Sabtu 7 Januari 2012 kemarin, bersama sekitar 80 orang dari suatu komunitas 
yang senang jalan-jalan sambil belajar di lapangan, saya mengunjungi makam 
Junghuhn di Jayagiri Lembang. 

Di depan nisannya yang ditinggikan seperti obelisk, saya membentang poster 
berisi foto diri Junghuhn, biografi singkat, miniatur peta Jawanya yang 
monumental, lukisan-lukisan beberapa gunung yang didakinya, dan tentu saja ilmu 
yang "dimuliakannya": botani, termasuk dua spesies kina dan geografi/ekologi 
tumbuhan.

Para peserta yang sangat beragam latar belakang profesi dan pekerjaannya dan 
umurnya, dari bayi yang masih digendong ibunya sampai seorang kakek berusia 78 
tahun menyimak dengan khidmat diselingi decak kagum atas karya2 Junghuhn, duduk 
di pelataran makam Junghuhn atau berdiri mendekati poster dan nisan. 

Mengapa memilih Junghuhn, sebab ia bukan hanya perintis budidaya kina di 
Indonesia, tetapi jauh dari itu, ia adalah perintis penelitian geologi, 
kartografi/geodesi, geografi, botani, bahkan antropologi di Jawa. Dan, hal ini 
tak banyak diketahui masyarakat umum. Umumnya, mereka tahu Junghuhn dengan kata 
kunci kina, padahal bukan hanya kina. 

Saya pernah menulis beberapa kali tentang Junghuhn buat milis2, saya tak akan 
mengulangi menjelaskan kiprahnya sebab itu pernah saya tulis, juga pernah 
ditulis di beberapa majalah. Tetapi ada beberapa hal yang belum diketahui 
selama ini, yaitu tentang kepribadian dan kutipan2 pernyataan Junghuhn yang 
berguna buat kita, itulah yang saya bagikan Sabtu kemarin itu.

Saya menggali lebih jauh kepribadian Junghuhn dari buku tulisan Rudiger Siebert 
(2002), "Deutsche Spuren in Indonesien" (Horleman Verlag, Bad Honnef). Dalam 
buku berbahasa Jerman ini, Siebert mengulas biografi 10 tokoh Jerman yang 
berkarya di Indonesia, antara lain Junghuhn.

Saya cantumkan kata-kata Junghuhn yang penting di poster, dan membacakannya 
untuk semua yang mendengar:

“Di sana aku menghargai dan memelihara ilmuku bagaikan benda keramat, selama 12 
tahun aku menjelajahi gunung-gunung dan hutan-hutan Kepulauan Sunda yang 
mempesonakan itu. Dengan sengaja aku mengikuti jalan setapak yang sepi, dan 
tidak ada petunjuk jalan lain yang menemaniku kecuali KECINTAAN pada pekerjaan 
itu dan ANTUSIASME.” (dikutip dan diterjemahkan dari kata pengantar buku magnum 
opusnya, "Java, seine Gestalt, Pflanzendecke und innere Bauart", 1854) (Jawa: 
Bentuknya, Flora dan Struktur-Dalamnya).

Junghuhn melalukan semua yang dilakukannya terhadap Jawa tanpa berbekal 
pendidikan formal. Pendidikan formalnya adalah dokter medis dan ia menjalani 
profesi sebagai dokter militer di Indonesia selama 3 tahun 7 bulan, sementara 
ia memetakan Jawa, mendaki semua gunungnya, meneliti geologi dan 
tumbuhan-tumbuhannya termasuk pembudidayaan kina selama sekitar 21 tahun, 
dengan diselingi 2 tahun bekerja memetakan sebagian Sumatra Utara. Lalu saat 
cuti sakit di Belanda, ia mengerjakan semua datanya menjadi buku-bukunya yang 
terkenal, magnum opusnya, dan peta Jawanya yang luar biasa, selama 7 tahun. 
Maka total hampir 30 tahun hidupnya, dari 54 tahun umurnya, didayagunakan untuk 
Jawa sampai akhir hayatnya. Semuanya bermodalkan dua hal ini: KECINTAAN dan 
ANTUSIASME, bukan latar belakang akademik.

Junghuhn tergila-gila oleh keinginannya melakukan riset. Ia laki-laki penuh 
energi, berwajah serius, dengan pandangan mata yang skeptis. Walaupun Junghuhn 
mengagumi alam, bahkan seperti orang yang menjadikan alam sebagai agamanya, ia 
bukanlah penghayal. ia ingin mencari fakta mengenai sifat-sifat alam, dan ia 
mengharapkan agar data dan catatannya akan disimpan untuk penggunaan generasi 
selanjutnya, maka ia sangat mementingkan publikasi dan ia marah besar ketika 
intrik politik dan iri hati dari kalangan ilmuwan dan akademikus hampir membuat 
magnum opus Junghuhn tentang Jawa tidak dipublikasikan.

Pulau Jawa menantang segala kekuatan dan kreativitas Junghuhn, menguras 
energinya. Pulau Jawa juga yang melemahkan tubuhnya sehingga berkali-kali 
membuatnya mesti mengambil cuti sakit yang lama. Ia menjadi orang pertama yang 
menjelajahi pulau ini secara sistematis. Alam Jawa ditelitinya dalam keadaan 
serba sulit dan penuh pengorbanan. Ia menyusahkan dirinya sendiri, tetapi juga 
menyusahkan orang-orang lain, yaitu para pembantunya di lapangan, orang-orang 
Jawa. Orang2 Jawa tak mengerti kemauan Junghuhn yang dianggapnya gila, mendaki 
semua puncak gunung yang kala itu diyakini orang2 Jawa sebagai tempat yang 
berbahaya, tempat jin, dedemit, dan sebangsanya. Tetapi Junghuhn adalah orang 
dengan disiplin diri yang luar biasa.

Junghuhn tidak pernah mengambil jalan yang paling gampang. Ia menyusahkan 
dirinya sendiri dan para pembantunya. pasti Junghuhn telah dengan keras 
bertindak kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Tetapi kekerasannya 
menghasilkan semua magnum opusnya tentang Jawa. Kita menyaksikan seorang 
ilmuwan otodidak yang berpikir lugas dan yang mengumpulkan fakta dalam jumlah 
yang sangat besar. Dan Junghuhn melakukan semua yang dihasilkannya sendirian, 
tanpa teman ilmuwan lain, tanpa dibantu organisasi apa pun. Pekerjaan yang 
telah dilakukan Junghuhn selama 30 tahun untuk Jawa benar2 pekerjaan raksasa 
yang dilakukannya sendiri, hanya dengan teman2 orang Jawa para pembantunya yang 
suka dipaksanya untuk tidak takut mendaki puncak2 gunung.

Sebenarnya yang dikerjakan Junghuhn di lapangan melebihi Charles Darwin, 
pengembang teori evolusi. Tetapi mengapa Junghuhn tak dikenal dunia 
internasional seluas Darwin? Sebab Darwin mengeluarkan suatu teori alam yang 
menghebohkan pada zamannya, sementara Junghuhn menampilkan lukisan alam yang 
ada, sekalipun sangat detail. Tiga volume buku Junghuhn tentang Jawa, lebih 
tebal 3x dari semua karya Charles Darwin yang termuat di compendiumnya. 

--------------

Begitulah, siang itu di makam Junghuhn yang pada tahun 1919 kemudian dijadikan 
cagar alam dan area plasma nutfah kina, saya berusaha memberitahukan sumbangsih 
apa yang sebenarnya diberikan Junghuhn untuk Indonesia, untuk pengetahuan Jawa, 
agar kita mengenalnya dengan lebih baik. Karya para spesialis selanjutnya 
berdiri di atas karya raksasa yang diletakkan junghuhn. Di makamnya, di suatu 
pojok tumbuh pohon-pohon kina yang budidayanya pernah dirintis Junghuhn. 
Pohon-pohon itu adalah kenangan hidup seorang lelaki yang luar biasa, tipe 
peneliti tunggal yang sudah hilang dari dunia kita ini, yang kini dipenuhi para 
spesialis...

Nisannya dan obelisknya kini dijadikan sasaran vandalists yang meninggalkan 
corat-coretnya. Mereka tak menghargai orang luar biasa yang kini terbaring sisa 
debu tanah dan serpihan tulang di bawahnya: Junghuhn, tetapi karyanya tetap 
abadi dan bersejarah. 

Ke arah belakang dari makam Junghuhn, ada makam lain yang tak bernama, yang 
rusak berat, tanpa nisan, dan penuh coretan, kotor tak terurus, padahal itu 
adalah makam Johann de Vrij, pada masanya ahli kimia paling unggul di Hindia 
Belanda, yang ditugaskan Pemerintah Belanda membantu junghuhn membudidayakan 
kina. Tanpa Johann de Vrij, Indonesia tak akan pernah mencapai predikat 
penghasil kina no 1 di dunia sebelum Perang Dunia ke-2. Tokh kini, ia seolah 
tidak dihargai, bahkan jarang orang mengenal itu makam siapa, selain dipakai 
duduk-duduk pasangan muda-mudi...

Harus dikagumi apa yang dapat dicapai oleh seseorang dalam keadaan historis 
tertentu - apabila orang itu adalah tokoh yang luar biasa seperti Junghuhn !

Semoga penjelasan saya siang itu di makam Junghuhn dipahami dan menginsipirasi 
sekitar 80 orang anggota komunitas, dan semoga tulisan ini juga menginspirasi 
kita semua. 

Tak ada karya besar dihasilkan tanpa KECINTAAN dan ANTUSIASME. 

salam,
Awang


--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2011-2014:
Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
--------------------------------------------------------------------------------
Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman 
abstrak 28 Februari 2012.
--------------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke