Hehehe he-eh, koh Liam, PIT sdh pke bhs Indonesia semua?
Ajakan/undangan dsb masih ber Inggris ria. 
Salam. 
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: <lia...@indo.net.id>
Date: Thu, 16 Aug 2012 05:51:26 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] MK Pengujian UU Migas
Soal bahasa Indonesia ini sudah ada aturannya lho ( UU No.24
tahun 2009 ttg Bahasa ), Yaitu bahasa Indonesia WAJIB digunakan
untuk antara lain :- Komunikasi nasional, transaksi & dokumentasi Niaga , Iptek
- Dalam dokumen instansi pemerintah/negara
- Perjanjian yg melibatkan instansi negara/pemerintah ( Kontrak
PSC kan termasuk hal ini )- Forum Nasional dan Internasional di Indonesia ( 
misal PIT)
- Untuk Komunikasi resmi dg intansi pemerintah ( presentasi
/laporan di BP Migas masuk ini )- Pegawai dilingkungan Pemerintah dan Swasta di 
Indonesia yg
belum mampu bhs Indonesia wajib mengikuti pelajaran bhs
Indonesia sampai mampu ( TKA, apalagi di K3S  masuk ini)- Untuk Laporan ke 
Intansi Pemerintah/negara ( Lap ke BP Migas
kan masuk ini )- Untuk Penulisan karya Ilmiah/publikasi ilmiah di Indonesaia (
PIT kan masuk ini ),
( Persolaannya kita mau menghormati UU kita sendiri atau tidak
... )Dan pada pembukaan UU tsb dinyatakan bhw Bendera, Bahasa
Indonesia, lambang negara merupakan simbol kedaulatan dan
kehormatan Negara sebagaimana amanat UU 45 , ( persolaaanya
maukah kedaulatan kita  bisa didekte..... ( Persoalan agar dapat bergaul dan 
diterima di pergaulan
 internasional...... ini persoalan lain.)
Sumberada daya alam ( Minerba, Migas ) adalah milik dan
dikuasai Negara , siapaun yg berhubungan dg ( bisnis ) dg SDA
sudah semestinya juga tunduk dg aturan Negara ( UU ) tsb (
Negara harus berada diatasnya ).Lebih baik Bule jadi keindonesia-indonesian 
daripada Indonesia
yg jadi ke Bule-bulean........ Tak iye.....
ISM



> Sewaktu masih aktif di lingkungan hidup, kadang bertemu dgn
> ahli lh pertamina. Mereka bilang ini kan Indonesia, jadi
> pakailah bahasa Indonesia, maka kita tidak peduli kalau
> orang asing mengemukakan pendapat dlm bahasa Inggris, mereka
> diminta kembali menerangkan dlm bahasa Indonesia.
 Lho
> nyatanya ya mau tu memakai bahasa Indonesia.
> Kita nii takut dibilang tidak go internasional, kalau di
> negeri sendiri tidak mau pakai bahasa sendiri, mana orang
> asing mau memandang kita sebagai suatu bangsa?
 Salam.
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
> -----Original Message-----
> From: kartiko samodro <kartiko.samo...@gmail.com>
> Date: Thu, 16 Aug 2012 04:35:23
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: Re: [iagi-net-l] MK Pengujian UU Migas
> Mengenai bahasa inggris ini, saya kok merasa tdk bermasalah
> ya...kadang
 enak juga presentasi dan diskusi dgn bahasa
> indonesia...bener kata ibu
 nugrahani biar bule itu jg
> belajar bhs indonesia. Kalau di tempat kami
 bulenya memang
> belajar bhs indonesia dan bahkan saat meeting dengan
> bpmigas
 mereka bisa mengerti 60/70 % materi yg
> didiskusikan, sehingga saya cukup
 hanya menerangkan
> tambahan sisanya...
>
> On Aug 15, 2012 7:39 AM, "Nugrahani"
> <nugrah...@bpmigas.go.id> wrote:
>>
>>
>> Terima kasih atas kritiknya pd BPMIGAS, mas Avi.
>> Hanya saja perlu dijelaskan bhw masalahnya tidak
>> sesederhana yg
> dikemukakan. Soal tanah, misalnya, bukan juklak BPMIGAS yg
> menentukan harga
 melainkan PERDA-PERDA setempat. Hambatan
> dalam masalah tanah di Cepu,
 bukanlah dari BPMIGAS (dalam
> hal ini ExxonMobil dan BPMIGAS satu suara /
 dalam posisi yg
> sama) namun melainkan dgn Pemda setempat. BPMIGAS sudah
> berusaha keras menyelesaikan masalah ini.
>>
>> Dalam hal tenaga kerja asing.... Sialakan aja teman2 lain
>> (yg suka
> ngomong soal asing asing itu) mengomentari ! BPMIGAS jadi
> serba salah... Di
 satu sisi dituntut oleh KKKS utk
> menyetujui TKA, dan di sisi lainnya
 dituntut oleh yg
> lainnya utk nasional2 ! Asal tau aja bhw tenaga kerja
 asing
> di Exxonmobil itu seabrek-abrek banyaknya (dan cost
> recoverable bila
 sdh disetujui BPMIGAS - dan ini adalah
> "bahan panas" dalam diskusi2 antara
 Exxonmobil dan
> BPMIGAS).
>>
>> Dalam hal pelaksanaan komitmen kerjanya, Exxonmobil dan
>> KKKS asing
> lainnya memang bagus banget. Kami sangat menghargainya.
>>
>> Dalam hal penguasaan bahasa Inggris, ini adalah
>> koreksi/kritik membangun
> utk BPMIGAS. Terima kasih. Kami akan berusaha keras
> memperbaiki kekurangan
 tsb. Sebaliknya, kritik juga utk
> Exxonmobil (dan KKKS lainnya), mengapa si
 bule2 itu enggak
> belajar bahasa Indonesia aja ?? Kritik juga utk teman2
> Exxonmobil yg katanya kredibiltasnya tinggi itu, supaya
> sedikit mengurangi
 arogansinya dalam berdiskusi dgn kami
> (BPMIGAS). Diskusi akan berjalan baik
 bila masing2 pihak
> saling menghargai satu sama lain, bukan merasa superior
> terhadap lainnya !! BPMIGAS juga harus belajar berdiskusi
> dgn lebih baik
 lagi.
>>
>>
>>
>> Salam,
>> Nuning
>>
>>
>>
>> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>> ________________________________
>> From: rakhmadi avianto <rakhmadi.avia...@gmail.com>
>> Date: Wed, 15 Aug 2012 06:54:39 +0700
>> To: <iagi-net@iagi.or.id>
>> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
>> Subject: Re: [iagi-net-l] MK Pengujian UU Migas
>>
>> Saya kira kita ikuti aja aturan main, yg mau bikin PSC di
>> Indonesia maka
> untuk urusan pelaksanaan Komitmen yg telah di janjikan ke
> MIGAS ya dg
 BPMigas, selama Komitmen ini dilaksanakan
> mestinya ya OK. Kalau itu kompeni
 asing tentunya ada
> sejumlah Kerja Tenaga asing yg diijinkan untuk bekerja
 di
> Indonesia. Biasanya persoalan bermula dari kedua hal ini.
> Kalau kedua
 hal in lancar mestinya ya OK.
>>
>> Kok kalau saya melihatnya hambatan bukan di personelnya
>> tapi lebih di
> persoalan operation yg berhubungan dg masyarakat misalnya,
> pembelian tanah
 yg harganya harus ikut JUKLAK BPMigas
> padahal kenyataan di lapangan memang
 mintanya tinggi. Ini
> banyak terjadi pada proses aquisisi seismik, pemboran
 dll.
> Contoh kasus besar adalah pembelian tanah untuk jalan
> pipanisani
 minyak dari blok Cepunya ExxonMobil temen2 di
> BPMigas tentu tahumengenai
 hal ini, krn proses aquisisi
> tanha terhambat sebagai akibatnya maka
 produksi minyak
> mentah dari blok Cepu jadi terhambat, mungkin peran serta
> BPMigas disitu di perlukan.
>>
>> Yg lain mungkin proses AFE yg menurut saya mestinya bisa di
>> percepat,
> seandainya dalam diskusi teknis sudah OK, pernah ngalami
> diskusi teknis
 sudah OK tapi belum di teken juga, ini
> mungkin krn para pejabat tinggi
 bagian signing selalu sibuk
> shg hal kaya gini terlewati. Mestinya kalau
 team teknis
> sudah OK ya direalisasikan saja asalkan semua itu sudah
> sesuai
 dg yg di diskusikan dan disetujui pada saat diskusi
> tsb.
>>
>> Dulu saya bekerja di EM, selama ini yg saya tahu integritas
>> di perusahan
> asing sangat tinggi terutama yg menyangkut misal Budget
> Rencana Pemboran,
 Aquisisi Seismic dll, budgetnya tidak di
> mark-up, bbrp TSA memang dirasa
 perlu krn ngebor di laut
> dalam tentu penuh resiko ya tinggal di kaji
 bersama seperti
> proses yg ada kalau memang OK ya approve kalau ngga OK yg
> jangan di approve.
>>
>> Yg terahir mungkin kemampuan bahasa Inggris temen2 di
>> BPMigas hendaknya
> di tingkatkan biar diskusi bisa berjalan lancar, maksudnya
> tidak ada lagi
 yg membicarakan lagi masalah setelah rapat
> selesai.
>>
>> Mohon maaf sebelumnya tulisan ini adalah kritik membangun,
>> demi kebaikan
> kita bersama.
>>
>> Salam dan selamat puasa
>> Avi NPA 0666 nomor cantik
>>
>> 2012/8/15 Dandy Hidayat
>> <dhida...@live.com<mailto:dhida...@live.com>>
 Semoga apa
>> yang dilihat oleh mas Nataniel itu hanya segelintir oknum
>> ,
> saya yakin dengan kredibilitas BPMIGAS , justru jika ada
> oknum BPMIGAS
 sperti demikian , bisa saja justru bermula
> dari kita para operator.
>>
>> Kita yang ngajak BPMIGAS ngobrol lama - lama di ruang
>> kumpeni man biar
> dia nggak lihat rig floor yang berantakan
>>
>> Kita yang ngajak Photo - photo dengan latar belakang rig ,
>> kita juga yang
> memulainya agar kunjungan kerja tampak bagus dan nyata ...
>>
>> Atau kita yang memberikan kemudahan internetan di ruang
>> kumpeny man agar
> sang BPMIGAS menghabiskan waktu sambil internetan dan tidak
> melihat kondisi
 real-nya
>>
>> Pengalaman 1,5 tahun berhubungan dengan BPMIGAS sejauh ini
>> baik , kalau
> kena omelan wajar lah ... BPMIGAS wakil pemerintah , kita
> wakil pengusaha,
 ada kepentingan yang beda yang perlu di
> persatukan bukan dijadikan ajang
 caci maki.
>>
>> Ada ribuan pegawai BPMIGAS mulai Hulu sampai Hilir ,
>> kantornya ada 14
> lantai (koreksi kalau salah) dengan ribuan tenaga kerja,
> sample 5  - 10
 orang saja belum merpresentasikan seperti
> apa BPMIGAS.
>>
>> Nah kalau mau , kita mulai dari diri sendiri . dan jangan
>> selamanya
> menyalahkan BPMIGAS . Ikuti aturan , benahi data dan
> pelaporan. Jujur dalam
 melaporkan dll . ingat konsep dasar
> tindak kriminal ... Kejadian akan
 bermula bila ada
> Kesempatan ...
>>
>> Salam
>>
>> Dandy
>>
>>
>>
>> ________________________________
>> Date: Wed, 15 Aug 2012 00:18:42 +0700
>> From:
>> kartiko.samo...@gmail.com<mailto:kartiko.samo...@gmail.com>
>> To: iagi-net@iagi.or.id<mailto:iagi-net@iagi.or.id>
>> Subject: Re: [iagi-net-l] MK Pengujian UU Migas
>>
>>
>> wah  extreme banget Mas...mungkin oknum atau yang kelihatan
>> pas yang
> enggak berkenan di hati saja..
>>
>> Seingat saya selama berhubungan dengan BPMigas baik baik
>> saja..
 Pertanyaan dan inputnya sering cerdas dan cukup
>> membantu mencarikan solusi
>>
>> Yang saya belum mengerti sampai sekarang justru mengapa
>> Migas dan BPMigas
> dipisahkan padahal kalau disatukan  mungkin akan lebih
> effisien dan
> effektif dalam kinerjanya.
>>
>> 2012/8/10 Nataniel Mangiwa
>> <nataniel.mang...@gmail.com<mailto:
> nataniel.mang...@gmail.com>>
>> Selama ikut milis ini dari tahun 2003 sampai sekarang
>> (sudah 9 tahun
 lebih), saya belum pernah membaca ulasan
>> iagi atau anggota iagi
 terhadap BPMIGAS. Jadi belum tahu,
>> apa geologist Indonesia sangat
 puas, puas, atau tidak puas
>> dengan bpmigas. Atau mungkin maaf kalau
 topik ini mungkin
>> tidak tepat diangkat di milist iagi (kalau tidak
 tepat ya
>> jangan dibahas). Atau mungkin semua orang takut/sungkan
>> membicarakan bpmigas (pernah juga sih dengar ada yang
>> komentar
>> begini).
>>
>> Dari orang-orang sekitaran, yang saya dengar kebanyakan
>> kurang suka
 dengan bpmigas. Ada juga pernah sekali satu
>> orang yang bilang bpmigas
 bagus. Kalau dari saya sih yang
>> saya rasakan langsung, sudah beberapa
 kali lihat orang
>> bpmigas inspeksi (kunjungan?) ke rig, kerjanya:
 1.
>> Kelamaan ngobrol di ruang company man (sekitar 6jam di rig,
>> sekitar
 2 jam habis untuk ngobrol2 di ruangan company
>> man)
>> 2. Foto-foto di rig floor (drill pipe/top drive/dog house
>> sebagai
 background fotonya)
>> 3. Datang pagi pulang siang (inspeksi rig secara kilat?)
>> 4. Kalau ada bule di rig, sangat jarang berinteraksi dengan
>> bule
 (maksud saya tidak cek2 apa bule2 tersebut
>> kualifikasinya benar, atau
 jangan2 ex tukang tambal ban)
>> 5. Sibuk internetan/email2an di kantor client
>> 6. Sampai sekarang saya kurang begitu paham apa sebenarnya
>> tujuan
 orang bpmigas kalau datang ke rig? apa inspeksi
>> alat, atau inspeksi
 orang, atau inspeksi well program,
>> atau formalitas kunjungan kerja?
>>
>> Dan memang mantap tuh ultah bpmigas di Ritzcarlton..wow.
>>
>> Salam KKN,
>> Natan
>>
>> 2012/8/10 Ok Taufik
>> <ok.tau...@gmail.com<mailto:ok.tau...@gmail.com>>:
>> > Transkrip: DR. Rizal Ramli - MK Pengujian UU Migas (18
>> > Juli 2012)
>> >
>> > DR. RIZAL RAMLI
>> > Saksi Ahli PERKARA NOMOR 36/PUU-X/2012
>> > PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001.
>> > Mahkamah Konstitusi, Rabu, 18 Juli 2012.
>> >
>> > Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi,
>> > Pak Din
> Syamsudin
>> > Ketua Muhammadiyah, Pak Amidhan dari MUI, dan kawan-kawan
>> > dari
> Muhammadiyan
>> > dan NU, dan para tim pembela.
>> > Inisiatif untuk meminta judicial review tentang
>> > Undang-Undang Migas ini
 menurut saya ini suatu hal yang
>> > historis yang diminta oleh kawan-kawan
 organisasi sosial
>> > kemasyarakatan paling besar di Indonesia.
>> >
>> > Saya ingin menyampaikan beberapa hal. Yang pertama adalah
>> > proses
> pembuatan
>> > Undang-Undang Migas ini. Undang-Undang Migas ini dibiayai
>> > dan disponsori
 oleh USAID dengan motif:
>> > 1.   Agar sektor migas diliberalisasi.
>> > 2. Agar terjadi internasionalisasi harga, agar
>> > harga-harga domestik
> migas
>> > disesuaikan dengan harga internasional.
>> > 3. Agar asing boleh masuk sektor hilir yang sangat
>> > menguntungkan dan
> bahkan
>> > risikonya lebih kecil dibandingkan sektor hulu.
>> >
>> > Pertama kali draft undang-undang ini diajukan oleh
>> > Menteri Pertambangan
 Kuntoro Mangunsubroto pada masa
>> > pemerintahan Habibie, ditolak oleh DPR
> atas
>> > saran kami karena kami pada waktu itu adalah penasihat
>> > DPR untuk keempat
 Fraksi, Fraksi Angkatan Bersenjata,
>> > Fraksi Golkar, dan PPP dan PDIP.
>> >
>> > Kemudian selama pemerintahan Gus Dur Undang-Undang ini
>> > nyaris stak
> tidak ada
>> > kemajuan karena tidak mungkin dilewatkan jika Menkonya
>> > itu Pak Kwik
> Kian Gie
>> > dan kemudian dilanjutkan oleh saya. Begitu pemerintahan
>> > Gus Dur jatuh,
 undang-undang ini kemudian diajukan
>> > dengan sangat cepat oleh Pak
> Boediono
>> > sama Pak Purnomo kawan saya dan diproses di DPR dengan
>> > sangat cepat.
>> >
>> > Setelah itu, Kedutaan Besar Amerika dan USAID mengirim
>> > laporan ke
> Washington
>> > telah  berhasil menggolkan undang-undang ini yang sangat
>> > penting untuk
 kepentingan bisnis Amerika di sektor migas
>> > di Indonesia. Pembuatan
 undang-undang yang dibiayai oleh
>> > asing biasanya banyak prasyarat, dan
>> > conditionalities-nya, dan sering diiming-imingi dengan
>> > pinjaman, apa
> yang
>> > dikenal sebagai loan-tied laws, undang-undang yang
>> > dikaitkan dengan
 pinjaman.
>> >
>> > Dalam sejarah Indonesia, itu banyak sekali kasusnya. Saya
>> > berikan
> contoh,
>> > ADB menawarkan U$300.000.000,00 dengan syarat Pemerintah
>> > Indonesia
> membuat
>> > Undang- Undang Privatisasi BUMN. Jadi, Undang-Undang
>> > Privatisasi BUMN
> ini
>> > dipesan oleh ADB dan ditukar dengan pinjaman sebesar
>> > U$300.000.000,00.
 Undang-Undang Privatisasi Air dipesan
>> > oleh Bank Dunia dengan memberikan
 pinjaman
>> > U$400.000.000,00. Jadi, air yang di dalam Undang-Undang
>> > Dasar
> kita
>> > dinyatakan sebagai dikuasai oleh negara untuk kepentingan
>> > rakyat
 sebesar-besarnya, itu pun mau diswastanisasikan.
>> > Dan untuk itu,
> Pemerintah
>> > Indonesia diberikan pinjaman U$400.000.000,00,
>> > Undang-Undang Migas
> termasuk.
>> > Jadi undang-undang yang dikaitkan dengan pinjaman luar
>> > negeri, penuh
 prasyarat, itu tidak mungkin tujuannya
>> > betul-betul untuk menyejahterakan
 rakyat dan negara
>> > Indonesia. Sudah pasti ada kepentingan strategis,
>> > kepentingan bisnis di belakangnya yang ikut dompleng
>> > persyaratan
> daripada
>> > undang-undang tersebut.
>> >
>> > Ini semuanya kebanyakan bertentangan dengan Undang-Undang
>> > Dasar 1945,
> banyak
>> > sekali undang-undang begini. Dan ini adalah pintu masuk
>> > dari
> liberalisasi
>> > dan neoliberalisasi di dalam bidang ekonomi. Jadi, kalau
>> > zaman Belanda
> dulu,
>> > Belanda mau berkuasa di Indonesia, itu harus pakai
>> > senjata, harus pakai
 pasukan. Kalau sekarang itu tidak
>> > perlu, siapa saja boleh jadi presiden
> ya,
>> > siapa saja, partai apa saja boleh berkuasa. Yang penting,
>> > undang-undang
 dalam bidang ekonominya itu merupakan
>> > pesanan dari kepentingan asing.
> Dari
>> > situlah Indonesia dipaksa mengambil langkah-langkah dan
>> > undang-undang
> yang
>> > bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 dan
>> > bertentangan dengan
> itikad
>> > untuk memanfaatkan semua sumber daya alam itu untuk
>> > kesejahteraan
> rakyat dan
>> > bangsa.
>> >
>> > Seharusnya, pembuatan undang-undang tidak boleh dibiayai
>> > oleh asing,
> harus
>> > dibiayai sendiri oleh APBN, sehingga undang-undang
>> > betul-betul
> mencerminkan
>> > kepentingan rakyat dan bangsa kita. Tidak mungkin asing
>> > membiayai dan
 memesan undang-undang tanpa melibatkan
>> > kepentingan strategis mereka.
 Salah satu adalah
>> > menyangkut harga. Menurut UU Migas harga itu harus
> sama
>> > dengan harga internasional. Saya mengulangi kembali
>> > karena ini penting
 sekali. Contoh yang sangat sederhana,
>> > pulpen ini ongkos produksinya
> Rp90,00.
>> > Kalau dijual di Indonesia, harganya Rp100,00. Tetapi
>> > seandainya pulpen
> ini
>> > dijual di New York, harganya Rp1.000,00. Para ekonom
>> > neoliberal dan
> essensi
>> > UU Migas akan mengatakan, “Indonesia rugi karena kalau
>> > dijual di dalam
 negeri hanya Rp100,00, kalau dijual di
>> > luar negeri, di New York, ini
 Rp1.000,00.” Inilah di
>> > belakang dasar dari banyak pikiran supaya harga
> Migas
>> > di dalam negeri disamakan dengan harga internasional.
>> >
>> > Internasionalisasi harga tersebut juga sudah terjadi di
>> > dalam bidang
 kesehatan, pendidikan, migas, dan
>> > sebagainya. Nah harganya, harga
 internasional, tapi
>> > pendapatan rakyatnya, pendapatan Melayu, pendapatan
>> > lokal. Kebijakan seperti ini adalah, strategi jalur cepat
>> > untuk
> mendorong
>> > proses pemiskinan struktural.
>> >
>> > Kenapa? Kalau memang demikian, rakyat Indonesia berhak
>> > meminta, “Naikkan
 dulu dong pendapatan kami sama dengan
>> > di New York,” yaitu rata-rata
> U$40.000
>> > atau Rp400.000.000,00. Kalau pendapatan rakyat sudah
>> > segitu, rakyat
 Indonesia saya rasa tidak keberatan,
>> > kalau harga-harga dinaikkan sama
> dengan
>> > di New York tidak ada masalah.
>> >
>> > Negara-negara di Asia yang berhasil mengejar
>> > ketinggalannya dari barat,
 tidak langsung menyesuaikan
>> > dengan harga internasional, tapi terlebih
> dahulu
>> > mendorong, memacu pertumbuhan ekonomi di atas 10%,
>> > meciptakan lapangan
 kerja, meningkatkan pendapatan, baru
>> > harga-harga disesuaikan. Jadi, ada
 perbedaan mendasar
>> > dengan apa yang dilakukan di Indonesia dengan di
>> > negara-negara lain yang berhasil memakmurkan rakyatnya
>> > dan mengejar
 ketinggalannya dari Barat. Kita ini
>> > seolah-olah satu-satunya solusi
> hanya
>> > menyesuaikan harga dengan harga internasional dan
>> > berhutang.
>> >
>> > Menurut hemat kami, internasionalisasi harga tersebut
>> > bertentangan
> dengan
>> > Undang- Undang Dasar 1945, terutama untuk
>> > komoditi-komoditi yang
> strategis,
>> > seperti migas, pendidikan, dan kesehatan. Kalau misalnya
>> > ini menyangkut
 mobil, elektronik, dan lain-lain, kami
>> > tidak ada masalah, serahkan
> kepada
>> > mekanisme pasar. Tapi kalau menyangkut kepentingan yang
>> > strategis,
> negara
>> > berhak menentukan dan melakukan intervensi agar harga itu
>> > tidak selalu
 sesuai dengan harga internasional. Apalagi
>> > apa yang disebut sebagai
> harga
>> > internasional itu? Selama 20 tahun terakhir, harga
>> > internasional
> bukanlah
>> > mencerminkan supply and demand. Saya mohon maaf, tadi ada
>> > saksi
> pemerintah
>> > yang mengatakan supply and demand. Tidak, itu adalah
>> > harga para
> spekulator
>> > financial yang mempermainkan harga-harga komoditi.
>> > Sebagian besar dari
 pembentukan harga itu adalah
>> > permainan para spekulator, bukan hanya
> hukum
>> > supply and demand. Jadi untuk Indonesia sekedar
>> > ikut-ikutan harga
 internasional, sebetulnya menyerahkan
>> > nasib kita kepada para spekulator
 internasional.
>> >
>> > Satu yang penting, Pak Ketua. Menurut saya penting karena
>> > disinilah
 permainan utamanya. Pasal 33 Undang-Undang
>> > Dasar 1945 mengatakan, “Bumi,
 air, dan kekayaan alam
>> > Indonesia dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan
>> > sebesarbesarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.” Di
>> > undang-undang
> yang
>> > asli itu tidak ada kata-kata dimiliki oleh rakyat
>> > Indonesia dan
> dikuasai dan
>> > dikelola oleh negara, sehingga akibatnya, istilah
>> > dikuasai itu sering
> bisa
>> > dimanipulasi, bisa direkayasa, akhirnya yang berkuasa
>> > beneran ya swasta,
 terutama asing. Mudah-mudahan nanti
>> > setelah pemerintahan ini berakhir
> kita
>> > mengajukan amandemen Pasal 33, sehingga kata-katanya
>> > menjadi lengkap.
> “Bumi
>> > dan air dan kekayaan alam Indonesia dimiliki oleh rakyat
>> > Indonesia,
> dikuasai
>> > dan dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan
>> > sebesar-besarnya untuk
 kesejahteraan rakyat Indonesia”,
>> > supaya tidak ada lagi multitafsir dan
 rekayasa
>> > interpretasi.
>> >
>> > Saya ingin memberikan contoh di sini di tabel yang
>> > diajukan oleh Pembela
 tentang “pemaknaan Pasal 33 UUD
>> > 1945 hanya menyangkut pengaturan
> kebijakan,
>> > pengelolaan, pengurusan, pengawasan, dikuasai oleh
>> > negara. Tidak ada
> istilah
>> > dimiliki karena yang paling penting sebetulnya
>> > pemiliknya, walaupun di
> dalam
>> > Undang- Undang Dasar 1945 kita sendiri dikatakan
>> > manfaatnya digunakan
 sebesar-besarnya untuk rakyat.
>> > Artinya siapa pemiliknya itu? Ya rakyat,
 secara tidak
>> > langsung, kalau tidak buat apa digunakan
>> > sebesar-besarnya
> untuk
>> > rakyat. Jadi di dalam Pasal 33 itu sudah implisit kata
>> > dimiliki walaupun
 tidak eksplisit, sebetulnya itu milik
>> > rakyat.
>> >
>> > Pada sidang yang terakhir, mantan Dirjen Migas yang
>> > bertindak sebagai
> saksi
>> > ahli Pemerintah, saya tidak tahu apakah itu conflict
>> > interest karena
> beliau
>> > waktu itu juga terlibat dalam penyusunan Undang-Undang
>> > Migas ini. Saksi
> Ahli
>> > tersebut disini mengatakan “Pemerintah tidak kasih
>> > apa-apa kok sama
> asing
>> > karena semua pengaturan dikelola oleh pemerintah, yang
>> > kita kasih itu
> cuma
>> > economic right-nya saja”. Wah, saya dengar itu kaget.
>> > ‘Economic right”
> itu
>> > yang paling ada nilainya, kalau tidak ada economy
>> > right-nya tidak ada
 nilainya itu barang. Justru itu yang
>> > paling berharga yang diserahkan
 sepenuhnya kepada asing,
>> > dan menurut saya itu interpretasi yang sangat
 berbahaya
>> > karena harusnya itu dikuasai oleh Pemerintah Indonesia.
>> > Contoh
 yang paling sederhana di sektor mineral banyak
>> > sekali dan juga berlaku
> di
>> > sektor Migas. Banyak perusahaan-perusahaan tambang besar
>> > dunia, salah
 satunya BHP Billiton dari Australia
>> > memiliki tambang batubara di
> Kalimanatan
>> > Tengah yang kadar batubaranya sangat tinggi (cooking
>> > coal) untuk
> industri
>> > baja. Puluhan tahun konsesi mereka tidak bikin apa-apa
>> > karena dia punya
 bisnis di tempat yang lain lebih
>> > menarik. Tetapi aset tersebut di dalam
 bukunya Billiton,
>> > itu masuk di dalam contingency asset. Dengan itu
> mereka
>> > bisa cari uang karena tambang itu kan sudah ada
>> > valuasinya, tambang di
> situ
>> > sudah dieksplorasi tapi tidak dikerjakan. Sudah ada
>> > estimate nilainya
 berapa, tinggal kalikan saja berapa
>> > dollar per ton. Nah itu dimasukkan
> ke
>> > dalam contingency asset, bisa mencari pinjaman dan
>> > kemudian hasil
> pinjamaan
>> > itu dipakai untuk investasi bisnis di luar Indonesia.
>> > Kasus-kasus
> seperti
>> > ini banyak sekali terjadi di sektor Migas. Kenapa? Karena
>> > pikiran
> seperti
>> > mantan Dirjen Migas kemarin, “kita tidak kasih apa-apa
>> > kok, kita kasih
 economy  rights”. Justru yang paling
>> > berharga itu economy right-nya,
> bukan
>> > soal aturan macam-macam.
>> >
>> > Kemudian ada hal-hal yang cukup penting di Pasal 3
>> > Undang-Undang Migas,
 penyelenggaraan harus  accountable
>> > yang diselenggarakan dengan mekanisme
 persaingan usaha
>> > yang wajar, dan sehat, dan transparan. Dan saya setuju
>> > dengan Pembela dan Pemohon, hal ini adalah cara dan
>> > mekanisme, padahal
> yang
>> > paling penting itu prinsip dan tujuan. Prinsip dan
>> > tujuannya itu ada di
 Pasal 33 ayat (2), “Cabang-cabang
>> > produksi yang penting bagi negara dan
 menguasai hajat
>> > hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Prinsip dan
>> > tujuannya yang paling penting, tetapi kok didalam
>> > undang-undang itu
 mekanismenya malah yang lebih
>> > diutamakan. Di sinilah virus dari
 neoliberalisme itu
>> > masuk. Kok cara itu kan cuma sebagian, bukan hal yang
>> > terlalu penting.
>> >
>> > Nah, kemudian menyangkut modus kerja sama, Indonesia
>> > menganut selama ini
 production sharing arrangement.
>> > Sebetulnya PSA bukan satu-satunya
> modus, ada
>> > kerja sama operasi, ada kepemilikan langsung.
>> > Negara-negara yang
> berhasil di
>> > sektor migas dan cukup kuat dan besar terutama di
>> > negara-negara Arab dan
 Latin Amerika itu tidak memakai
>> > PSA, tetapi memakai konsep kepemilikan
 (ownership).
>> > Aramco dikuasai oleh Pemerintah Saudi Arabia dalam
>> > bentuk
 kepemilikan saham mayoritas, ada asingnya
>> > minoritas. Nah apa manfaatnya
> ?
>> > Menurut saya sistem pemilikan mayoritas ini jauh lebih
>> > efektif
> dibandingkan
>> > PSA karena satu, cost control-nya bisa dilakukan secara
>> > internal, wong
> wakil
>> > dari pemerintah Saudi Arabia duduk di dalam manajemen,
>> > ikut melakukan
 kontrol manajemen, ikut melakukan control
>> > cost, proses alih teknologi
> juga
>> > lumayan bagus, dan sebagainya. Jadi, banyak dari
>> > raksasa-raksasa atau
> BUMN
>> > milik negara di negara-negara berkembang yang besar itu
>> > kebanyakan
> memiliki
>> > (ownership) saham mayorita. Memang ada asingnya sebagai
>> > pemilik
> minoritas.
>> > Jadi, PSA bukan satu-satunya opsi yang paling baik yang
>> > selama ini oleh
 pejabat selalu dibanggakan sebagai yang
>> > paling hebat, paling dahsyat,
> dan
>> > sebagainya. Kenapa? Karena sangat rawan terhadap mark up,
>> > biaya-biaya,
 hampir semua biaya dan saya juga dengar
>> > banyak biaya entertainment untuk
 menyogok pejabat
>> > Indonesia itu masuk recovery cost. Pak Hakim, itu bukan
>> > dongeng dan biaya lain-lain dibebankan kepada cost
>> > recovery. Dan yang
> kedua
>> > yang juga tadi Pak Hakim tunjukan produksi anjlok kok
>> > dari 1.300.000
> barrel
>> > per hari menjadi hanya 850-an barrel per hari, tapi cost
>> > recovery-nya
> naik
>> > ya hampir dua kali dan saya mohon maaf tidak pernah ada
>> > penjelasan yang
 transparan dan hitung-hitungannya.
>> > Kenapa hal itu terjadi ? Saya
> dengarkan
>> > dengan hati-hati, keterangan wakil pemerintah yang ada
>> > itu tabel,
> grafik,
>> > produksi, tapi penjelasan kenapa cost recovery naik dua
>> > kali ?, produksi
 anjlok, apa komponen biayanya,
>> > bagaimana hitungannya tidak pernah
> dijelaskan
>> > kepada rakyat Indonesia secara terbuka.
>> >
>> > Yang ketiga adalah budaya birokratis, semua mau
>> > dikontrol, semua mau
 diperiksa, tapi saya mohon maaf
>> > kultur control di Indonesia dan periksa
> ini
>> > itu juga sebagian besar identik dengan pemerasan. Semakin
>> > banyak
> kontrolnya,
>> > semakin banyak diperiksanya, semakin banyak yang harus
>> > diservis
> pejabatnya
>> > ya, jangan diartikan kontrol oleh negara itu hebat dan
>> > dahsyat karena
> cara
>> > kontrolnya itu mohon maaf tidak canggih. Sederhana kok,
>> > biaya
> menghasilkan
>> > oil di mana (on-share vs. off share). Kedalaman berapa
>> > itu saja
> dipegang ya,
>> > tidak usah sampai detail. Sehingga tidak aneh pemerintah
>> > Indonesia
> sejak 8
>> > tahun terakhir telah memberikan ratusan konsensi di
>> > sektor minyak bumi
> dan
>> > gas, tapi tingkat eksplorasi sangat rendah. Penemuan
>> > cadangan baru
> nyaris
>> > tidak ada, kenapa ? Saya tanya kepada investor asing
>> > maupun pemain
> minyak
>> > dalam negeri, birokrasinya ruwet, ribet, itu dimuat di
>> > salah satu
> majalah
>> > oil and gas internasional, bahwa iklim investasi migas di
>> > Indonesia itu
 sangat ribet karena terlalu banyak
>> > kontrol, terlalu banyak macam-macam.
> Tapi
>> > tidak control terhadap cost, itu kadang-kadang banyak
>> > kontrol BP migas
 supaya nanti temannya bisa masuk
>> > sebagai pemasok atau apa, gitu-gitu aja
 tidak lebih dan
>> > tidak kurang.
>> >
>> > Jadi, menurut hemat saya budaya birokratis  dalam
>> > kaitannya dengan BP
> Migas
>> > menurut saya tidak penting-penting amat. Saya mohon maaf,
>> > pada dasarnya
 fungsi BP migas itu bisa diambil alih oleh
>> > Dirjen Migas, oleh ESDM.
 Perbedaannya biaya BP migas
>> > sangat besar dibandingkan biaya Dirjen Migas
 karena
>> > dianggap profesional pegawainya harus biaya mahal sama
>> > kayak BPPN
 dulu dibikin. Kalau boleh sejarah diulang
>> > kembali walaupun bukan saya
> yang
>> > bikin BPPN, saya tidak akan bentuk BPPN. BPPN gajinya,
>> > gaji
> internasional,
>> > stafnya kebanyakan titipan dari bank-bank yang
>> > bermasalah. Sehingga
> recovery
>> > rate BPPN di Indonesia itu cuma 20%, di negara lain 40%,
>> > data-data
> banyak
>> > yang hilang. Kalau diserahkan kepada Bank untuk
>> > melakukan
> restrukturisasi,
>> > cost-nya lebih murah. Saya juga percaya kalau Dirjen
>> > Migas diberikan
 kewenangan lebih besar seperti halnya BP
>> > Migas bisa lebih efisiendan
> murah.
>> > Apa buktinya ya kan, biayanya kemahalan. Kemarin Bp Migas
>> > baru ulang
> tahun,
>> > ulang tahun saja di Ritz-Carlton. Saya sedih lihatnya,
>> > tidak ada
 prihatinnya, padahal kantornya sudah bagus
>> > kenapa tidak ulang tahun di
 kantor?, kenapa mesti di
>> > Ritz-Carlton? Ini contoh, kalau kita lakukan
> audit
>> > terhadap biaya BP Migas itu mahal, dampak dan manfaatnya
>> > kecil, kecuali
> jika
>> > BP Migas berhasil menekan cost recovery, berhasil
>> > meningkatkan produksi,
 okelah. Jadi menurut saya tidak
>> > penting-penting amat BP Migas. Lebih
> bagus
>> > fungsi regulasi Migas kita kembalikan kepada Dirjen
>> > Migas.
>> >
>> > Kemudian ada Pasal 10 di Undang-Undang Migas, “Badan
>> > usaha atau bentuk
> usaha
>> > tetap yang melakukan usaha hulu dilarang melakukan
>> > kegiatan usaha
> hilir.”
>> >
>> > KETUA: MOH. MAHFUD MD
>> >
>> > Saudara Ahli supaya dipercepat ya.
>> >
>> > AHLI DARI PEMOHON: RIZAL RAMLI
>> >
>> > Iya Pak Ketua, akan saya percepat.
>> >
>> > Pasal itu bagus supaya tidak ada monopoli vertikal. Tapi
>> > dalam
> praktiknya,
>> > Shell atau BP tinggal bikin PT di hilir, tetapi tetap di
>> > hulu, migas.
> Jadi,
>> > kalimat-kalimat di pasal itu, multiinterpretasi, sangat
>> > sumir. Dalam
 praktiknya, tetap terjadi integrasi
>> > vertikal. Kemudian pasal ayat (22)
> Migas
>> > tentang DPR. DPR hanya diberitahu, tidak dimintai
>> > persetujuannya. Yang
 kemudian yang juga penting pasal
>> > tentang arbitrase internasional. Di
> situ
>> > dikatakan kalau ada pertikaian, diserahkan kepada
>> > arbitrase
> internasional.
>> > Prof. Joseph Stiglitz, pemenang Nobel, melakukan studi,
>> > ternyata 99%
> dari
>> > hasil arbitrase internasional sangat merugikan negara
>> > berkembang dan
> selalu
>> > menguntungkan negara-negara maju. Oleh karena itu, pada
>> > tahun 2007,
> Stiglitz
>> > datang ke Jakarta, ketemu Presiden SBY, meminta agar
>> > arbitrase
> internasional
>> > ini dihapuskan dari rencana Undang-Undang Investasi. SBY
>> > seperti biasa,
 “Iya, bagus,” manggut-manggut, tapi tetap
>> > saja ada itu pasal arbitrase
 internasionalnya. Stiglitz
>> > ketemu saya, kecewa betul, “ternyata Presiden
 kamu
>> > bilang, ‘Iya, iya,’” ya kan? Kejadian terus itu
>> > berulang.
>> >
>> > Kesimpulannya, Bapak Hakim Yang Terhormat, kami minta
>> > Undang-Undang
> Migas
>> > yang disponsori, dibiayai oleh USAID dengan membawa
>> > kepentingan
> strategis
>> > mereka bertentangan dengan semangat Undang-Undang Dasar
>> > 1945, sebaiknya
 dibatalkan. Banyak terjadi manipulasi
>> > dari kata dikuasai negara,
> sehingga
>> > menjadi multitafsir, sehingga pada praktiknya menjadi
>> > swastanisasi dan
 asingnisasi besar-besaran. Untuk itu
>> > kami minta dengan hormat kepada
> Ketua
>> > dan Anggota dari Majelis Hakim untuk menyatakan
>> > Undang-Undang Migas ini
 bertentangan dengan Undang-
>> > Undang Dasar 1945 dan menetapkan peraturan
 peralihan.
>> > Memang bakal ramai, tapi tidak apa-apa kok, ramai
>> > sebentar,
> ya.
>> > Masih lebih mending daripada di negara lain,
>> > dinasionalisasi. Di
> Venezuela
>> > dan banyak Negara Latin Amerika, sector migas di
>> > nasionalisasi. Kita
> tata
>> > ulang lagi undang-undang Migas agar supaya betul-betul
>> > bekerja sesuai
> dengan
>> > semangat Undang-Undang Dasar 1945. Terima kasih.***
>> >
>> >
>> >
>> > --
>> > Sent from my Computer®
>> >
>>
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  PP-IAGI 2011-2014:
>> Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari,
>> rovicky[at]gmail.com<http://gmail.com>
 Sekjen: Senoaji,
>> ajiseno[at]ymail.com<http://ymail.com>
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20
>> September 2012.
 Kirim abstrak ke email:
>> pit.iagi.2012[at]gmail.com<http://gmail.com>.
> Batas akhir pengiriman abstrak 28 Februari 2012.
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  To unsubscribe, send email to:
>> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id<
> http://iagi.or.id>
>> To subscribe, send email to:
>> iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id<
> http://iagi.or.id>
>> For topics not directly related to Geology, users are
>> advised to post the
> email to: o...@iagi.or.id<mailto:o...@iagi.or.id>
>> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>> No. Rek: 123 0085005314
>> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>> Bank BCA KCP. Manara Mulia
>> No. Rekening: 255-1088580
>> A/n: Shinta Damayanti
>> IAGI-net Archive 1:
>> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>> IAGI-net<http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/IAGI-net>> 
>> Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>> --------------------------------------------------------------------->> 
>> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
>> information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or
> others. In no event
 shall IAGI or its members be liable for
> any, including but not limited to
 direct or indirect
> damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
 from
> loss of use, data or profits, arising out of or in
> connection with the
 use of any information posted on IAGI
> mailing list.
>> --------------------------------------------------------------------->>
>>
>>
>>
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  PP-IAGI 2011-2014:
>> Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
>> Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20
>> September 2012.
 Kirim abstrak ke email:
>> pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir
> pengiriman abstrak 28 Februari 2012.
>>
> -------------------------------------------------------------------------------->>
>  To unsubscribe, send email to:
>> iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send
>> email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
>> For topics not directly related to Geology, users are
>> advised to post the
> email to: o...@iagi.or.id
>> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>> Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
>> Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
>> No. Rek: 123 0085005314
>> Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
>> Bank BCA KCP. Manara Mulia
>> No. Rekening: 255-1088580
>> A/n: Shinta Damayanti
>> IAGI-net Archive 1:
>> http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>> --------------------------------------------------------------------->> 
>> DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to
>> information
> posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or
> others. In no event
 shall IAGI or its members be liable for
> any, including but not limited to
 direct or indirect
> damages, or damages of any kind whatsoever, resulting
 from
> loss of use, data or profits, arising out of or in
> connection with the
 use of any information posted on IAGI
> mailing list.
>> --------------------------------------------------------------------->>
>



___________________________________________________________
indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id



--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2011-2014:
Ketua Umum: Rovicky Dwi Putrohari, rovicky[at]gmail.com
Sekjen: Senoaji, ajiseno[at]ymail.com
--------------------------------------------------------------------------------
Jangan lupa PIT IAGI 2012 di Jogjakarta tanggal 17-20 September 2012.
Kirim abstrak ke email: pit.iagi.2012[at]gmail.com. Batas akhir pengiriman 
abstrak 28 Februari 2012.
--------------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
For topics not directly related to Geology, users are advised to post the email 
to: o...@iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke