Pak Bandono ysh,

Sedikit memberi gambaran mengenai KCMI.

Betul, KCMI singkatan dari Komite Cadangan Mineral Indonesia, yang
merupakan produk bersama (join committee) antara IAGI (yang dalam hal ini
diwakili MGEI) dan PERHAPI.

Produk kerjasama ini hasilnya adalah Kode KCMI 2011 (mirip2 dengan JORC
nya Aussie), yang sudah disyahkan oleh Ketua IAGI pada saat itu (Prof
Lambok) dan Ketua Perhapi pada saat itu (Prof Irwandi).

Setelah Kode KCMI 2011 selesai dan disyahkan, sosialisasi pun mulai
dilakukan, dengan cara mengadakan beberapa workshop (Jakarta, Bandung,
Yogya dan Balikpapan) dan juga audiensi ke beberapa instanti pemerintah
dan Lembaga Keuangan.

Pada intinya Kode KCMI 2011 ini berisi standard pelaporan hasil
eksplorasi, sumberdaya dan cadangan mineral.

Disamping itu, implementasi dari KCMI ini, IAGI dan PERHAPI membuat
Panitia Implementasi Kode KCMI yang tugasnya antara lain memilih dan
menentukan CPI (Competent Person Indonesia).

IAGI (dalam hal ini MGEI) secara periodik (3 bulan sekali) menjalankan
sidang untuk menetapkan CPI.

Informasi lengkap KCMI dan CPI bisa dilihat di www.mgei-iagi.org

Salam,

aZd


Pak ketua KCMI itu apasih? Trus bagaimana mendapatkannya?
Salam.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
Sender: <iagi-net@iagi.or.id>
Date: Mon, 6 May 2013 07:52:08
To: IAGI<iagi-net@iagi.or.id>;
economicgeology<economicgeol...@yahoogroups.com>;
<geosaintist...@googlegroups.com>
Reply-To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net] Pertemuan 'empat mata' Ketua IAGI dan IAAI seputar
Gunung Padang.
Dear All IAGI-ers,

Sabtu siang kemarin saya bertemu Pak Junus Ketua Umum IAAI di Chitos,
saya
sendiri dan beliau juga sendiri saja, empat mata. Sehingga saya tidak
dapat
hadir diacara FGMI MGEI di hari yg sama.

Kami ngobrol santai sampai hampir 2 jam tentang issue Gunung Padang. Dan
kami saling mengemukakan pandangan organisasi pada issue yang sedang
berkembang ini. Beliau mengemukakan kekhawatiran kalau issue ini
berkembang
lanjut akan mempengaruhi profesi arkeologi secara umum. Saya mengerti
concern beliau tentang hal ini. Saya juga mengemukakan bahwa dalam
eksplorasi situs arkeologi ini, anggota IAGI atau geolog sebagai
"*supporting
science*"nya. Penggalian situs Arkeologi bukan ranah utamanya ahli
geologi.
Namun ilmu geologi sudah berinteraksi dengan arkeologi dalam hal ini.
*
Gunung Padang*

Saya memberitahukan bahwa IAGI sebagai organisasi profesi sangat terbuka
kepada semua anggotanya untuk berkreasi dan berkiprah dalam bidang apapun
asalkan masih dalam koridor ilmiah akademis. Walaupun pada akhirnya ada
perbedaan dan bahkan kontradiksi dalam hal interpretasi atau opini, IAGI
tidak akan memihak salah satu. Justru dengan dua tiga hingga berapapun
macam hasil interpretasinya akan menambah wawasan dan perkembangan
berpendapat, dan IAGI tetap akan melindunginya sebagai hak mengemukakan
pendapat, sekali lagi, asalkan semuanya kaidah keilmuannya tidak
dilanggar.
Saya memberikan contoh bagaimana IAGI saat ini berusaha tidak memberikan
opini karena adanya perbedaan pendapat tentang Lusi yang juga ada
pro-kontra diantara anggota IAGI.

Pak Junus mengerti pendapat IAGI diatas, beliau juga sama dalam hal hak
dan
kebebasan berpendapat pada anggotanya ini. Tetapi beliau, sebagai
arkeolog,
dan kawan-kawan lainnya, sangat konsen dengan masa depan profesinya (ahli
arkeologi) bila pengambilan kesimpulan yang menurut beliau sangat
terburu-buru ini masuk dalam keputusan kepemerintahan dan menjadi
kebiasaan
yang berkelanjutan. Saya rasa ini hal yang wajar kalau beliau sangat
konsen.

Beberapa aspek keilmuan dalam pengujian hipotesa arkeologi juga
diceritakan
termasuk bagaimana menjelaskan aspek *supporting socia (community, group,
kelopon state dll)* ketika sebuah bangunan (konstruksi) yang sangat besar
dibangun pada satu masa saja. Seberapa besarnya aspek sosial ini. Dalam
pembangunan sebuah candi yg besar, memerlukan waktu, jumlah tenaga
manusia
yang besar, *food*, *shelter*, dll dimana didalamnya ada sebuah manajemen
sosial yg tentunya juga masih harus dijawab sebelum memberikan sebuah
kesimpulan final adanya bangunan besar dibawah situs, apalagi untuk
melakukan sebuah excavasi atau penggalian penemuan yang baru.

Salah satu diskusi lain yaitu tentang ijin, justifikasi serta otorita
excavasi situs purbakala juga mengemuka tadi siang. Kalau misalnya ada
satu
penemuan situs candi di Jogja tentunya relatif mudah untuk melakukan
justifikasi serta ijin excavasi, apalagi diatasnya tidak ada situs yg
harus
dilindungi. Namun untuk excavasi di G Padang tentunya harus ada banyak
"*reasons
based on researches*"  yang perlu dilakukan sebelum melakukan excavasi
besar-besaran. Beliau mengingatkan juga bahwa situs G Padang bukanlah
satu-satunya situs megalith di Jawa Barat, namun merupakan situs Megalith
terbesar di Asia. Jadi perlu perlindungan khusus. Penggalian dibawah
situs
purbakala ini memang sepertinya belum ada rujukan pastinya. (catatan: ini
PR untuk institusi kepurbakalaan)

Sebagai seorang PNS Penyidik, beliau mengkhawatirkan apabila nantinya
mengarah pada penyidikan. Salah satu kasus yang beliau lakukan pada kasus
pembongkaran Batutulis dahulu, yang merupakan salah satu dugaan
(kemungkinan) adanya pelanggaran aturan yang berlaku. Sepertinya memang
team mandiri ini harus bersabar sebelum melakukan pembuktian melalui
excavasi dibawah Gunung Padang. Dan saya pribadi beberapa kali menyingung
dengan menuliskan bahwa "*sebuah penemuan besar itu sering tidak disadari
oleh penemunya*". Jadi kalau ini nantinya menjadi sebuah penemuan besar
ya
waktulah yang membuktikan, seolah begitu. Yang penting ada* publikasi
ilmiah yang akan menjadi catatan* dan rekaman sebuah penelitian ilmiah.
Ini
berkali-kali saya dorong ke semua Anggota IAGI yang rajin meneliti.

Akhirnya saya dan Pak Junus sepakat untuk mengadakan seminar bersama IAAI
dan IAGI tentang Gunung Padang ini. Nanti IAGI dan IAAI menghadirkan
pembicara-pembicara baik yang pro, kontra juga yang dianggap netral.
Walaupun ini diselenggarakan bersama, namun karena hal ini lebih dekat
dengan profesi Arkeologi, maka beliau (IAAI) yang akan menginisiasi
jadwal,
waktu serta pengaturan tempatnya. IAGI akan menjadi pendamping
penyelenggaranya dan memberikan usulan pembicara dari ahli anggota IAGI.

*Geoscience dan Arkeologi*

Pemanfaatan Georadar serta pengeboran yg dilakukan oleh team mandiri ini
memang lazim di dalam penyelidikan kebumian, namun belum atau masih belum
berkembang didalam penyelidikan Arkeologi di Indonesia. Ini sangat
disadari
Pak Junus. Beliau juga terbuka untuk mendapat ilmu tentang "*mengintai*"
bawah permukaan dengan GPR, *slimhole drilling*, Geolistrik dll. Ini
wacana
baru untuk Arkeolog pada umumnya.
Geoarkeologi sendiri juga belum lama berkembang di dunia ini. Jadi
kolaborasi dua keilmuan ini harus mulai dikembangkan di Indonesia.
*Archaeological
geology is a term coined by Werner Kasig in 1980. It is a sub-field of
geology which emphasises the value of earth constituents for human life.
*

Saya juga kemukakan beberapa anggota IAGI yang saat ini banyak tertarik
sejarah manusia dan interaksinya dengan manusia. Termasuk bagaimana aspek
Gunung Merapi dalam kehidupan untuk melihat konsep mitigasi jaman dahulu
yg
mungkin dapat dipelajari. Termasuk Candi Kedulan yg diperkirakan
ditinggal
karena gempa, bukan karena lahar, hipotesa danau mengelilingi Candi
Borobudur dll.
Menurut Pak Junus, saat ini ada beberapa geolog yang menjadi anggota
IAAI,
salah satunya Pak Zaim yang beliau ingat. Mungkin Pak Zaim dapat
bercerita
banyak tentang hal ini.

*Hal lain yang juga lebih penting*
*Simposium Internasional 200 tahun Letusan G. Tambora,*

Saya mengemukakan tentang rencana IAGI dan HAGI untuk memperingati 200
tahun Gunung Tambora tahun 2015 (TAmbora klimax meletus 10 April 1815),
dan
ternyata sejalan dengan beliau (IAAI) yang sudah melakukan beberapa
penggalian di "Pompei of Indonesia" ini. Letusan ini meninggalkan
beberapa
lokasi yang dapat diteliti dan diselidiki aspek Arkeologisnya. Namun
banyak
hal yang tidak dapat dijelaskan oleh arkeolog ketika melihat
sedimen-sedimen penutup yang semestinya menjadi domain geolog
(*Quartenary
stratigrapher*).

Juga kita sepakat sudah harus dimulai kerjasama IAAI dan IAGI ini tidak
hanya untuk hal ini (G Padang) saja, banyak hal-hal yang mengemuka selama
ngobrol santai dengan Pak Junus ini. Ini salah satu hikmah dari issue
tentang Gunung Padang barangkali.

Apabila diperlukan IAGI mungkin akan menyelenggarakan pertemuan terpisah
sendiri di kalangan IAGI untuk sekalilagi berargumentasi tentang
kontroversi geologi.

Salam Sukses !



Rovicky Dwi Putrohari
Ketua Umum IAGI.

*Penemuan besar itu bukan karena menghasilkan, tetapi menCERAHkan,
mengINSPIRASI, dan meMOTIVASI yang lain untuk meneruskannya.*

--
"Nasionalisme itu ekspresi perasaan ketika negaramu terpuruk"



Kirim email ke