Saya meragukan pendapat bahwa lumpur tersebut dari influx air sungai disekitar 
luapan lumpur. Kalau ada influx dari sungai (artesis), maka tekanan yang 
menyebabkan lumpur keluar adalah normal hydrostatic pressure (bukan 
overpressure).  
   
  Saya lihat semburan lumpur sekitar 0.5-1 meter, sehingga tinggi pisometriknya 
mungkin 1-5 meter. Memangnya ada sungai yang elevasinya 5 meter di sekitar 
lokasi lumpur? Lagi pula lumpur itu diyakini dari kedalaman 6000'-an, jadi 
kalau memang lumpur ini lumpur artesis, discharge areanya pasti berkilo-kilo 
jauhnya dari lokasi sumur, bukan dari sekitar sumur.
   
  BPJ

"Winderasta, Wikan (wikanw)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Mengacu pada dugaan penyebab bencana erupsi lumpur adalah underground
blowout, maka sampai saat ini terdapat dua pendapat yang dipertentangkan
sebagai penyebabnya, yaitu gempa atau pemboran.

Kalau saya analogikan dengan sebuah pengalaman saya waktu menyetir
mobil, yaitu ketika tiba-tiba sebuah batu kerikil mencethat (melenting)
dari sebuah kendaraan (truk) dari arah berlawanan, sehingga sebuah
tembakan kecil dari kerikil ke kaca depan mobil saya menyebabkan sebuah
retakan kecil di kaca depan mobil. Dalam waktu hitungan detik, retakan
menyebar dan membuat seluruh permukaan kaca depan mobil menjadi retak
semua dan hanya lapisan film yang menahan kaca tidak ambrol
berkeping-keping. Tetapi dalam sebuah kejadian di waktu yang lain,
tembakan kerikil tidak menyebabkan retaknya semua kaca depan tetapi
hanya menyisakan retakan bulat kecil di sekitar bekas tembakan kerikil. 
Waktu saya tanyakan ke tukang kaca, kenapa kok bisa terjadi hal yang
beda, jawaban mereka karena kondisi kaca waktu terjadi tembakan saat itu
berbeda. Kaca yang retak semuanya terjadi pada kondisi kaca dalam
keadaan kritis, yang kemungkinan memang sudah berumur dan saat itu
mengalami suhu (panas matahari) serta tekanan (kecepatan mobil kencang
pada jalanan menurun) yang cukup kuat untuk membuat kondisi kritis,
selain juga energi lentingan kerikil. Sedangkan yang cuma meninggalkan
bekas kecil, karena kaca tidak dalam kondisi kritis meskipun energi
lentingan kerikil sama dengan kejadian sebelumnya..

Analogi lain adalah kejadian-kejadian erupsi uap panas di lapangan
injeksi uap (Duri). Dari banyak erupsi uap/minyak di lokasi area luar
sumur (>20m) yang terjadi, dimana selalu disimpulkan melibatkan media
patahan (sesar), kejadian yang berskala besar ditandai dengan semburan
bertekanan tinggi, sedangkan yang berskala kecil hanya berupa aliran
(seepage) atau gelembung udara (bubbling). 
Kedua jenis skala kejadian selalu terjadi pada wilayah injeksi yang
secara teratur dilakukan pada tekanan yang melebihi kapasitas maksimum
injeksi (karena perubahan yang tidak di monitor dengan baik atau target
tekanan yang mengabaikan kapasitas maksimum, misalnya di daerah yang
mengalami pen-sesaran). Tetapi kejadian berskala besar (semburan
bertekanan tinggi) selalu dipicu oleh aktivitas pemboran, dimana
dilakukan pemberian high MW untuk mengatasi kick di zona tertentu. Dalam
hal ini kondisi kritis reservoir dan patahan diciptakan oleh adanya
pemberian tekanan oleh injeksi uap, sedangkan aktivitas pemboran membuat
kondisi kritis terlampaui.

Dari analogi-analogi di atas, menurut pendapat saya, sebuah aktivitas
kecil (misal pemberian tekanan oleh suatu titik pemboran) pada suatu
zona formasi yang mengalami suatu kondisi kritis dapat menyebabkan
sebuah underground blowout yang mencapai volume besar. Dalam hal ini,
kondisi kritis yang bagaimana dan apa penyebabnya belum dapat
disimpulkan secara mendalam (mungkin gempa, local paleo subsidence, atau
hal-hal lain) - sepertinya penjelasan dari pak Awang, kang Mino, atau
info dari blog Pak Rovicky bisa digunakan sebagai referensi.

Hal lain yang menarik adalah adanya informasi mengenai influx air sungai
di dekat lokasi erupsi sebagai sumber material cair dari lumpur. Kalau
hal itu benar terjadi (sesuai dengan studi karakter lumpur), tentunya
alternatif and cara penanganan erupsi menjadi semakin rumit.

Semoga kejadian ini dapat segera ditanggulangi dan kerugian dapat
diatasi dengan memuaskan semua pihak. Salut untuk semua pihak yang telah
bekerja dan menyumbangkan tenaga/pikiran, semoga memperoleh nilai
ibadah.

Wassalam,
WW


-----Original Message-----
From: Sugeng Hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, July 04, 2006 12:02 PM
To: iagi-net@iagi.or.id; iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: [iagi-net-l] 6 Tersangka / Re: [iagi-net-l] Kalau ke
pengadilan --> Re: [iagi-net-l] Gempa, Pemicu Banjir Lumpur Porong?

Pak ISM,

Menurut pengalaman saya, rasanya kok tidak bisa kalau geologist
(wellsite geologist) mesti disangkutkan (bertanggung jawab?) dengan
musibah dalam pemboran (misalnya blowout). Geologist selalu bekerja
dengan mudloggers di dalam mudlogging unit. Setiap ada tanda-2 yang
mencurigakan (misalnya setelah terjadi perubahan kecepatan pemboran atau
drilling break, yang kemungkinan pemboran masuk ke lapisan batu pasir
atau gamping yang porous, lalu diikuti/terjadi volume lumpur bor di
tangki aktif terus berkurang, atau bertambah, adanya peningkatan
kandungan gas/ background gas dll) mereka SEGERA memberitahu driller,
teknisi lumpur bor, dan kalau perlu langsung ke Drilling Supervisor atau
Companyman (orang nomor satu di lokasi pemboran, yang sekaligus
merupakan wakil/representative dari perusahaan minyak yang punya sumur,
maka dipanggil Companyman). Selanjutnya urusan sepenuhnya menjadi
tanggung-jawab Companyman.
Kalau ada kejadian seperti di atas, walaupun tengah malam, dan hujan
gerimis misalnya, Companyman (biasanya didampingi driller bahkan
atasannya juga, mudloggers, geologist dan teknisi lumpur) akan naik ke
atas lantai bor (rig floor) sambil membawa lampu senter, untuk melihat
(dengan mata kepala sendiri) bagaimanakah keadaan lubang sumur.
Misalnya, kalau dalam posisi pompa lumpur sudah dimatikan, tetapi ada
aliran lumpur dari dalam sumur, ini sudah gawat. Artinya ada "kick". Gas
atau formation fluid dari dasar sumur sudah keluar mendorong lumpur bor
di dalam sumur. Companyaman akan segera bertindak: Rangkaian blowout
preventer (BOP) segera ditutup (tidak boleh bocor lho!), tekanan sumur
(annulus) segera dicatat, kedalaman (true vertical depth) sumur segera
dihitung, berat lumpur pemboran diukur dengan teliti, tekanan pipa bor
(standpipe pressure) juga segera dicatat. Semuanya dihitung dengan
formula tertentu, sehingga diketahui berat lumpur yang akan dipergunakan
untuk kill well.
Lalu mulailah pekerjaan "killing well", dengan memompakan secara
perlahan-lahan lumpur dengan berat tertentu, guna mengatasi "kick".
Kalau kondisi sumur sudah aman, beliau akan memberi nasehat-2/instruksi,
lalu turun ke kantornya (biasanya terus telpon boss di kantor
pusat/Jakarta), bikin kopi panas dan pahit, sambil meneruskan morning
report..
Tentu saja wellsite geologist akan memberi masukan, misalnya kedalaman
top-top formasi, jenis lithologi, kandungan hidrokarbon dll

Untuk BJP-1, terus terang saya dan banyak kawan belum tahu persis
bagaimana sih kronologinya sampai terjadi musibah (biasanya kalau
terjadi blowout semua crew akan diungsikan dan dikarantina). Jadi saya
hanya menduga dan mendapat informasi dari milis ini.
Yang saya tidak mengerti, kemanakah menara bor (drilling rig)? Sebab
kalau drilling rig sudah tidak ada dilokasi sumur, berarti kita sudah
tidak bisa berbuat apa-2 lagi. 
Catatan: walaupun drilling rig masih berdiri di lokasi sumur tetapi
kalau kelly (pipa segi-6 pemutar rangkaian pipa bor) sudah terlanjur
dilepas (sedang cabut pipa bor misalnya), kalau ada kick, kita juga
tidak bisa berbuat banyak. Maka dari itu, sekarang banyak drilling rig
yang dilengkapi "top drive". Walaupun sedang cabut-pasang pipa, kita
bisa melakukan sirkulasi lumpur ke dalam lubang sumur, berkat fungsi top
drive.
Kalau BJP-1 sebelumnya diawali dengan problem loss circulation
(hilangnya lumpur bor ke dalam formasi), tentunya sudah dipompakan LCM
(lost circulation material) lalu dilakukan cabut rangkaian pipa bor,
tetapi mengalami stuck pipe, lalu rangkaian pipa diputus (di back-off),
sebagian pipa bisa diangkat ke permukaan, sisanya tetap tertinggal di
dalam sumur sebagai "fish", lalu sumur ditutup dengan semen. Mungkin ini
sudah dianggap aman.

Ketika terjadi semburan (lumpur dan gas) bukan lewat lubang sumur
(karena memang sudah disemen, dan sudah dikatakan bahwa sampai sekarang
di sumur BJP-1 aman, tidak ada semburan), kami menduga jangan-2 telah
terjadi "underground blowout" di bawah sana.
Kalau open hole (lubang sumur yang tidak di-cover pipa casing dan
disemen) terlalu panjang, lalu terjadi kick; untuk mengatasi kick
dipergunakan lumpur dengan berat tertentu, tetapi formasi bagian atas
tidak mampu menahan lumpur ini (kill mud), maka terjadilah underground
blowout. Artinya kill mud dan formation fluid dari zona kick masuk
melalui rekahan-2 yang lemah di sekitar sumur, lalu muncul ke permukaan.
Hal ini bisa terjadi kalau ada ketidak-tepatan dalam casing design. Data
geologis (kedalaman formasi-2) tentu sangat berguna untuk menentukan
casing design sebuah sumur.

Majalah Tempo (edisi 26 Juni-2 Juli 2006) memuat "Kasus Lapindo" dalam
kolom Ekonomi dan Bisnis. Di halaman 102 juga dimuat surat dari BPMIGAS
- MedcoEnergi yang ditujukan kepada Lapindo Brantas Inc yang isinya
diantaranya...mengingatkan Operator untuk menge-set casing 9-5/8" pada
kedalaman 8500 ft (kedalaman BJP-1: 9000 ft?) untuk mengantisipasi
kemungkinan problem sumur sebelum menembus formasi Kujung (bagian
tulisan ini diwarnai dengan wrna kuning).
Harapan saya dan kawan-2 tentunya, semoga Tim independen bisa bekerja
dengan baik dan profesional, bisa menemukan sumber penyebab musibah; dan
musibah segera bisa diatasi sehingga penderitaan warga sekitar dan
dampak yang sudah meluas segera berakhir.

Wassalam,
Sugeng
(geologist, yang sedang menjaga pemboran sumur, dan pernah menyaksikan
blowout)



________________________________

From: liamsi [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tue 4/07/2006 8:46 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] 6 Tersangka / Re: [iagi-net-l] Kalau ke pengadilan
--> Re: [iagi-net-l] Gempa, Pemicu Banjir Lumpur Porong?



Polda Jatim telah menetapkan 6 tersangka dalam kasus lumpur , semuanya
dari Lapindo ( moga moga tidak merembet rembet yg lain ).Apa Mungkin
menyangkut geologisnya / wellsitenya. Kalau menyagkut geologisnya dan
juga anggota IAGI , apa perlu ada advokasi untuk masalah teknisnya (
pergeologian ),Yang jelas ini betul betul musibah bagi si geologis
apabila terseret seret masalah ini, semoga tidak terjadi

ISM




---------------------------------------------------------------------
----- PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru
----- Call For Papers until 26 May 2006
----- Submit to: [EMAIL PROTECTED]
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------



                
---------------------------------
Yahoo! Music Unlimited - Access over 1 million songs.Try it free. 

Kirim email ke