Kalau dikembalikan ke ilmu fisika kita bisa belajar banyak dari sini.

Asumsi bahwa mereka meninggalkan daerah ini karena akan ada gempa harus kita
lihat apakah ada sifat fisik batuan yang menjadikan si lumba-lumba mengalami
"disorientation" ? Ataukah hanya kebetulan semata, "co-relation" atau
"co-inside".

Kalau lumba-lumba menggunakan gelombang swara dalam navigasinya, tentunya
ada perubahan sifat pantulan gelombang yang mengenai benda dalam kondisi
stress dan dalam kondisi unstress. Apakah batuan memiliki sifat-sifat itu ?
Tentunya perlu penelitian khusus. tetapi kalau ini benar bisa dibuktikan
dengan percobaan.
Setiap batuan di zona penunjaman mengalami stress tetapi si lumba-lumba
bereaksi ketika "akan" gempa (release stress). Pertanyaan yang harus dijawab
adalah apakah batuan memiliki sifat 'acoustic' yang berbeda ketika mengalami
stress dan ketika "akan" release stress.

Dari sisi lain (biologi) juga harus diketahui perlaku lumba-lumba. Apakah
mereka menghindari daerah bising atau mendekati ? Namun dugaan Pak Awang
dengan terjadinya "disorientation" mungkin gangguan sitem "navigasi"-nya lah
yang terpengaruh. Ada perubahan sifat (fisis) lingkungannya.

Penelitian ilmiah yang pernah dicoba pada ikan setahu saya percobaan dengan
menggunakan magnet untuk ikan Hiu Martil. Ikan hiu ini akan menghindari
medan magnet yang kuat. Medan magnet ini juga dipakai sebagai alat
"navigasi" dari ikan hiu martil.

Namun jangan lupa pengamatan statistiknya. Apakah kejadian lumba-lumba
tersesat ini sudah terjadi berulang setiap menjelang gempa atau baru kali
ini terjadi.

Salam
RDP

On Sat, Feb 14, 2009 at 2:50 PM, Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>wrote:

> "Lumba-lumba berenang ke perairan dangkal mendekati pantai Kepulauan
> Filipina, sebagian sampai mati terdampar di pantai, bukanlah kejadian yang
> aneh" kata seorang pejabat perikanan setempat. Namun, rombongan mamalia laut
> ini sampai sekitar 100 ekor berenang ke perairan dangkal sekitar Manila pada
> 10 Februari lalu adalah suatu kejadian yang aneh dan luar biasa. Sumber lain
> menyebutkan bahwa tidak hanya mendekati Manila rombongan lumba2 ini, tetapi
> juga warga melihat sejumlah besar lumba-lumba di dekat kota Pilar dan Abucay
> di Semenanjung Bataan, di sebelah Barat Manila. Total diperkirakan sekitar
> 200 ekor lumba-lumba yang berenang mendekati perairan dangkal Filipina.
>
> "Inilah fenomena yang aneh," kata Direktur Sumber Daya Perikanan dan Hasil
> Laut, Malcolm Sarmiento kepada radio setempat. Dia mengatakan mereka mungkin
> bereaksi karena "gelombang panas atau adanya gangguan lain di laut" seperti
> gempa besar di bawah permukaan laut. "Bila gendang telinga binatang itu
> rusak, mereka akan kehilangan arah, dan kemudian muncul ke permukaan."
> katanya seperti dikutip BBC.
>
> ------------------
>
> Gempa ? Apakah mereka bereaksi aneh sebagai pertanda gempa akan terjadi di
> sekitarnya ? Mungkin saja. Gempa memang terjadi tidak sampai dua hari
> sesudah kebingungan lumba2 ini. Gempa besar berkekuatan 7,4 SR terjadi 1320
> km di sebelah selatan menenggara Manila, di wilayah Indonesia di antara
> Kepulauan Talaud dan Kepulauan Sangir. Memang cukup jauh dari sumber gempa,
> bisa menjadi pertanyaan bila lumba2 ini menjadi penanda gempa besar akan
> datang, mengapa mereka justru tidak mendekati perairan Kepulauan Mindanao
> yang terletak lebih dekat ke sumber gempa, tetapi jauh ke utara di Kepulauan
> Luzon ? Pertanyaan bisa dijawab bahwa Laut Maluku di dekat Mindanao tak
> punya banyak lumba2 dibandingkan Laut Cina Selatan di dekat Manila. Sebab,
> habitat lumba-lumba adalah perairan paparan benua seperti Laut Cina Selatan,
> bukan lautdalam di antara dua busur volkanik seperti Laut Maluku.
>
> Lumba-lumba mencari jalan dengan mengirimkan suara didalam air. Jika suara
> itu mengenai suatu benda, suara itu akan dipantulkan kembali sebagai gema.
> Kadang kadang, suara gaduh di laut akibat pengeboran minyak dapat
> membingungkan Lumba-lumba. Mereka akan mengalami kesulitan dalam mengirim
> dan menerima pesan. Bagaimana kalau gelombang bunyi gempa besar yang akan
> terjadi mengganggu sistem navigasi lumba2 ? Kebingunganlah yang terjadi
> sebab kemampuan echo-location-nya (kemampuan menentukan lokasi dengan
> bantuan pantulan bunyi) terganggu.
>
> Banyak studi marine biology menunjukkan bahwa loud underwater noises akibat
> manusia (sonar2 kapal selam angkatan laut, membangun konstruksi bawahlaut,
> dsb.) atau alam (noise akibat gempa) membahayakan lumba-lumba, membuatnya
> tertekan (stress), merusak pendengarannya, dan cenderung memaksa mereka
> berenang ke permukaan terlalu cepat sehingga mengakibatkan decompression
> sickness yang lebih membahayakan para lumba-lumba ini. Banyak lumba2 mati
> ditemukan terdampar akibat dekompresi yang terlalu cepat. Para penyelam pun
> akan mengalami hal yang sama bila naik ke permukaan secara mendadak.
>
> salam,
> awang
>
> --- On Sat, 2/14/09, Ipong Kunwau <ipongkun...@yahoo.com> wrote:
>
> From: Ipong Kunwau <ipongkun...@yahoo.com>
> Subject: [Geo_unpad] Gempa Sangihe-Talaud vs. Tarakan Basin
> To: geo_un...@yahoogroups.com
> Date: Saturday, February 14, 2009, 9:42 AM
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Apa ada hubungannya dengan pemberitaan mengenai lumba lumba yang kesasar di
> Phillipines, dimana beberapa tewas terdampar di pantai sehingga masyarakat
> nelayan setempat menolong iring2an lumba lumba itu ke tengah laut lagi.
> Seru juga foto fotonya tuh.  Phillipines kan di utaranya Sangir Talaud ?
> ---deleted
>  Tabik,
> Kuntadi 86
>
> --- Pada Jum, 13/2/09, Adi Pramono, Waluyono <adi.pramono@ chevron.com>
> menulis:
>
> Dari: Adi Pramono, Waluyono <adi.pramono@ chevron.com>
> Topik: RE: [Geo_unpad] Gempa Sangihe-Talaud 7,4 SR (7,2 Mw) 12 Feb. 2009
> Kepada: geo_un...@yahoogrou ps.com
> Tanggal: Jumat, 13 Februari, 2009, 8:05 AM
>
>
>
>
>
>
> Hingga kini kita belum menemukan metode untuk mendeteksi kapan terjadinya
> gempa.
> Ada berita menarik di kompas online mengenai pindahnya lumba-lumba sebelum
> terjadi gempa.
> http://www.kompas. com/read/ xml/2009/ 02/12/16144885/ 250lumba-
> lumbapemberitand agempa
> Apakah ini sekedar insting binatang saja? Seperti halnya yg terjadi
> terhadap binatang di gunung, saat gunung akan meletus?
>
> Regards,
> Adi
>
>
>
>
>
> From: geo_un...@yahoogrou ps.com [mailto:Geo_ un...@yahoogroup s.com] On
> Behalf Of Awang Satyana
> Sent: Friday, February 13, 2009 12:34 PM
> To: IAGI; Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
> Subject: [Geo_unpad] Gempa Sangihe-Talaud 7,4 SR (7,2 Mw) 12 Feb. 2009
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Sebuah gempa bermagnitude besar (7,4 SR / 7,2 Mw) menggoncangkan Laut
> Maluku dan pulau2 di sekitarnya di gugusan kepulauan Sangir/Sangihe - Talaud
> pada Kamis dini hari kemarin 12 Februari 2009 pukul 01.34 WITA.
>
>
>
> Gempa yang menyerang di tengah orang2 Sangir-Talaud tertidur lelap itu
> telah merusakkan 700 bangunan, hampir setengahnya rusak berat, melukai 42
> orang : 10 luka berat,  2 tewas. Sekitar 5000 orang terpaksa mengungsi dan
> tidur di udara terbuka. Penduduk belum mau kembali ke rumahnya masing-masing
> sebab selain rusak juga telah terjadi sekitar 40 kali gempa susulan
> bermagnitude di sekitar 4 Mw, dan kelihatannya telah terjadi pemicuan
> beberapa gempa baru bermagnitude 6 Mw.
>
>
>
> Secara seimo-tektonik, wilayah ini adalah wilayah yang paling aktif di
> dunia, juga yang paling unik secara tektonik dengan terjadinya double
> subduction yang polaritasnnya saling berpunggungan dan membenturkan dua
> prisma akresi serta sistem forearc yang berlainan.
>
>
>
> Data USGS menunjukkan bahwa episentrum gempa berpusat di koordinat 3.902
> deg N, 126.400 deg E. Kedalaman pusat gempa 20 km, magnitude 7.2 Mw. Lokasi
> ini berada di Laut Maluku di tengah antara Pulau Talaud dan Pulau Sangihe,
> 320 km UTL dari Manado. Berdasarkan Global CMT Moment Tensor Solution, gempa
> disebabkan pematahan naik thrust dengan jurus 181 deg NE dan kemiringan 37
> deg.
>
>
>
> Sebenarnya, ini berpotensi sebagai tsunamigenic earthquake. Tetapi
> dilaporkan tidak terjadi tsunami, baik oleh Pemerintah Indonesia , Jepang,
> maupun Amerika Serikat. Semua syarat tsunami terpenuhi (magnitude > 6.5 Mw,
> episentrum di laut, pematahan dip-slip, dan kedalaman dangkal 20 km).
> Walaupun ini thrust, bukanlah mega-thrust ala gempa Aceh Desember 2004 atau
> gempa Pangandaran Juli 2006 yang menyebabkan tsunami.
>
>
>
> Penjelasan mengapa tak terjadi tsunami barangkali bisa dijelaskan oleh asal
> gempa yang terjadi di sedimen akresi hasil benturan dua sistem subduction
> yang saling berbenturan di Laut Maluku. Dengan kedalaman gempa 20 km,
> diperkirakan sumber patahan bukan pada oceanic slab, tetapi pada sedimen
> akresi yang asalnya melange prisma akresi atau melange di bawah forearc yang
> saling berbenturan yang diendapkan di atas oceanic slab.
>
>
>
> Gempa terjadi di zone benturan Laut Maluku. Zone ini secara tektonik
> terletak di complex junction antara Eurasian, Australian, Pacific, dan
> Philippune Sea plates. Di wilayah ini ada oceanic slab yang menunjam ke
> barat di bawah busur volkanik Sangihe, dan ada oceanic slab yang menunjam ke
> timur di bawah busur Halmahera . Kedua busur volkanik ini aktif dan selalu
> aktif seraya gempa menggoncangnya. Lokon, Klabat, Soputan ada di sisi barat
> (Sangihe), sementara Gamalama, Gamkonora ada di sisi timur ( Halmahera ).
>
>
>
> Karena di sisi luar dari palung subduksi  ada prisma akresi melange; maka
> di sistem subduksi yang saling memunggung ini kedua sistem melange dari
> kedua oceanic slab duduk di tengah punggungnya. Dengan berjalannya subduksi
> ala vonveor belt maka lama-kelamaan kedua sistem melange ini berbenturan.
> Pulau Talaud adalah salah satu punggung tertinggi zone benturan di Laut
> Maluku ini. Pulau ini seluruhnya disusun oleh melange. Di sebelah selatan
> ada Pulau Mayu, yang disusun melange juga; maka biasanya para ahli tektonik
> menyebutnya sebagau Talaud-Mayu Ridge.
>
>
>
> Fokus2 gempa yang terjadi di wiayah ini bila diplot menunjukkan keberadaan
> dua zone Wadati-Benioff yang saling menjauh dari Laut Maluku, menunjukkan
> keberadaan dua oceanic slab yang bersubduksi saling berpunggungan. Gempa
> dini hari kemarin terjadi di wilayah sedimen prisma akresi di atas punggung
> benturan ini. Rigiditas batuan sedimen tentu lain daripada rigiditas oceanic
> slab. Barangkali kita bisa belajar dari kejadian gempa kemarin bahwa thrust
> pada prisma akresi walaupun dangkal dan gempanya kuat belum tentu
> tsunami-genic, bila dibandingkan dengan mega-thrust pada oceanic slab yang
> di atasnya ada kolom laut.
>
>
>
> Penduduk Talaud memang hidup di atas pulau melange di atas punggung yang
> menggelincir dan menunjam ke barat dan timur, lalu merupakan wilayah yang
> paling aktif di dunia. They are living at risk on the earthquake crest !
>
>
>
> Semoga korban tewas tak bertambah, dan segera datang pertolongan.
>
>
>
> salam,
>
> awang
>


-- 
Dongeng anget :
http://rovicky.wordpress.com/2009/02/11/dunia-masih-kekurangan-pekerja-perminyakan/

Kirim email ke