lainnya. Ini yang disebut professor honoris causa, > walaupun > sebetulnya tidak ada, karena professor bukan gelar akademis. Kalau > Doctor > Honoris Causa itu memang betul-betul ada, dan untuk mendapatkannya tidak > gampang (paling tidak di ITB) > Itulah penjelasannya professor yang dapat dibeli dengan memberikan > orasi. > Dagelan? Ini serious lho! > Wassalam > RPK > > > > > > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > > Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) > --------------------------------------------------------------------- > --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------