Trimakasih Mbak Nuning dan Pak Awang, juga teman-2 lainnya atas komentar dan 
penjelasannya.
Dengan membaca penjelasan-2 ini ilmu saya akan bertambah. 
Setelah bertanya teman dan melihat grafik-2 yang panjang dari Fraser Institute, 
ternyata banyak parameter yang dipakai. Kalau menurut Composite Index di 
tingkat Oceania, memang kita berada di atas Timor Leste, tetapi kalau secara 
Global ternyata kita tidak begitu jelek-2 amat, ada di nomor 111 (sementara 
Malaysia 63), sedangkan Venezuela dan Bolivia menjadi juru kunci di nomor 132 
dan 133. Dan data ini rupanya tidak pernah di-expose!
Saya percaya bahwa Indonesia masih tetap menarik untuk investor, apalagi kalau 
regulasi dll selalu dievaluasi dan diperbaiki sesuai dengan tuntutan jaman. 
Yang namanya bisnis kan kedua belah pihak harus sama-2 untung.

Salam,
sugeng

nb. Mbak Nuning, minggu lalu kami ke lapangan bersama teman-2 dari BPMIGAS (Pak 
Djoko dan Pak Drianto); dapat satu sumur sampai selesai logging. Seharian kami 
di rig, pengenalan komponen drilling rig dan peralatan pemboran, sampai 
mudlogging, drilling fluid, directional, e-logging, analisa cutting sample dan 
sidewall cores, juga running casing dan cementing job. Malam hari pun sempat 
datang untuk melihat oil show di batu pasir Lower Talang Akar.
Kapan akan melihat kegiatan di sana? Kami tunggu:)





  ----- Original Message ----- 
  From: Nugrahani 
  To: eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com ; iagi-net@iagi.or.id 
  Cc: Forum HAGI 
  Sent: Tuesday, March 29, 2011 1:39 PM
  Subject: [iagi-net-l] RE: [eksplorasi_BPMIGAS] Bls: [iagi-net-l] Parah! 
Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia


   

  Nah... ini dia yang pengen aku omongin. Thanks ya Awang. 

  Terima kasih juga atas komentarnya mas Sugeng Hartono (apa kabar mas Sugeng,  
masih mengawasi/mengawal pengeboran sumur di  Jabung ?). 

  Silakan dibaca juga e-mail-nya Ujay (Sunjaya) beberapa hari yang lalu, yang 
juga sudah berusaha menerangkan hal yang sama.

  Bukannya kami pengen "ngeles" atau bikin alasan, ini hanya sekedar menyajikan 
fakta, bahwa dalam sepuluh tahun terakhir justru jumlah Wilayah Kerja itu 
bertambah secara signifikan ! 

  Rinciannya, penambahan jumlah WK dari tahun 2000-2010 adalah 147 WK Migas 
yang masih tahap Eksplorasi (beberapa di antaranya saat ini sudah mencapai 
tahap pengembangan, beberapa sudah diakhiri / diterminasi), 3 WK Produksi dan 
23 Wk GMB. Tahun 2011, di bulan Maret 2011 ini, ada penambahan lagi : 4 WK 
Eksplorasi, 1 WK Lapangan/Produksi (Sembilang), dan 6 WK GMB/CBM.

  Saat ini jumlah Wilayah Kerja yang dikelola BPMIGAS adalah 256 WK (dalam 
tahap Eksplorasi, Ekspoitasi/Produksi, dan CBM).

   

  Hanya sayangnya (juga), faktanya, peningkatan jumlah WK yang signifikan itu 
masih belum seirama dengan peningkatan investasi (kegiatan eksplorasi) yang 
signifikan.

  Ada berbagai sebab (kurangnya pemenuhan komitmen eskplorasi) antara lain : 
karena alasan teknis/kurangnya data G&G (32%), masalah internal KKKS, termasuk 
masalah finansial (19 %), masalah pengadaaan rig dan kapal survey (23 %), 
masalah perizinan (13 %), masalah tumpang tindih dengan kehutanan (9 %) dan 
masalah lain2 (sosial masyarakat, perbatasan negara, dll, 4 %). 

  Dari sisi temuan migas (pengeboran eksplorasi yang berhasil menemukan 
hidrokarbon) sebetulnya juga mengalami peningkatan namun bila dilihat dari 
temuan yang ekonomis (yang dapat dikembangkan/diproduksikan) memang masih agak 
kurang. Sebabnya (dari sisi petroleum system) juga berbagai-bagai. 

   

  Sebetulnya, hasil survey Fraser institut itu "inline" saja dengan 
sebab2/permasalah tidak terlaksananya pekerjaan (komitmen) eksplorasi di 
Indonesia, karena (seperti sudah dijelaskan dalam e-mail-nya Ujay kemarin),  
surveynya itu mencakup pertanyaan2 seputar hal-hal seperti : licensing fees, 
tax, permit, regulations, dll. 

  Sebetulnya (juga) Pemerintah kita (khususnya DitJen Migas) sudah melakukan 
berbagai perbaikan dalam hal penawaran lahan (jadi bukannya tidak melakukan 
apa2). Hampir selalu ada perbaikan dalam setiap periode Kontrak2 PSC kita.  
Tentu, ada banyak hal lagi yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan (antara lain 
kordinasi antar Departemen). 

   

  Nanti deh ya.... saya dan Ujay saat ini sedang mengolah data mengenai 
(semacam) "sejarah PSC", yang akan kami sajikan di pertemuan  tahunan HAGI-IAGI 
di Makassar nanti (dengan catatan makalah kami itu diterima oleh panitia 
HAGI-IAGI).

   

  Hal lain, kita sebaiknya bersikap bijaksana dengan pendapat2 dari luar 
(negeri) atau pun dari dalam negeri, karena sangat boleh jadi dibalik itu ada 
berbagai kepentingan.

  Sangat kita sadari bahwa masih banyak  hal yang perlu diperbaiki untuk 
meningkatkan investasi migas, namun rasanya sih tidak dengan mengganti UU Migas 
no. 22 itu. Memang UU tersebut perlu direvisi namun enggak perlu lah kembali ke 
masa lalu.  Hidup kan enggak surut ke belakang, kita maju terus aja dengan 
perbaikan2 yang bisa kita lakukan. 

   

   

   

  Salam,

  Nuning

   

   

   

   

   

  From: eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com 
[mailto:eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com] On Behalf Of Awang Satyana
  Sent: 29 Maret 2011 11:31
  To: iagi-net@iagi.or.id
  Cc: Forum HAGI; Geo Unpad; Eksplorasi BPMIGAS
  Subject: [eksplorasi_BPMIGAS] Bls: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi 
Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia

   

    

        >> Akibatnya industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak 
ada investasi baru di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang.

         

        Pak Kurtubi jelas bicara tanpa data. Dalam sepuluh tahun terakhir telah 
ditandatangani 165 investasi baru di blok-blok/WK  migas (tidak termasuk 
CBM/GMB) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam periode itu, Pemerintah 
menawarkan 307 WK secara regular tender dan direct offer; laku terjual 54 % 
(165 WK) saya pikir menunjukkan iklim investasi yang baik.

         

        Mekanisme penawaran WK2 tersebut dengan cara regular tender dan direct 
offer. Permintaan direct offer, yang miulai dibuka pada tahun 2003, menunjukkan 
minat yang tinggi, mengindikasikan bahwa investor agresif berusaha di bidang 
migas Indonesia. Keterlibatan investor lokal (DN) dalam investasi migas semakin 
tinggi yang meliputi banyak ragam core business mereka (misalnya, perusahaan 
'event organizer' di bidang migas pun ada yang mengajukan direct offer WK 
bermitra dengan perusahaan2 lainnya). 

         

        Memang beberapa perusahaan lokal belum mampu memenuhi komitmen 
kontraknya secara tepat waktu karena berbagai persoalan; perusahaan2 besar yang 
internasional pun sama saja soal pemenuhan komitmen yang tepat waktu ini. 
Ditjen Migas sebagai penyelenggara penawaran WK terus menyeleksi calon 
inverstor ini agar mereka merupakan investor yang benar2 bisa melaksanakan 
komitmennya, dan BPMIGAS sebagai pengawas pelaksanaan komitmen terus mengejar 
pelaksanaan komitmen ini termasuk menerapkan berbagai sanksi.

         

        Dengan tingginya minat investasi migas ini, banyak yang telah merasakan 
manfaatnya; salah satunya saja yang menyakut SDM (sumberdaya manusia) 
perguruan2 tinggi pelaksana joint studies dalam rangka direct offer, juga para 
geologist/geophysicist yang telah purnabakti masih bisa berkarya membantu 
investor2 lokal yang baru terjun di bidang migas ini. Itu yang saya amati.  Itu 
adalah pemberdayaan kapasitas nasional, yang juga merupakan salah satu agenda 
migas nasional.

         

        >> Kurtubi menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh 
dengan adanya kebijakan dimana investor migas harus membayar bermacam jenis 
pajak selama masa eksplorasi.

         

        Semula memang begitu, tetapi beberapa pajak telah dihapuskan karena 
Pemerintah (c.q. Departemen Keuangan) telah menyadari masalah pentingnya 
eksplorasi sebagai ujung tombak keberlanjutan produksi migas nasional.

         

        Harus diwaspadai bahwa jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga 
itu (nasional/internasional) tidak sepenuhnya murni sekedar survei, tetapi juga 
bisa memuat agenda-agenda tertentu dalam politik atau misi-misi korporasi besar 
yang akibatnya bisa merugikan posisi Indonesia. Kritislah melihatnya.

         

        salam,
        Awang 

         

        (Tim Penilai Penawaran WK Migas & CBM/GMB) 

        --- Pada Sab, 26/3/11, apwid...@patranusa.com <apwid...@patranusa.com> 
menulis:


          Dari: apwid...@patranusa.com <apwid...@patranusa.com>
          Judul: [iagi-net-l] Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk 
Terburuk di Dunia
          Kepada: iagi-net@iagi.or.id
          Tanggal: Sabtu, 26 Maret, 2011, 6:30 AM

          
http://www.detikfinance.com/read/2011/03/25/122411/1601186/1034/parah-kondisi-investasi-migas-ri-termasuk-terburuk-di-dunia?f9911033

          Parah! Kondisi Investasi Migas RI Termasuk Terburuk di Dunia  Akhmad 
Nurismarsyah -detikFinance
            
          Jakarta - Kondisi investasi di bidang minyak dan gas Indonesia 
dinilai masih sangat buruk. Indonesia berada di rangking 111 dari 113 negara 
dalam survei kondisi investasi migas versi Global Petroleum Survey 
2010.Demikian disampaikan oleh Direktur Center for Petroleum and Energy 
Economic Studies, Kurtubi pada diskusi energi yang dilaksanakan di ruang Fraksi 
PPP DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (25/3/2011)."Kondisi investasi migas di 
Indonesia sangat buruk. Kita berada di rangking 111 dari 113 negara di dunia," 
kata Kurtubi.Berdasarkan survei dari Global Petroleum Survey 2010, Indonesia 
memiliki kondisi investasi migas paling buruk di kawasan Oceania. Lebih buruk 
dari Papua Nugini (PNG), Malaysia, Brunei, Filipina, Australia, Selandia 
Baru."Kita hanya lebih baik sedikit dari Timor Timur," timpal Kurtubi.Ia 
menjelaskan, penyebab buruknya kondisi investasi tersebut disebabkan masih 
adanya tindak korupsi serta minimnya data yang dibutuhkan bagi investor. "Kita 
juga perlu menggan UU Migas No 22/2001. Substansi UU Migas yang harus dirubah 
dengan menyederhanakan pola B to B, mengefisiensikan pengelolaan BBM dengan 
pola 'integrated oil company' bagi Pertamina, memberlakukan sistem 'lex 
specialist', dan memperjelas definisi dan pengelola aset kekayaan cadangan 
minyak nasional," tutur Kurtubi.Dari segi birokrasi, dirinya juga menilai bahwa 
banyak investor yang dirumitkan dengan birokrasi yang 'ribet'. Akibatnya 
industri migas di Indonesia semakin memburuk, hampir tidak ada investasi baru 
di beberapa blok migas selama selama 10 tahun ke belakang. "Berdasarkan 
undang-undang yang lama, para investor hanya perlu bertemu dan meneken kontrak 
(PSC/Production Sharing Contract) dengan Pertamina saja," ucapnya.Kurtubi 
menambahkan, kondisi investasi migas itu bertambah aneh dengan adanya kebijakan 
dimana investor migas harus membayar bermacam jenis pajak selama masa 
eksplorasi. Padahal, di undang-undang yang lama, investor hanya perlu membayar 
pajak setelah mereka menemukan dan mengeksplorasi migas.(nrs/qom)

          Powered by Telkomsel BlackBerry®


----------------------------------------------------------------------

           

           
       

   

Kirim email ke