Rekans,agak panjang sy tulis ini.
Teman saya mhs S3 di Perancis disertasinya ttg paleoklimatologi dgn penelitian 
stalagtit/mit Kuarter-Holosen gua di selatan Perancis. Ia melakukan penelitian 
dg berbagai metoda, mineralogi,dating,isotop dll,tapi yg menarik dan sbg temuan 
utama disertasinya adalah:BAKTERI! Dng SEM lingkaran2 "kambium"(bkn kambrium 
spt ditulis Kang Dany) stalagtit/mit dpt dideteksi adanya perkembangan bakteri 
yg pesat pd iklim hangat dan nyaris tdk ada bakteri pd iklim dingin. Jenis 
bakteri (genus dan spesies)nya pun berbeda dari tiap lingkaran,yg artinya jg 
berbeda tiap waktunya. Penelitian ini utk manyingkap iklim purba berkaitan dgn 
temuan manusia purba di Gua Tautavel,Perancis Selatan umur datingnya 700-800rb 
tyl. Jadi,penelitian dasar (basic research) geologi dlm pengertian luas,sangat 
berkembang dan banyak peminatnya di Eropa, tapi sebaliknya,kurang peminat di 
Indonesia krn,salah satu contohnya Geologi Kuarter, adalah ilmu NINGRAT 
sehingga tdk diminati,krn artinya: ilmunya PeNING tapi/dan melaRAT....??
Wasalam,
Zaim yang ningrat
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com>
Date: Sun, 26 Feb 2012 00:48:02 
To: iagi-net@iagi.or.id<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] Stalagmit untuk mempelajari  MFS Re: [iagi-net-l] Fwd: 
ARTIKEL KORAN PR
Pak Danny dan Pak Argo,
menarik sekali.  baru kali ini saya dengar penggunaan stalagmit dan stalagtit 
untuk deteksi MFS.  
Berarti rekamannya hanya yang big cycle nya saja?  

boleh dong di share disini kalau ada artikel lainnya tentang hal ini.

fbs



________________________________
 From: Danny Hilman Natawidjaja <danny.hil...@gmail.com>
To: iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Sunday, February 26, 2012 3:06 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
 

Ulasan yang sangat relevan dan sangat menarik dari Pak Argo.
Seperti di-email saya sebelumnya, penelitian ‘geologi-gua’ ini adalah “frontier 
research” yang luarbiasa.  Seperti halnya terumbu karang di laut, karang digua 
ini adalah “multi-proxy recorder” yang luarbiasa untuk reknstruksi paleoclimate 
dan kejadian katastropik.  Masing-masing punya lapisan tahun seperti kambrium 
di pohon dan juga bisa di-dating dengan sangat akurat (+/- beberapa tahun dan 
bahkan bulan!) oleh metoda U-Th radiometric dating.  Bedanya kalau koral 
lapisan tahun ini 1-3 cm, tapi untuk stalagtit hanya 1-3 mm; jadi core 
stalagtit sepanjang 1 meter saja span datanya sampai 1000 tahun!.  TIM RSES-ANU 
dan LIPI ini berambisi untuk merekonstruksi paleoclimate-environment sampai 
500.000 tahun kebelakang.  Dalam beberapa tahun mendatang data 
geologi-gua-tropis ini akan menjadi rival atau lebih tepatnya padanan untuk 
data dari kutub (ice-core) yang selama ini menjadi sumber data utama untuk 
plaeoclimate-environment.  Masalahnya,
 memang tidak banyak ahli geologi atau mahasiswa yang rela menjadi ‘manusia 
gua’ di jaman modern sekarang ini J
 
Wass
DHN
 
From:AWY [mailto:masargo...@yahoo.com] 
Sent: Sunday, February 26, 2012 1:27 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
 
Sugeng siang,

Semalam di NGC didongengkan tentang penyelidikan gua karst di Kepulauan Bahama. 
Gua ini sendiri saat ini sudah digenangi air dengan kedalaman s/d 100m. 
Beberapa peneliti terlibat dlm penelitian tsb, tdr dari beragam multi disiplin 
mulai dari arkeologi, paleontologi, geologist yang juga tentu saja para 
penyelam yang handal.

Background penelitiannya sendiri salah satunya adalah untuk menyelidiki 
siapakah yang menemukan Amerika? Apakah ada Penemu sebelum Colombus?. Di gua di 
bawah air tersebut, yang tentu saja menantang dari segi keselamatan para 
peneliti - karena seringnya jatuhan dari stalagtit2nya - ditemukan beberapa 
tengkorak kepala yang seingat memiliki ciri khas suku "...", dicirikan dengan 
"defect" pada tengkorak tsb (bentuk kerucut), yang dikenal sebagai kebiasaan 
suku trsbt yaitu dengan mengikat anak kecil/bayi di papan, demikian juga kepala 
eh kelapanya :), yg menyebabkan bentuk khas tsb.
Sehingga bisa ditarik kesipulan sebenarnya sktr 800-1000thn y.l. Sudah ada 
suku2 dari Amerika Selatan yang menyebrang melalui jembatan alami Kepulauan 
Karibia ke Amerika Utara.

Dalam penelitian tersebut selain diambil tengkorak, juga diambil sampel 
stalagmit. Baru tahu saya, ternyata ketika stalagmit dibelah, secara 
bentukannya mirip kambium pohon, yang bisa digunakan utk menceritakan panjang 
pendeknya musim penghujan-kemarau dalam melalui garis2 kambium, sedangkan utk 
stalagmit ini bisa digunakan utk menceritakan bagaimana perubahan iklim 
berlangsung di dunia.

Kepulauan Bahama ini sangat menarik karena kepulauan ini merupakan jalur arus 
laut atlantik yang dilewati oleh sirkulasi air panas dari afrika dan juga arus 
dingin dari kutub. Sehingga seperinya banyak koral2 yang senang hidup di 
kepulauan ini.

Dari peristiwa perlarutan/ perkolasi koral (material karbonat) terbentuklah 
stalagtit dan stalagmit, yg juga berlaku sbg recorder perubahan iklim dan muka 
air laut. Dari conto stalagmit yang diambil sendiri, memberikan rekaman kurang 
lebih dari sekitar 200.000thn y.l. S/d saat ini. Dari hasil analisis dsimpulkan 
ada beberapa peristiwa pembanjiran/ sea level rise/ atau tepatnya mungkin MFS 
ya? (nah ini cara analisisnya gmn, klo di delta kan shale yg plg tebal yah? 
He...he.. :))

Ada hal lainnya yang tak kalah menarik, yaitu dari setiap peristiwa flooding / 
MFS tersebut selalu didahului oleh "garis hitam-kemerahan" yang tebal. Data 
sample menunjukan bahwa ada skrt 4 atau 5 (lupa?). Dimana dari hasil dating 
peristiwa "hitam kemerahan" tadi secara geologi relatif singkat, "hanya" 
berlangsung kurang lebih 40-50thn. Endapan hitam-kemerahan ini selain di 
stalagtit juga muncul di gua, sebagai lapisan tipis kurang lebih 2-5cm. Setelah 
diteliti secara kimia ternyata garis hitam tsb berasal dari unsur besi. Asumsi 
saya, material pembuat garis tersebut berasal dari hasil erupsi gunung api, 
ternyata dari hasil studi kimia, unsur penyusunnya berasal dari pasir Gurun 
Sahara yang tentu saja berjarak sekian ribu mil dari Bahama.
Sehingga bisa disimpulkan sebelum peristiwa "banjir" atau sea level rise, 
biasanya didahului oleh peristiwa "kering" yang relatif pendek yaitu sktr 40-50 
thn, kemudian ditutup oleh "banjir".

Dibandingkan dengan masa skrg, dimana isu pemanasan global juga sedang naik 
daun, bumi relatif sedang memanas, setidak2nya sudah cukup lama, yaitu dari thn 
1970'an. Wah... Bahaya donk, berarti tinggal nunggu banjirnya aja?


Salam,
Argo - 3711
- Semalam nonton tivinya sambil ngantuk, tanpa x-check dgn literature, mohon 
maaf jk salah2 tulis -
Powered by Telkomsel BlackBerry®

________________________________

From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com> 
Date: Sun, 26 Feb 2012 09:52:49 +0700
To: <iagi-net@iagi.or.id>
ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> 
Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
 
Artikel yang sangat menarik dan bagus. 
Konsep yang diketengahkan olek Pak Zaim dalam artikel ini juga menjadi konsep 
dasar yang kami terapkan, plus hipotesis bahwa perkembangan peradaban termasuk 
IPTEK, khususnya sejak masa pra-sejarah, itu tidak  kontinyu tapi terputus atau 
dapat ter-reset oleh bencana katastrofis.  Demikian juga konsep IPTEK (macam, 
prinsip, teknik) di masa lalu tidak harus sama dengan yang kita kenal 
sekarang.  Pak Zaim menguraikan proses alam pada masa sejarah yang didominasi 
oleh susut laut – turunnya muka airlaut, sehingga banyak wilayah yang terkena 
dampak sedimentasi dan pendangkalan.  Ini benar karena dari Mid-Holocene sampai 
kurang lebih 100 tahun lalu muka airlaut global turun sekitar 2-3 meter.  
Sebaliknya, dari 20.000 tahun (puncak Zaman Es) sampai Mid-Holocene, muka air 
laut naik 130 meter.  Jadi tentu banyak peradaban yang ‘terendam’.   Interaksi 
dari perubahan muka airlaut yang drastis, yang banyak diduga juga berkaitan 
dengan kejadian bencana
 katastropik seperti letusan gunung api, dengan perkembangan peradaban manusia 
ini belum banyak dieksplorasi.  Kami menduga kuat ada “ketidakselaran” budaya 
yang besar yang memisahkan Jaman Sejarah dan Pra Sejarah; bahkan dari Jaman 
Kerajaan ke Jaman kita sekarang pun kelihatannya ‘tidak selaras’.  
Jangan-jangan ini salah satu penyebab budaya kita sekarang jadi ‘kurang waras’  
J(bercanda).
 
Salah satu alasan utama kenapa penelitian arkeo-geologi yang sudah dirintis 
oleh Alm. Pak Sartono, kemudian Pak Sampoerno, kemudian juga diteruskan oleh 
Pak Zaim ini kurang/tidak berkembang adalah karena ilmu geologi Kuarter 
Indonesia tidak berkembang.  Ahli geologi kita umumnya mendapatpengajaran dan 
training untuk ‘membaca’ sejarah geologi dari masa pra-manusia (jutaan-puluhan 
juta tahun lalu) yang ter-rekam pada lapisan bebatuan, baik pada singkapan 
ataupun pada data bor, karena tujuannya untuk eksplorasi tambang.  Tapi kita 
umumnya tidak terlatih untuk membaca proses dan sejarah geologi dari BENTANG 
ALAM yang kita lihat disekitar kita sekarang.  Geologiawan Indonesia umumnya 
akan pandai berceloteh kalau ketemu singkapan, tapi akan bungkam kalau disuruh 
mengidentifikasi  mana teras-teras sungai mana tebing patahan aktif, mana 
alluvial mana collovial, dlsb;  dan bagaimana proses geologi yang membentuk 
bentang alam ‘destruktif’ dan
 ‘konstruktif’ yang terlihat sekarang.  Belum lagi tentang proses-proses gunung 
api Kuarter-Holosen dan produk-produknya.  “Alot’nya membahas ‘masalah piramid’ 
tidak terlepas dari “lack of knowledge” kita dibidang ini.  Mudah-mudahan ‘isue 
piramid’ dapat memberikan angin segar kepada bidang yang dianggap kering ini, 
sehingga  nyanyian orang yang berkiprah di bidang ini tidak lagi terlalu serak 
tapi menjadi serak-serak basah sehingga merdu.
 
Selamat berakhir pekan.
DHN
 
 
 
From:Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Saturday, February 25, 2012 11:04 PM
To: IAGI
Subject: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
 
Fyi,

---------- Forwarded message ----------
From:
Date: Sunday, February 26, 2012
Subject: ARTIKEL KORAN PR
To: rovi...@gmail.com
Cc: z...@gc.itb.ac.id


Ass.w.w.,
Pak Rovicky,
Maaf saya pakai Japri karena kalau pakai jalur IAGI tidak bisa kirim file.
Terlampir dalam attach file saya kirim tulisan saya di Koran Harian
Pikiran Rakyat yang terbit di tahun 1997. Tulisan tersebut saya temukan
tidak sengaja ketika beres2 dan bongkar2 berkas saya yang berantakan di
kantor. Saya kirim copy artikel ini sekedar untuk diketahui bahwa saya
sudah lama mencoba memasyarakatkan Geologi untuk bidang Budaya
(baca:arkeologi). Telah lama sebenarnya saya di bawah dan bersama Almarhum
Prof. Sartono mengembangkan Geologi Kuarter dan Geoarkeologi di ITB dan
Indonesia. Dari sekian upaya kami, salah satunya adalah melalui tulisan
populer di koran yaitu Pikiran Rakyat.
Sekedar bacaan Akhir Pekan.
Wslm,
Zaim


-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"

Kirim email ke