> Rekan rekan

  Apa yang dikatakan  oleh
rekan OK Taufik banyak benarnya, apakah Pemerintah membiarkan ???
Saya tidak dapat menilai ,karena ini harus dijawab dengan mengemukakan
"apa yang selama ini dilakukan oleh BPLS". Nungkin sinyalemen
ini benar mungkin  juga tidak.''
Khusus mengenai dynamic
drilling dengan relief well , kebetulan saya  terlibat langsung,
kerena pada saat  kedua elief well akan menembus Puncak Formasi
Parigi saya menjadi gological witness bersma dengan Pak Sungarna Suandar
Alm.
Ada yang sangat membedakan antara sumur Pasir Jadi - 1
dengan  sumur Lapindo .
Perbedaan yang paling mendasar adalah
kita aktu itu tahu persis kondisi gologi , kedalaman lapisan yang
menyebabkan blow out , karena dikealaman kl 500 meter itu , data seismik
kita sangat akurat.
SEBAGAI mana yang beberapa ali saya kemukakan
dalam millis ini , bagaimana suatu operasi penanggulangan degan tekini
drilling dapat dilakukan kalau kondisi geologi dibawah permukaan tidak
diketahui.
Semoga dapat menjadi pertimbangan

Si Abah

    Menghentikan Semburan Lumpur Lapindo
>
Senin, 31 Mei 2010 19:20 WIB
>  Kebocoran dari pipa minyak bawah
laut milik British Petroleum (BP) telah
> memasuki minggu ketujuh.
Meskipun sulit, ahli-ahli di BP berjuang menutup
> kebocoran sumur
bawah laut di Teluk Meksiko itu. Tak ingin reputasinya
> merosot,
BP mengerahkan aneka upaya dan berbagai macam teknologi. Mereka
>
optimistis kebocoran bisa dihentikan agar pesisir pantai Amerika
Serikat
> tidak tercemar berat oleh tumpahan minyak.
> 
> Semburan ini menjadi sorotan dunia, terutama terkait keselamatan
migas.
> Maklum, dengan semburan 3.000-5.000 barrel minyak per
hari, insiden ini
> merupakan pencemaran terburuk dalam sejarah
AS, melampaui bencana tumpahan
> minyak dari kapal tanker Exxon
Valdez pada 1989 yang menebarkan minyak di
> laut lebih dari
245.000 barrel. Pemerintah AS memperkirakan, 18 juta
> sampai
> 40 juta galon minyak mentah telah mencemari Teluk Meksiko.
> 
> Akibat kejadian ini, Pemerintah Barack Obama mendapatkan
tekanan berat
> dari
> oposisi, pencinta lingkungan, dan
warga AS. Pemerintah Obama menekan BP
> agar
> terus
berupaya menghentikan kebocoran. Obama tidak mau tahu, bahkan dengan
> tegas mengatakan penanganan kebocoran dan penanggulangan
kerusakan
> lingkungan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP. Obama
juga menebarkan
> optimisme: ”Kami tidak akan menyerah
sampai kebocoran bisa dihentikan,
> hingga air dan pantai-pantai
dibersihkan, hingga orang-orang yang jadi
> korban bencana buatan
manusia mendapatkan hidupnya kembali.”
> 
> Kondisi
kontras terjadi di Indonesia. Sejak empat tahun lalu, persisnya
>
per
> 29 Mei 2006, kita dihadapkan kepada semburan lumpur panas
yang terus
> terjadi
> di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Sekitar 600 hektare kawasan terkena
> dampak
> semburan
lumpur panas tersebut. Ribuan keluarga terpaksa dipindahkan dari
>
lokasi bencana, termasuk pabrik. Infrastruktur publik, seperti jalan
dan
> rel
> kereta api, rusak. Tak terhitung kerugian
sosial dan ekonomi yang diderita
> oleh rakyat Jawa Timur akibat
petaka lumpur panas itu.
> 
> Jika BP berjuang keras
menghentikan kebocoran, sebaliknya semburan lumpur
> panas di
Sidoarjo cenderung dibiarkan. Kita menyerah dan menganggap
>
sebagai
> fenomena alam, seperti putusan Mahkamah Agung bahwa
lumpur Lapindo adalah
> bencana alam. Bahkan, muncul ide dari
Presiden Yudhoyono untuk menjadikan
> pusat semburan lumpur
sebagai kawasan wisata. Bencana lumpur dianggap
> sebagai sesuatu
yang layak jadi tontonan.
> 
> Untuk mematikan semburan
membutuhkan tekad dan kesungguhan dari pelaksana.
> Karena itu,
kasus semacam ini sering melahirkan "pahlawan" sejati,
seperti
> yang dilakukan Wang Jin Xi tahun 1960 saat menanggulangi
semburan di
> lapangan Daqing, China utara. Karena spirit dan
inisiatifnya yang sangat
> kuat itu Jin Xi diberi gelar
"*Iron Man*". Berkat “pahlawan-pahlawan” itu
> pula kecelakaan serupa di Selat Timor, Utara Australia, September
2009,
> berhasil dihentikan. Hampir semua negara di dunia yang
memiliki lapangan
> migas, puluhan kali terjadi kasus serupa, baik
di Indonesia, di AS,
> Afrika,
> Eropa, maupun Asia. Semua
semburan tersebut berhasil dijinakkan.
> 
> Semburan migas
yang tidak terkontrol dikenal dengan istilah "*blow out*".
> Di
> Indonesia, ini pernah terjadi di kawasan laut, seperti
di pantai Kalimatan
> Timur, pesisir Sumatra, dan pesisir Jawa.
Semburan migas di Indonesia dan
> Selat Timor terjadi pada
kedalaman laut hanya beberapa puluh meter air
> laut.
>
Sebaliknya, semburan di Teluk Meksiko berada pada kedalaman sekitar
1500
> meter. Jadi, penangannya lebih sulit dan lebih mahal.
> 
> Karena air laut yang harus ditembus begitu dalam, maka
teknologi selubung
> menggunakan "Riser", yaitu pipa
yang menghubungkan dasar laut dengan
> permukaan yang memisahkan
tercampurnya lumpur pemboran dari air laut.
> BOP (*blow
>
out preventer*) atau alat pencegah semburan ditempatkan di dasar laut
yang
> pengontrolannya dilakukan dari permukaan. Semburan dalam
kasus di Teluk
> Meksiko ini sampai membuat Riser terputus dan
lepas, sementara BOP tidak
> sempat mampu menahan tekanan yang
datang dari bawah, sehingga semburan
> terjadi mulai dari dasar
laut.
> 
> Untuk menutupnya dimulai dengan langkah
"pendek", yaitu melokalisasi
> semburan dengan cara
menurunkan Kubah yang besar dan berat, dan di
> puncaknya
> dihubungkan dengan pipa sebagai penyalur minyak sampai ke
permukaan. Ini
> memungkinkan minyak dapat dialirkan ke tanker dan
tidak tersebar ke segala
> arah dan mencemari laut. Analogi serupa
dilakukan untuk menghentikan
> semburan lumpur di Sidoarjo, yaitu
semburan diarahkan ke Sungai Porong
> dengan tanggul untuk
sementara waktu.
> 
> Untuk mematikan semburan secara
permanen dilakukan tahap berikutnya dengan
> teknologi
"*Dynamic Killing*". Teknologi ini membutuhkan beberapa sumur
> miring yang dikenal dengan "*Relief Well*" untuk saluran
menginjeksikan
> lumpur berat ke sumur sumber semburan. Lumpur
berat tersebut akan memiliki
> tekanan hidrostatis yang cukup
besar, sehingga mampu menahan tekanan yang
> datang dari bawah
yang mendorong fluida ke permukaan. Di Teluk Meksiko,
> kegiatan
lokalisasi semburan sudah berhasil dilakukan. Kini memasuki tahap
> mematikan semburan dengan teknologi *dynamic killing*.
>

> Dengan metoda serupa, semburan di Selat Timor bisa dimatikan
dalam waktu
> lebih dari empat bulan. Di Subang, Jawa Barat dan
Randu-Blatung, Jawa
> Timur,
> memakan waktu sekitar lima
bulan. Waktu tiga hingga enam bulan jadi
> pegangan
> para
pelaksana dalam menanggulangi semburan pada kegiatan pengeboran
>
migas.
> Di Teluk Meksiko, dua *relief well* sudah berjalan sejak
4 dan 26 Mei
> 2010.
> Di Sidoarjo telah disiapkan dua
*relief well*. Sayangnya, kegiatan baru
> berjalan sekitar 20
persen harus terhenti karena biaya terbatas.
> 
>
Lokalisasi semburan lumpur di Sidoarjo tidak perlu dengan kubah besar
> karena
> terjadi di darat. Lokalisasi cukup dengan
mengalirkan ke Sungai Porong. Di
> Teluk Meksiko, lokalisasi juga
dibantu dengan menebar bahan kimia "*
> surfactant*"
yang memungkinkan minyak bersatu dengan air laut dan membuat
>
minyak jatuh ke dasar laut tidak menyebar di permukaan. Di Sidoarjo
tidak
> memerlukan *surfactant* karena semburan tidak mengeluarkan
minyak secara
> signifikan, hanya air-panas-asin yang mengandung
tanah liar serta gas
> hidrokarbon sedikit yang tentunya akan
menguap sendiri ke permukaan.
> 
> Untuk mematikan
semburan lumpur di Sidoarjo bisa dilakukan dengan
> metoda
*dynamic
> killing* menggunakan *relief well*. Teknologi *dynamic
killing* dengan
> bantuan *relief well* menjadi pilihan standar
dalam setiap usaha mematikan
> semburan pada kegiatan migas,
terutama yang memiliki semburan sangat kuat.
> Teknologi ini sudah
dikuasai ahli-ahli migas anak negeri. Jadi, tidak
> perlu
> harus mengimpor ahli dan teknologi dari luar negeri.
> 
> Sebagai contoh, tahun 1984 di Subang, Jawa Barat, pada 1997 di
lepas
> pantai
> Kalimantan, dan tahun 2001 di
Randu-Blatung, Jawa Timur, semuanya
> ditangani
> oleh
tenaga ahli dari Indonesia. Begitu pula setelah semburan lumpur di
> Sidoarjo, pada Desember 2008 semburan lumpur di Gresik, Jawa Timur,
April
> 2009, dan semburan lumpur dan gas di Merbau, Sumatera
Selatan, juga dapat
> dimatikan oleh tenaga ahli dari Indonesia
Sendiri.
> 
> Untuk semburan yang ringan, *dynamic
killing* bisa dilakukan pada sumur
> yang
> sedang
menyembur dengan menggunakan bantuan pipa yang dimasukan ke dalam
> lubang yang sedang menyembur. Kemudian semburan dialirkan ke dalam
pipa
> tersebut setelah di bagian bawah ada alat penyekat, disebut
"*Packer*",
> diaktifkan. Metoda ini dipakai pada kasus
ratusan sumur di Irak, dekat
> perbatan Kuwait, yang diledakan
saat perang Irak-Kuwait sepuluh tahun
> lalu.
> 
>
Metoda ini, diberi nama *Top Kill*, pernah dicoba di Teluk Meksiko.
Namun,
> metoda ini tidak berhasil karena aliran semburan cukup
kuat. Metoda ini
> juga
> pernah diaplikasikan di Sumur
Banjarpanji, Jawa Timur, dikenal dengan
> metoda
>
"*Snubbing Unit*" dan "*Side Tracking*". Namun, metoda
ini tidak berhasil
> karena kualitas sumurnya sudah permanen
tersemen dan pipa selubung
> casing-nya sudah penyok dan rusak.
> 
> Kecepatan dalam mengambil keputusan, seperti dilakukan
"*Iron Man*" di
> China
> dan Obama di AS, untuk
mematikan semburan adalah sebuah kebutuhan.
> Kegiatan
>
tersebut didukung sepenuhnya oleh segenap kemampuan peralatan dan
> teknologi
> yang dimiliki manusia saat ini. Sejarah
mencatat, dengan langkah *all
> out*,
> tidak ada satupun
kejadian semburan *blow out* yang tidak bisa dimatikan.
>
Ironisnya, semburan lumpur di Sidoarjo empat tahun dibiarkan merana
tanpa
> disentuh teknologi apapun.
> 
> Jika
semburan lumpur di Sidoarjo tidak dihentikan, diperkirakan radius
> retakan yang diikuti semburan gas dan air tawar akan sampai sejauh
tiga
> kilometer dari pusat semburan. Perkiraan itu muncul karena
pusat semburan
> air di kedalaman tiga kilometer dari permukaan
tanah. Oleh karena itu,
> sebaiknya warga yang berada di sekitar
tiga kilometer atau kurang dari
> pusat
> semburan segera
dievakuasi atau menjauhkan diri. Karena, cepat atau
> lambat,
> area tersebut akan turun atau ambles (*subsidance*) dan tanahnya
retak.
> Hasilnya, di retakan-retakan tersebut akan timbul
semburan gas baru.
> 
> Sampai saat ini jumlah semburan
baru mencapai 182 buah. Semburan baru itu
> terjadi karena retakan
di permukaan tanah yang mengakibatkan air bercampur
> gas metan
keluar. Jika semburan terus terjadi, tanah di bawah menjadi
>
berlubang dan membuat area sekitarnya tertarik turun. Akibatnya,
retakan
> akan semakin banyak terjadi. Begitu pula semburan yang
muncul akan kian
> banyak. Bentuk turunnya tanah akan seperti
corong atau seperti gelas es
> krim. Jadi, di tengah amblesnya
akan paling dalam.
> 
> Saat ini amblesan tanah permukaan
di dekat semburan sudah mencapai lebih
> dari 14 meter. Jika
dibiarkan, amblesan tersebut akan semakin dalam. Area
> yang
terdampak amblesan saat ini mencapai 1000 meter lebih. Karena itu,
> area
> tiga kilometer dari pusat semburan sebaiknya tidak
dibangun infrastruktur
> baru karena wilayah tersebut daerah yang
berbahaya.
> 
> Menurut analisa sejumlah pihak, semburan
lumpur di Sidoarjo bisa sepuluh
> tahun, atau bahkan 100 tahun
lamanya. Ini tidak penting, yang paling
> penting
> justru
jangan pasif menunggu berhenti, tapi harus dihentikan. Sebab, yang
> menyembur di lokasi lumpur Lapindo saat ini adalah air asin panas
dari
> bawah
> tanah. Air itu tidak akan cepat habis dan
tak ada yang tahu kapan
> habisnya.
> 
> Biaya
yang dibutuhkan untuk menutup semburan lumpur di Sidoarjo
>
diperkirakan
> hanya sekitar 100 juta dollar Amerika. Biaya ini
tergolong murah
> dibandingkan dengan biaya menghentikan semburan
di Teluk Meksiko yang
> makan
> miliaran dolar AS, 500
juta dollar di antaranya untuk penelitian
> lingkungan.
>
Biaya 100 juta dolar AS ini juga termasuk kecil dibandingkan dengan
> pendapatan tahunan dari usaha migas di Indonesia yang sekitar 25
miliar
> dolar AS, dan belanja industri migas mencapai 10 miliar
dolar AS.
> Diperlukan
> keseriusan dan keberanian,
seperti halnya Wang Jin Xi dan Obama, dari para
> pemimpin negeri
ini untuk memutuskan penutupan semburan lumpur Sidoarjo.
> 
> Rudi Rubiandini R.S.
> Pakar Migas dari ITB
> 
> 
> --
> Sent from my Computer®
> 


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate
jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke