Akhir November 2009 yang lalu, saya diberi buku ini oleh penerbitnya (penerjemah) di Indonesia (PT Ufuk Press, Jakarta) untuk membahasnya dalam acara bedah buku yang diadakan oleh Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran. Acara diadakan di Auditorium Badan Geologi di Jl. Diponegoro, Bandung, dihadiri para mahasiswa geologi, para dosen geologi, para ahli geologi, dan masyarakat umum yang tertarik dengan isyu ini. Dari Ufuk Press, hadir beberapa perwakilannya. Buku terjemahannya enak dibaca, dicetak sesuai dengan tampilan aslinya. Saat itu buku terjemahan ini belum diedarkan, tetapi saya punya karena langsung diberi oleh penerbitnya, gratis lagi he2... Meskipun begitu, setelah mempelajarinya cukup detail dan membandingkannya dengan ilmu geologi yang saya tekuni, saya tidak sepakat dengan hipotesis Prof. Santos (alm.) bahwa Indonesia (tepatnya Sundaland) adalah Atlantis yang hilang itu. Argumen-argumen mengapa hipotesis ini tidak bernalar secara geologi (mainstream geology) saya kemukakan di forum bedah buku tersebut. Di luar dugaan saya, ternyata PT Ufuk Press gembira mengapa saya menyerang buku yang diterjemahkannya itu dan diberikannya secara gratis kepada saya. Rupanya, Ufuk suka menerjemahkan buku-buku yang kontroversial. Pada kesempatan yang sama, saya juga diminta membahas secara geologi buku "Misteri 2012" (Greg Braden dkk.) yang juga kontroversial dan diterjemahkan oleh PT Ufuk Press. Bila buku2-nya kontroversial, biasanya akan meramaikan pasar, katanya. Hm.. Berikut adalah beberapa antitesis yang saya kemukakan sebagai keberatan2 atas hipotesis Prof. Santos bahwa Indonesia adalah Atlantis. Prof. Arysio Santos (AS) : Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Awang H. Satyana (AHS) : Atlantis berasal dari bahasa Yunani : Ἀτλαντὶς νῆσος, "island of Atlas"
AS : Lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu (9600 BC) itu adalah di Indonesia dan Laut Cina Selatan (tepatnya Sundaland). Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. AHS : India, Srilangka, Laut Cina Selatan dan Indonesia Timur bukan bagian Sundaland. Laut Cina Selatan bukan paparan benua yang tenggelam. AS : Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistosen) . AHS : Atlantis sank into the ocean "in a single day and night of misfortune". (Plato, 360 BC : Timaeus & Critias), bukan gradual akibat deglasiasi. AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda. AHS : Supervolcano Toba meletus pada 74.000 tahun yang lalu, jauh lebih awal daripada masa Atlantis 11.600 tyl. Tidak ada bukti bahwa Krakatau pernah meletus pada 11.600 tyl. AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda. AHS : Letusan supervolcano lebih mungkin menyebabkan musim dingin karena abu volkanik menutupi atmosfer menghalangi sinar Matahari (Tambora 1815 : a year without a summer), bukan mencairkan es. AS : Pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. AHS : Gempa tidak disebabkan beban sedimen dan air pada dasar samudera, bila begitu maka pusat-pusat gempa akan memenuhi seluruh samudera. Gempa disebabkan patahan batuan pada wilayah interaksi lempeng. AS : Ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat. AHS : Studi detail masalah late glacial & postglacial sea level rise untuk Sundaland menggunakan isotop oksigen-18 menunjukkan bahwa penenggelaman Sundaland oleh naiknya muka laut terjadi pada periode antara 13.000 – 14.000 tahun BP. AS : Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa 'fly-ash' naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) . Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut. Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi. AHS : Fly ash berasal dari erupsi supervolcano akan menyebabkan musim dingin volkanik, sinar Matahari tak akan mencapai permukaan Bumi. Tidak ada es yang mencair. Studi detail glasiasi dan post-glasial menunjukkan maksimum air laut naik 16 m selama 300 tahun dari 14.600-14.300 tyl oleh proses perubahan iklim. AS : Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika. Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka. AHS : Penelitian biomolekuler DNA menunjukkan arus migrasi bukan dari Sundaland ke luar, tetapi dari luar menuju Sundaland. Saya mengakhiri bedah buku dengan menyimpulkan yang saya percayai dan yakini, seperti di bawah ini. Tesis-tesis yang diajukan Prof. Santos dalam bukunya “Atlantis : the Lost Continent Finally Found” (2005) tidak mempunyai bukti dan argumentasi geologi. Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam pada 15.000 – 11.000 tahun yang lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan iklim, bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang. Tidak ada bukti letusan supervolcano Krakatau pada 11.600 tahun yang lalu. Letusan tertua Krakatau yang dapat diidentifikasi adalah pada tahun 460 AD. Gempa, erupsi volkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen dan air laut pada dasar samudera, tetapi akibat interaksi lempeng-lempeng tektonik. Migrasi manusia Indonesia (Sundaland) ke luar setelah penenggelaman Sundaland, bertolak belakang dengan bukti-bukti penelitian migrasi manusia modern secara biomolekuler. Karena mekanisme-mekanisme geologi yang diajukan Prof. Santos tidak mempunyai nalar geologi yang benar, maka sangat diragukan bahwa Indonesia (Sundaland) merupakan benua Atlantis. Terakhir, saya menginformasikan kepada Penerbit Ufuk yang disambutnya dengan gembira, bahwa ada buku lain yang kontroversial yang menyangkut Indonesia, tulisan Stephen Oppenheimer : "Garden in the East", yang mengatakan hal yang mungkin bisa mendukung hipotesis Prof. Santos, bahwa Sundaland adalah Taman Firdaus itu. Buku ini kontroversial dan telah meyulut api perdebatan di antara para ahli genetika dan antropologi. Buku ini pernah saya ulas secara geologi di milis ini. salam, Awang --- Pada Sen, 1/2/10, Dudy Setyandhaka <dudy.setyandh...@newmont.com> menulis: Dari: Dudy Setyandhaka <dudy.setyandh...@newmont.com> Judul: [iagi-net-l] Atlantis! Surga yang Hilang Itu Adalah Indonesia Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Senin, 1 Februari, 2010, 7:26 AM Ada komentar dari para pakar mengenai tulisan ini (Erwin Y. Salim): Ragam, Gatra Nomor 11 Beredar Kamis, 21 Januari 2010].... Apa mungkin ya teknologi bercocok tanam dan kebudayaan para manusia purba di Indonesia pada jaman itu sudah lebih maju dari Bangsa di Mesopotamia? Atlantis! Surga yang Hilang Itu Adalah Indonesia Lebih dari 30 tahun, Profesor Arysio Santos meneliti legenda tentang "Benua yang Tenggelam": Atlantis. Selama itu, ia mengungkapkan 33 perbandingan menyangkut luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, hingga cara bertani. Semua penelusuran itu membawa dia sampai pada sebuah kesimpulan: lokasi "Surga yang Punah" itu ternyata ada di Indonesia. Ia menerbitkan banyak karya tulis tentang Atlantis, termasuk Atlantis The Lost Continent Finally Found yang menegaskan keyakinannya tentang lokasi itu. Pada 9 September 2005, kurang dari dua bulan setelah buku terakhirnya ini terbit, pakar kepurbakalaan itu wafat. Karya agungnya ini pun terbit dalam edisi Indonesia dengan judul yang persis sama pada November silam. Berikut nukilan bagian-bagian penting dari buku tersebut. Atlantis! Sebuah kata yang membangkitkan perasaan mendalam tentang sesuatu yang menakjubkan, sebuah misteri, dan rasa kehilangan yang tak tergantikan. Dampaknya lebih terasa dibandingkan dengan sekadar istilah "Benua yang Hilang" dan perasaan ini ada sejak zaman Plato, filsuf besar yang menulis tentang "Surga yang Punah" itu sekitar 2.500 tahun silam. Apakah Atlantis sekadar mitos? Sebuah dongeng moral? Kreasi fiksi ilmiah? Ataukah ia benar-benar pernah ada dalam sejarah yang entah bagaimana caranya diangkat lagi ke dunia nyata oleh pena ajaib Plato? Menurut Plato, Atlantis adalah induk segala peradaban. Atlantis adalah sebuah imperium yang sangat luas dan mendunia. Imperium ini menguasai pelayaran dan perdagangan laut, menciptakan metalurgi dan perkakas batu, sangat ahli dalam segala jenis seni dan jasa, termasuk seni tari, drama, musik, dan olahraga. Lebih jauh, penduduk Atlantis mengumpulkan harta kekayaan yang melimpah, sampai Plato sendiri merasa takjub. Selain kaya, penduduk Atlantis juga mulia dan berbudi luhur. Mereka lebih mengutamakan kebijaksanaan dan kesalehan ketimbang kekayaan. Tapi, lambat laun, mereka terperangkap dalam kesombongan, ambisi, dan iri hati yang melampaui batas. Lalu para dewa pun bersidang dan memutuskan untuk menghukum penduduk Atlantis agar dunia kembali ke jalur yang benar. Untuk itulah, para dewa mengirim bencana banjir dan gempa bumi, sehingga melumatkan imperium terkemuka ini sehancur-hancurnya. Plato sendiri menyebut bencana alam yang dialami penduduk Atlantis itu sebagai "Banjir Semesta". Dia bahkan menambahkan beberapa rincian yang membawa kita pada beberapa kesimpulan: bencana itu dipicu ledakan gunung berapi besar yang diikuti penurunan tanah dan pembentukan kaldera, muntahan batu apung, tsunami, dan gempa bumi hebat. Dan, penanggalan yang diberikan Plato, tahun 11.600 sebelum Masehi, bertepatan dengan perhitungan penanggalan akhir zaman pencairan es. Dua fenomena geologi itu merupakan bencana alam raksasa berskala dan berdampak global. Selama 25 abad sejak masa Plato, ribuan buku tentang Atlantis telah ditulis orang. Sayang, hal-ihwal "Benua yang Tenggelam" itu masih jauh dari terselesaikan. Misteri tentang letaknya juga belum pernah terjawab secara memuaskan, kendati ratusan tempat berbeda di dunia diklaim sebagai lokasinya. Di antara lokasi itu adalah Mediterania, Laut Utara, Pesisir Laut Atlantik di Eropa dan Afrika, kawasan di tengah Laut Atlantik, Segitiga Bermuda, hingga Amerika. Hipotesis Atlantis di Wilayah Indonesia Menariknya, menurut Profesor Santos, satu-satunya tempat yang sejauh ini belum dinyatakan sebagai lokasi Atlantis di antara ratusan lokasi adalah Indonesia. Bahkan lebih tepatnya, di tempat inilah --lebih baik dinamai Paparan Sunda (Sundaland) atau Austronesia-- dataran-dataran rendah Atlantis yang tenggelam itu berada. Benua mahabesar yang tenggelam ini sebenarnya terletak di laut dangkal yang ada di selatan Asia Tenggara, di wilayah yang sekarang bernama Indonesia. Pulau-pulau di Indonesia, yang jumlahnya banyak dan tersebar, sesungguhnya adalah dataran-dataran tinggi dan puncak-puncak gunung yang tersisa ketika dataran-dataran rendahnya yang luas tenggelam pada akhir zaman es. Ini terjadi ketika permukaan laut di seluruh bumi naik setinggi 130 hingga 150 meter. Anehnya, menurut dia, tak seorang pun pernah berpikir untuk mencari Atlantis di bagian wilayah Indonesia yang sekarang sudah terendam, lokasi yang sebenarnya memiliki daratan sangat luas berukuran benua. Tak seorang pun pernah bermimpi bahwa "Benua yang Tenggelam" sesungguhnya ada di sana. Setidaknya sejak cerita Lemuria atau daerah yang hilang versi Haeckel dan Sclater disingkirkan karena ada alternatif yang lebih baik, seperti Teori Lempeng Tektonik. Di samping itu, sejauh ini semua peneliti pun terkurung oleh perkiraan bahwa peradaban hanya bisa muncul di wilayah-wilayah Mediterania, wilayahnya manusia berkulit putih. Sebagian besar pakar umumnya menempatkan Atlantis di sekitar Samudra Atlantik, lokasi di mana Atlantis sebenarnya tidak pernah ada sebelumnya. Samudra Pasifik sebenarnya merupakan ?Samudra Sesungguhnya? yang dibicarakan Plato sebagai samudra tempat Atlantis berada. Sedangkan Samudra Atlantik dan Samudra Hindia masing-masing dianggap sebagai terusan ke arah timur dan barat. Manusia, menurut Profesor Santos, pertama kali muncul di Afrika sekitar tiga juta tahun yang lalu. Manusia primitif ini segera menyebar ke seluruh Eurasia dan wilayah di luarnya hingga ke Timur Jauh dan Australia sekurang-kurangnya satu juta tahun silam. Di sanalah manusia asli ini mula-mula mengembangkan peradaban. Lalu di Indonesia inilah mereka pertama kali menemukan kondisi iklim yang ideal bagi perkembangan diri seutuhnya. Di tempat inilah sebenarnya nenek moyang kita menemukan budaya bercocok tanam dan peradaban. Perkembangan itu berlangsung pada akhir zaman es, yakni pada masa pleistosen, kurun terakhir dari waktu geologis yang besar, dimulai dari sekitar 2,7 juta tahun yang lalu dan berakhir pada 11.600 tahun yang lalu. Pada zaman pleistosen, permukaan laut lebih rendah 130 hingga 150 meter dari permukaannya sekarang. Karena itulah, sebuah bidang luas di daerah pantai, yang disebut Landasan Benua, dengan lebar 200 kilometer terlihat membentuk jembatan-jembatan darat yang menghubungkan banyak pulau dan wilayah ini. Di tempat semacam inilah di Indonesia, titik peradaban manusia dan budaya bercocok tanam berkembang untuk pertama kalinya. Lalu, dengan berakhirnya zaman es pleistosen, gletser-gletser yang menutupi setengah wilayah utara Amerika Utara dan Eurasia segera mencair. Air dari pencairan es ini mengalir ke laut, sehingga menyebabkan permukaannya naik 130 hingga 150 meter. Dengan kenaikan permukaan laut ini, Atlantis tenggelam dan lenyap untuk selamanya bersama sebagian besar penghuninya yang semula sangat banyak. Berdasarkan data Plato, pada saat bencana itu terjadi, jumlah penduduk Atlantis di Dataran Agung itu saja mencapai 20 juta. Konsentrasi manusia yang sangat besar ini hanya mungkin terjadi dengan adanya budaya bercocok tanam yang sangat maju, dengan dua atau tiga kali panen dalam setahun seperti diceritakan Plato. Produktivitas pertanian yang besar ini sampai sekarang tetap menjadi ciri khas seluruh wilayah tersebut, khususnya Jawa dan Sumatera. Ciri Geografis Utama Plato Cara lain yang digunakan Profesor Santos untuk membuktikan Indonesia sebagai "Surga yang Tenggelam" itu adalah data geografis. Di sini ia berusaha mendeskripsikan sebuah metode yang dikatakannya amat sederhana untuk membandingkan lokasi-lokasi yang selama ini diajukan sebagai situs Atlantis. Walau sederhana, metode ini berlaku seperti panduan yang memaksa pikiran agar tetap fokus pada ciri-ciri pentingnya. Ini diperlukan untuk menghindari banyak kesalahan dan jebakan yang, menurut dia, dihadapi sebagian besar peneliti yang menelisik misteri Atlantis yang memang sulit sekali dipecahkan. Asumsi dasar yang digunakannya sebagai indikator adalah gambaran ciri-ciri utama geografis yang dituturkan Plato dalam Timeaus. Gambaran geografis itu diperolehnya dari karya Benjamin Jowett, pakar teks klasik asal Inggris, yang selama ini diakui sebagai terjemahan terbaik Timeaus. Dalam Timeaus terjemahan Jowett yang dikutip, Plato antara lain bertutur: "... dan di sana ada sebuah pulau yang terletak di depan selat-selat yang kau sebut sebagai Pilar-pilar Herkules. Pulau ini lebih besar daripada gabungan Libya dan Asia, dan merupakan jalan ke pulau-pulau lain; dan dari pulau-pulau ini, Anda dapat melintas ke seluruh benua yang berhadapan yang mengelilingi Samudra yang Sesungguhnya. Karena laut ini, yang berada di dalam Selat-selat Herkules, hanyalah sebuah pelabuhan dengan sebuah jalan masuk yang sempit. Tapi yang satu lagi adalah laut sebenarnya dan tanah yang mengelilinginya mungkin yang benar-benar disebut benua tanpa batas." Dari tuturan tersebut, Profesor Santos lalu menarik beberapa kesimpulan tentang ciri-ciri dan data geografis utama "Benua yang Hilang" yang diberikan Plato. Sekaligus dengan itu, ia mendapati kenyataan bahwa tak satu pun dari banyak lokasi yang selama ini diajukan para pakar sebagai situs Atlantis bersesuaian dengan "tuntutan" Plato. Namun, ia meyakini, satu-satunya pengecualian adalah lokasi yang ditemukannya lebih dari 20 tahun silam, yakni Indonesia dan Paparan Sunda yang berada di bawah perairan Indonesia. Menurut ikhtisar yang dibuatnya, Profesor Santos menyarikan ciri dan data geografis Plato itu menjadi empat: Dua Pilar (Selat), Pulau Atlantis (Lebih Besar daripada Asia + Libya), Banyak Pulau di Samudra Sesungguhnya, dan Benua Luar di Depan (Benua Sesungguhnya). Indonesia dalam Tabel Perbandingan Menurut pengamatan Profesor Santos, hasilnya akan lain bila empat ciri dan data geografis Plato itu diberlakukan pada lokasi Indonesia. Ini memang salah satu upaya pengujian yang dilakukannya, di samping penelusuran terhadap sumber-sumber kuno lainnya, seperti karya Pindar, Homerus, dan Diodorus. Dari pengisian tabel skematis itu, berikut pemeriksaan kesesuaian empirisnya, Santos merasa menemukan satu-satunya jawaban nyata atas teka-teki Atlantis. Ini merupakan jawaban yang cocok dari sisi realitas geologis yang diketahui maupun dari gambaran terperinci yang diberikan para pakar dan banyak sumber lain yang digunakannya. Pindar, filsuf dan penyair pra-Plato, membuat beberapa rujukan lain tentang Pilar-pilar Herkules dan lidah-lidah pantainya yang tak dapat dilalui dalam syair-syairnya. Begitu pula sumber-sumber kuno lainnya. Sebenarnya tradisi yang meluas ini bertahan hingga masa Renaisans dan era navigasi sampai Christopher Columbus dan para penjelajah lainnya melanggar tabu tersebut. Lidah-lidah pantai berpasir atau berawa-rawa suram itu, dalam Argonautica karya Apollonius dari Rhodes, juga disebutkan dengan istilah Rawa-rawa Tritonia. Sebutan itu pun tercatat dalam beberapa bagian naskah-naskah kuno. Dan, tradisi-tradisi ini berasal dari masa yang jauh sebelum kemunculan cerita Plato tentang Atlantis dan laut-lautnya yang tak dapat dilalui. Tradisi-tradisi itu sangat jelas tidak merujuk pada samudra yang kini bernama Atlantik, melainkan pengertian samudra dari Atlantis, yang ciri-cirinya sangat cocok dengan Samudra Pasifik sekarang. Selain itu, wilayah yang dibicarakan adalah Hindia Timur atau Taprobane, satu-satunya kawasan yang memiliki kesesuaian geologis. Santos yakin, laut-laut yang dipenuhi lidah pantai berawa dan danau pinggir laut itu ada di Indonesia, menjadi bagian dari Samudra Pasifik yang dulu diyakini menyatu dengan yang kini kita sebut Samudra Atlantik. Keyakinan ini sekaligus meruntuhkan hipotesis bahwa Pilar-pilar Herkules yang sesungguhnya adalah Gibraltar. Penelitian panjang Santos membawa dia pada temuan lain bahwa Pilar-pilar Herkules sesungguhnya adalah Selat Sunda. Bila hipotesis itu diberlakukan dan dimasukkan dalam "jalan cerita" uraian Plato dalam Timeaus, hasilnya sungguh menakjubkan. Lokasinya Indonesia dan Paparan Sunda. Dua pilarnya ada di Selat Sunda, selat sempit dari samudra (Hindia) menuju wilayah Indonesia yang kini setengah tenggelam, tapi sebelumnya merupakan benua yang sangat luas. Pulau-pulau di Indonesia yang setengah tenggelam dan sangat luas tersebut membentuk lidah-lidah pantai berawa yang tidak dapat dilalui. Selain itu, banyak pulau laksana surga di perjalanan --Kepulauan Indonesia sendiri, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia-- yang membuat lawatan panjang jadi menyenangkan. Terakhir, "Benua Luar" yang berada di luar dan depan wilayah ini adalah Amerika. Indonesia memang sisa-sisa daratan mahaluas yang tenggelam sebagian. Inilah rupanya yang membuat Plato menyebut Atlantis sebagai nesos yang diartikan sebagai "pulau". Kepulauan di kawasan Pasifik sekitar Indonesia memang banyak dalam arti sesungguhnya. Kepulauan itu tidak hanya menyediakan makanan dan air bagi kapal-kapal yang lewat, melainkan juga gadis-gadis pribumi jelita yang membuat jantung para pelaut yang lelah berdetak lebih cepat dan membuat mereka memimpikan surga. Selain itu, yang disebut "Benua Luar" itu cocok dengan uraian Plato, yaitu wilayah Amerika. Begitu pula selat sempit yang dibicarakan di sini, Selat Sunda, benar-benar terbuka karena letusan hebat gunung super berapi, yakni Krakatau. Dua Pilar Herkules itu dapat disamakan dengan dua gunung berapi yang mengapit Selat Sunda: Krakatau dan Dempo. Yang satu gunung tinggi, dan yang lainnya kaldera gunung berapi raksasa --sangat mirip dengan fitur-fitur seperti Scylla dan Charybdis atau Calpe dan Habila yang dituturkan Avienus, penulis sejarah kuno yang hidup pada abad IV. Meskipun sulit dipercaya, tulis Profesor Santos, persamaan-persamaan itu sulit sekali dikatakan sebagai kebetulan belaka. Karena itu, jelas bahwa Plato, entah bagaimana caranya, mendengar tradisi-tradisi kuno tentang Laut-laut Selatan yang diketahui berkaitan dengan Taprobane (Hindia Timur) dan kehancuran wilayah yang dulu bagaikan surga itu. Erwin Y. Salim [Ragam, Gatra Nomor 11 Beredar Kamis, 21 Januari 2010] . =============================================== The content of this message may contain the private views and opinions of the sender and does not constitute a formal view and/or opinion of the company unless specifically stated. The contents of this email and any attachments may contain confidential and/or proprietary information, and is intended only for the person/entity to whom it was originally addressed. Any dissemination, distribution or copying of this communication is strictly prohibited. If you have received this email in error please notify the sender immediately by return e-mail and delete this message and any attachments from your system. Please refer to http://www.newmont.com/en/disclaimer for other language versions of this disclaimer. ================================================ -------------------------------------------------------------------------------- PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro... -------------------------------------------------------------------------------- Ayo siapkan makalah....!!!!! Untuk dipresentasikan di PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 4-6 Oktober 2010 Deadline penyerahan makalah - 15 Februari 2010 ----------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi --------------------------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. --------------------------------------------------------------------- Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com