Dalam tektonik lempeng Indonesia, diajarkan kepada para mahasiswa geologi Indonesia bahwa jalur subduksi berumur Kapur Akhir adalah jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo-Meratus, itu didasarkan terutama atas singkapan ofiolit di ketiga tempat tersebut. Konsep ini berasal dari Katili (1971, 1980) dan Hamilton (1973, 1979).
Tetapi dilihat dari massa sebaran dan komposisi ofiolit ketiga daerah itu, dan analisis menggunakan terrane tectonics yang berkembang pada pertengahan 1980-an (misalnya Howell, 1986) nyata bahwa ofiolit Meratus lain sendiri dibandingkan dengan Ciletuh dan Luk Ulo. Kelainan Meratus adalah bahwa runtunan/suite ofiolitnya lebih lengkap, lebih luas, dan lebih tua (pada umur metamorfisme dan kandungan radiolarianya, yaitu Middle Cretaceous), dibandingkan runtunan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo yang tidak lengkap (dismembered), setempat-setempat dan lebih muda (Late Cretaceous-earliest Paleocene). Kelengkapan dan keluasan runtunan ofiolit Meratus menunjukkan bahwa ia akibat proses overthrusting obduksi, sedangkan ketidaklengkapan dan distribusi setempat-setempat ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo menunjukkan bahwa mereka akibat proses scrapping off subduksi. Dengan perbedaan itu, apakah benar bahwa Meratus masih bagian jalur Ciletuh-Luk Ulo? Menurut hemat saya tidak. Meratus berdiri sendiri. Ofiolitnya adalah suture kerak samudera Meso-Tethys akibat benturan terrane kontinen SW Kalimantan/Schwaner dengan terrane kontinen Paternoster yang berbenturan pada Middle Cretaceous. Sebagian kerak samudera itu lepas/detached/splitting dari induknya dan saat ini obducted di atas Paternoster sebagai massa ofiolit yang rootless, tak berakar. Sementara ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo adalah hasil subduksi Late Cretaceous, terjadi di sebelah luar lebih ke arah samudera daripada Meratus, dan terjadi pada periode berikutnya. Di Sulawesi Selatan terdapat daerah Bantimala dengan singkapan ofiolit dan melange menyerupai Ciletuh dan Luk Ulo, juga dengan umur yang sama. Maka menurut hemat saya, jalur subduksi Ciletuh-Luk Ulo bukan ke Meratus, tetapi ke Bantimala. Meratus adalah hasil obduksi bukan subduksi, jadi bukan bagian jalur subduksi tersebut. Pendapat ini tentu punya implikasi atas sejarah tektonik Sundaland, termasuk kepada keberadaan hidrokarbon di Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Selat Makassar, dan Sulawesi Selatan. Pendapat2 di atas sudah saya sampaikan sejak 2003, baik di pertemuan IAGI, HAGI, IPA (2010), dan AAPG (2012) di Singapore dalam suatu sesi presentasi undangan Charles Hutchison Memorial. Charles Hutchison adalah seorang ahli tektonik SE Asia yang banyak menulis geologi, tektonik, energi dan mineralisasi SE Asia sejak tahun 1970-an. Hutchison meninggal tahun 2011 lalu. Salam, Awang