Bah,,bukan kata saya lho...kata Dr.Rudi..itukan tulisannya beliau 2010/6/19 yanto R.Sumantri <yrs...@rad.net.id>
> > > > > Rekan rekan > > Apa yang dikatakan oleh > rekan OK Taufik banyak benarnya, apakah Pemerintah membiarkan ??? > Saya tidak dapat menilai ,karena ini harus dijawab dengan mengemukakan > "apa yang selama ini dilakukan oleh BPLS". Nungkin sinyalemen > ini benar mungkin juga tidak.'' > Khusus mengenai dynamic > drilling dengan relief well , kebetulan saya terlibat langsung, > kerena pada saat kedua elief well akan menembus Puncak Formasi > Parigi saya menjadi gological witness bersma dengan Pak Sungarna Suandar > Alm. > Ada yang sangat membedakan antara sumur Pasir Jadi - 1 > dengan sumur Lapindo . > Perbedaan yang paling mendasar adalah > kita aktu itu tahu persis kondisi gologi , kedalaman lapisan yang > menyebabkan blow out , karena dikealaman kl 500 meter itu , data seismik > kita sangat akurat. > SEBAGAI mana yang beberapa ali saya kemukakan > dalam millis ini , bagaimana suatu operasi penanggulangan degan tekini > drilling dapat dilakukan kalau kondisi geologi dibawah permukaan tidak > diketahui. > Semoga dapat menjadi pertimbangan > > Si Abah > > Menghentikan Semburan Lumpur Lapindo > > > Senin, 31 Mei 2010 19:20 WIB > > Kebocoran dari pipa minyak bawah > laut milik British Petroleum (BP) telah > > memasuki minggu ketujuh. > Meskipun sulit, ahli-ahli di BP berjuang menutup > > kebocoran sumur > bawah laut di Teluk Meksiko itu. Tak ingin reputasinya > > merosot, > BP mengerahkan aneka upaya dan berbagai macam teknologi. Mereka > > > optimistis kebocoran bisa dihentikan agar pesisir pantai Amerika > Serikat > > tidak tercemar berat oleh tumpahan minyak. > > > > Semburan ini menjadi sorotan dunia, terutama terkait keselamatan > migas. > > Maklum, dengan semburan 3.000-5.000 barrel minyak per > hari, insiden ini > > merupakan pencemaran terburuk dalam sejarah > AS, melampaui bencana tumpahan > > minyak dari kapal tanker Exxon > Valdez pada 1989 yang menebarkan minyak di > > laut lebih dari > 245.000 barrel. Pemerintah AS memperkirakan, 18 juta > > sampai > > 40 juta galon minyak mentah telah mencemari Teluk Meksiko. > > > > Akibat kejadian ini, Pemerintah Barack Obama mendapatkan > tekanan berat > > dari > > oposisi, pencinta lingkungan, dan > warga AS. Pemerintah Obama menekan BP > > agar > > terus > berupaya menghentikan kebocoran. Obama tidak mau tahu, bahkan dengan > > tegas mengatakan penanganan kebocoran dan penanggulangan > kerusakan > > lingkungan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP. Obama > juga menebarkan > > optimisme: ”Kami tidak akan menyerah > sampai kebocoran bisa dihentikan, > > hingga air dan pantai-pantai > dibersihkan, hingga orang-orang yang jadi > > korban bencana buatan > manusia mendapatkan hidupnya kembali.” > > > > Kondisi > kontras terjadi di Indonesia. Sejak empat tahun lalu, persisnya > > > per > > 29 Mei 2006, kita dihadapkan kepada semburan lumpur panas > yang terus > > terjadi > > di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. > Sekitar 600 hektare kawasan terkena > > dampak > > semburan > lumpur panas tersebut. Ribuan keluarga terpaksa dipindahkan dari > > > lokasi bencana, termasuk pabrik. Infrastruktur publik, seperti jalan > dan > > rel > > kereta api, rusak. Tak terhitung kerugian > sosial dan ekonomi yang diderita > > oleh rakyat Jawa Timur akibat > petaka lumpur panas itu. > > > > Jika BP berjuang keras > menghentikan kebocoran, sebaliknya semburan lumpur > > panas di > Sidoarjo cenderung dibiarkan. Kita menyerah dan menganggap > > > sebagai > > fenomena alam, seperti putusan Mahkamah Agung bahwa > lumpur Lapindo adalah > > bencana alam. Bahkan, muncul ide dari > Presiden Yudhoyono untuk menjadikan > > pusat semburan lumpur > sebagai kawasan wisata. Bencana lumpur dianggap > > sebagai sesuatu > yang layak jadi tontonan. > > > > Untuk mematikan semburan > membutuhkan tekad dan kesungguhan dari pelaksana. > > Karena itu, > kasus semacam ini sering melahirkan "pahlawan" sejati, > seperti > > yang dilakukan Wang Jin Xi tahun 1960 saat menanggulangi > semburan di > > lapangan Daqing, China utara. Karena spirit dan > inisiatifnya yang sangat > > kuat itu Jin Xi diberi gelar > "*Iron Man*". Berkat “pahlawan-pahlawan” itu > > pula kecelakaan serupa di Selat Timor, Utara Australia, September > 2009, > > berhasil dihentikan. Hampir semua negara di dunia yang > memiliki lapangan > > migas, puluhan kali terjadi kasus serupa, baik > di Indonesia, di AS, > > Afrika, > > Eropa, maupun Asia. Semua > semburan tersebut berhasil dijinakkan. > > > > Semburan migas > yang tidak terkontrol dikenal dengan istilah "*blow out*". > > Di > > Indonesia, ini pernah terjadi di kawasan laut, seperti > di pantai Kalimatan > > Timur, pesisir Sumatra, dan pesisir Jawa. > Semburan migas di Indonesia dan > > Selat Timor terjadi pada > kedalaman laut hanya beberapa puluh meter air > > laut. > > > Sebaliknya, semburan di Teluk Meksiko berada pada kedalaman sekitar > 1500 > > meter. Jadi, penangannya lebih sulit dan lebih mahal. > > > > Karena air laut yang harus ditembus begitu dalam, maka > teknologi selubung > > menggunakan "Riser", yaitu pipa > yang menghubungkan dasar laut dengan > > permukaan yang memisahkan > tercampurnya lumpur pemboran dari air laut. > > BOP (*blow > > > out preventer*) atau alat pencegah semburan ditempatkan di dasar laut > yang > > pengontrolannya dilakukan dari permukaan. Semburan dalam > kasus di Teluk > > Meksiko ini sampai membuat Riser terputus dan > lepas, sementara BOP tidak > > sempat mampu menahan tekanan yang > datang dari bawah, sehingga semburan > > terjadi mulai dari dasar > laut. > > > > Untuk menutupnya dimulai dengan langkah > "pendek", yaitu melokalisasi > > semburan dengan cara > menurunkan Kubah yang besar dan berat, dan di > > puncaknya > > dihubungkan dengan pipa sebagai penyalur minyak sampai ke > permukaan. Ini > > memungkinkan minyak dapat dialirkan ke tanker dan > tidak tersebar ke segala > > arah dan mencemari laut. Analogi serupa > dilakukan untuk menghentikan > > semburan lumpur di Sidoarjo, yaitu > semburan diarahkan ke Sungai Porong > > dengan tanggul untuk > sementara waktu. > > > > Untuk mematikan semburan secara > permanen dilakukan tahap berikutnya dengan > > teknologi > "*Dynamic Killing*". Teknologi ini membutuhkan beberapa sumur > > miring yang dikenal dengan "*Relief Well*" untuk saluran > menginjeksikan > > lumpur berat ke sumur sumber semburan. Lumpur > berat tersebut akan memiliki > > tekanan hidrostatis yang cukup > besar, sehingga mampu menahan tekanan yang > > datang dari bawah > yang mendorong fluida ke permukaan. Di Teluk Meksiko, > > kegiatan > lokalisasi semburan sudah berhasil dilakukan. Kini memasuki tahap > > mematikan semburan dengan teknologi *dynamic killing*. > > > > > Dengan metoda serupa, semburan di Selat Timor bisa dimatikan > dalam waktu > > lebih dari empat bulan. Di Subang, Jawa Barat dan > Randu-Blatung, Jawa > > Timur, > > memakan waktu sekitar lima > bulan. Waktu tiga hingga enam bulan jadi > > pegangan > > para > pelaksana dalam menanggulangi semburan pada kegiatan pengeboran > > > migas. > > Di Teluk Meksiko, dua *relief well* sudah berjalan sejak > 4 dan 26 Mei > > 2010. > > Di Sidoarjo telah disiapkan dua > *relief well*. Sayangnya, kegiatan baru > > berjalan sekitar 20 > persen harus terhenti karena biaya terbatas. > > > > > Lokalisasi semburan lumpur di Sidoarjo tidak perlu dengan kubah besar > > karena > > terjadi di darat. Lokalisasi cukup dengan > mengalirkan ke Sungai Porong. Di > > Teluk Meksiko, lokalisasi juga > dibantu dengan menebar bahan kimia "* > > surfactant*" > yang memungkinkan minyak bersatu dengan air laut dan membuat > > > minyak jatuh ke dasar laut tidak menyebar di permukaan. Di Sidoarjo > tidak > > memerlukan *surfactant* karena semburan tidak mengeluarkan > minyak secara > > signifikan, hanya air-panas-asin yang mengandung > tanah liar serta gas > > hidrokarbon sedikit yang tentunya akan > menguap sendiri ke permukaan. > > > > Untuk mematikan > semburan lumpur di Sidoarjo bisa dilakukan dengan > > metoda > *dynamic > > killing* menggunakan *relief well*. Teknologi *dynamic > killing* dengan > > bantuan *relief well* menjadi pilihan standar > dalam setiap usaha mematikan > > semburan pada kegiatan migas, > terutama yang memiliki semburan sangat kuat. > > Teknologi ini sudah > dikuasai ahli-ahli migas anak negeri. Jadi, tidak > > perlu > > harus mengimpor ahli dan teknologi dari luar negeri. > > > > Sebagai contoh, tahun 1984 di Subang, Jawa Barat, pada 1997 di > lepas > > pantai > > Kalimantan, dan tahun 2001 di > Randu-Blatung, Jawa Timur, semuanya > > ditangani > > oleh > tenaga ahli dari Indonesia. Begitu pula setelah semburan lumpur di > > Sidoarjo, pada Desember 2008 semburan lumpur di Gresik, Jawa Timur, > April > > 2009, dan semburan lumpur dan gas di Merbau, Sumatera > Selatan, juga dapat > > dimatikan oleh tenaga ahli dari Indonesia > Sendiri. > > > > Untuk semburan yang ringan, *dynamic > killing* bisa dilakukan pada sumur > > yang > > sedang > menyembur dengan menggunakan bantuan pipa yang dimasukan ke dalam > > lubang yang sedang menyembur. Kemudian semburan dialirkan ke dalam > pipa > > tersebut setelah di bagian bawah ada alat penyekat, disebut > "*Packer*", > > diaktifkan. Metoda ini dipakai pada kasus > ratusan sumur di Irak, dekat > > perbatan Kuwait, yang diledakan > saat perang Irak-Kuwait sepuluh tahun > > lalu. > > > > > Metoda ini, diberi nama *Top Kill*, pernah dicoba di Teluk Meksiko. > Namun, > > metoda ini tidak berhasil karena aliran semburan cukup > kuat. Metoda ini > > juga > > pernah diaplikasikan di Sumur > Banjarpanji, Jawa Timur, dikenal dengan > > metoda > > > "*Snubbing Unit*" dan "*Side Tracking*". Namun, metoda > ini tidak berhasil > > karena kualitas sumurnya sudah permanen > tersemen dan pipa selubung > > casing-nya sudah penyok dan rusak. > > > > Kecepatan dalam mengambil keputusan, seperti dilakukan > "*Iron Man*" di > > China > > dan Obama di AS, untuk > mematikan semburan adalah sebuah kebutuhan. > > Kegiatan > > > tersebut didukung sepenuhnya oleh segenap kemampuan peralatan dan > > teknologi > > yang dimiliki manusia saat ini. Sejarah > mencatat, dengan langkah *all > > out*, > > tidak ada satupun > kejadian semburan *blow out* yang tidak bisa dimatikan. > > > Ironisnya, semburan lumpur di Sidoarjo empat tahun dibiarkan merana > tanpa > > disentuh teknologi apapun. > > > > Jika > semburan lumpur di Sidoarjo tidak dihentikan, diperkirakan radius > > retakan yang diikuti semburan gas dan air tawar akan sampai sejauh > tiga > > kilometer dari pusat semburan. Perkiraan itu muncul karena > pusat semburan > > air di kedalaman tiga kilometer dari permukaan > tanah. Oleh karena itu, > > sebaiknya warga yang berada di sekitar > tiga kilometer atau kurang dari > > pusat > > semburan segera > dievakuasi atau menjauhkan diri. Karena, cepat atau > > lambat, > > area tersebut akan turun atau ambles (*subsidance*) dan tanahnya > retak. > > Hasilnya, di retakan-retakan tersebut akan timbul > semburan gas baru. > > > > Sampai saat ini jumlah semburan > baru mencapai 182 buah. Semburan baru itu > > terjadi karena retakan > di permukaan tanah yang mengakibatkan air bercampur > > gas metan > keluar. Jika semburan terus terjadi, tanah di bawah menjadi > > > berlubang dan membuat area sekitarnya tertarik turun. Akibatnya, > retakan > > akan semakin banyak terjadi. Begitu pula semburan yang > muncul akan kian > > banyak. Bentuk turunnya tanah akan seperti > corong atau seperti gelas es > > krim. Jadi, di tengah amblesnya > akan paling dalam. > > > > Saat ini amblesan tanah permukaan > di dekat semburan sudah mencapai lebih > > dari 14 meter. Jika > dibiarkan, amblesan tersebut akan semakin dalam. Area > > yang > terdampak amblesan saat ini mencapai 1000 meter lebih. Karena itu, > > area > > tiga kilometer dari pusat semburan sebaiknya tidak > dibangun infrastruktur > > baru karena wilayah tersebut daerah yang > berbahaya. > > > > Menurut analisa sejumlah pihak, semburan > lumpur di Sidoarjo bisa sepuluh > > tahun, atau bahkan 100 tahun > lamanya. Ini tidak penting, yang paling > > penting > > justru > jangan pasif menunggu berhenti, tapi harus dihentikan. Sebab, yang > > menyembur di lokasi lumpur Lapindo saat ini adalah air asin panas > dari > > bawah > > tanah. Air itu tidak akan cepat habis dan > tak ada yang tahu kapan > > habisnya. > > > > Biaya > yang dibutuhkan untuk menutup semburan lumpur di Sidoarjo > > > diperkirakan > > hanya sekitar 100 juta dollar Amerika. Biaya ini > tergolong murah > > dibandingkan dengan biaya menghentikan semburan > di Teluk Meksiko yang > > makan > > miliaran dolar AS, 500 > juta dollar di antaranya untuk penelitian > > lingkungan. > > > Biaya 100 juta dolar AS ini juga termasuk kecil dibandingkan dengan > > pendapatan tahunan dari usaha migas di Indonesia yang sekitar 25 > miliar > > dolar AS, dan belanja industri migas mencapai 10 miliar > dolar AS. > > Diperlukan > > keseriusan dan keberanian, > seperti halnya Wang Jin Xi dan Obama, dari para > > pemimpin negeri > ini untuk memutuskan penutupan semburan lumpur Sidoarjo. > > > > Rudi Rubiandini R.S. > > Pakar Migas dari ITB > > > > > > -- > > Sent from my Computer® > > > > > -- > _______________________________________________ > Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate > jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan. > -- Sent from my Computer®