Menentukan Pilihan Antara Menjalankan Profesi atau Mempertahankan Hidup

 

Menyaksikan tayangan Liputan 6 Pagi, hari ini Senin, 26 Februari 2007. 

Ketika Bayu mengundang wartawan (kameramen) Indosiar ke studio SCTV 

untuk mengungkap detik demi detik, perjuangan kameramen Indosiar ketika 

akan menolong kameramen SCTV, Guntur yang hilang hingga saat ini. Cukup
miris mendengarnya.

 

Diungkapkan bahwa Guntur disaat situasi kritis di kapal feri (roro) Levina I
yang terbakar akan tenggelam. 

Guntur dengan gigih mempertahankan kamera (berikut rekaman gambar) tentang
Lavina 1. 

Walaupun Guntur tidak bisa berenang ia tetap memeluk dan mempertahankan
kameranya (cermin profesionalitas).

 

Bahkan ketika dirinya berhasil ditolong untuk sementara ditempat yang aman
di bangkai kapal Lavina I,

 ia tetap memeluk kamera tersebut. Ketika kapal itu akan tenggelam, ia tetap
mempertahankan 

kamera tersebut walaupun orang-orang berteriak untuk melepaskan kamera itu
untuk menyelamatkan dirinya.

 

Ia tetap setia dengan kameranya hingga ia hilang ditelan kapal Lavina sampai
ke dasar laut. 

Hingga akhir hayatnya, ia tetap menjalankan tugasnya secara profesional
sebagai 

seorang wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.

 

Hal ini membuat saya termenung. Haruskah sedemikian hebatnya pengorbanan
jiwa 

dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Ia memilih mempertahankan
kameranya daripada keselamatan jiwanya.

 

Jika saya berada diposisi seperti ini sungguh dilematis. Satu sisi
mempertahankan 

keprofesionalismean sedangkan satu sisi lainnya mempertahankan hidup. 

Mungkin kalau saya hidup masih bisa memperjuangkan kehidupan demi keluarga.

 

Saya teringat akan sutradara ternama John Ford ketika berada di pulau Midway


dalam perang dunia ke dua. Saat itu Jepang menyerang Midway. John Ford
secara naluri 

kewartawanannya, ia merekam serangan pesawat Jepang ke pangkalan militer
Amerika Serikat 

di pulau Midway. Bahkan bom yang jatuh tak jauh dari posisinya mengambil
gambar nyaris membunuhnya. 

Aksi John Ford ini membuat serangan Jepang di pulau Midway menjadi sebuah
film dokumenter hebat 

dan dikenang sepanjang masa. Ia selamat hingga PD II berakhir dan menjadi
salah satu sutradara film Hollywood terhebat dieranya.

 

Robert Capa, seorang fotogafer dari majalah Time. Ia ikut rombongan tentara
Sekutu ketika 

mendarat di pantai Normandia, Perancis. Ia berada di sisi pantai Omaha,
tempat pasukan Amerika Serikat 

mendarat pada 6 Juni 1944. Ia melakukan tugas jurnalistik dengan memotret
adegan yang mengerikan tersebut. 

Saat pasukan Amerika Serikat disapu oleh tembakan tentara Nazi Jerman.
Setelah beberapa saat dilokasi pendaratan. 

Robert Capa lari ke kapal pendarat dan kembali ke kapal perang. Ia selamat
berikut foto yang dibuatnya. 

Gambar tersebut menjadi foto legendaris sepanjang masa.

 

Seusai PD 2, Robert Capa pergi ke Vietnam. Tahun 1954, Vietnam Utara
berperang dengan Perancis 

yang menguasai Vietnam Selatan. Naluri jurnalistiknya menuntun ke sana.
Sayang disini berbeda dengan Pantai Omaha. 

Robert Capa harus meninggal dunia karena dirinya menginjak ranjau darat. Ia
tewas seketika.

 

Ketika seseorang yang berprofesi sebagai wartawan dan sedang menjalankan
tugas jurnalistiknya. 

Terkadang dibenturkan dalam situasi dilematis antara menjalankan tugas atau
menyelamatkan jiwa.

 

Pilihan itu terkadang hanya sepersekian detik untuk membuat keputusan fatal
dalam hidup ini. 

Apakah harus menjalankan profesi hingga mati? atau mempertahankan hidup demi
keluarga dirumah atau keselamatan diri?

 

Jika anda berada diposisi seperti ini? Pilihan apa yang akan diambil?

 

Ludi Hasibuan, Jakarta, 26 Febr 2007.

 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke