Gerakan AntiGlobalisasi untuk menghadang neoliberalisme,perusakan
lingkungan dan Privatisasi Air di Indonesia.


Anti-Globalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk
memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang
perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan
antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Anti-Globalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan
sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang
mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga
maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi
dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis
lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga,
dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.

Namun, orang-orang yang dicap "anti-globalisasi" sering menolak
istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai
Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah
istilah lainnya.

Anti-Globalisasi sebagai Anti-Neoliberalisme

Banyak pihak melihat gerakan ini sebagai tanggapan kritis terhadap
pengembangan neoliberalisme, yang secara luas dianggap telah dimulai
oleh kebijakan Margaret Thatcher dan Ronald Reagan menuju kapitalisme
laissez faire pada tingkat global dengan mengembangkan privatisasi
ekonomi negara-negara dan melemahkan peraturan perdagangan dan bisnis.
Para penganjur neoliberal berpendapat bahwa peningkatan perdagangan
bebas dan pengurangan sektor publik akan membawa manfaat bagi
negara-negara miskin dan kepada orang-orang yang miskin di
negara-negara kaya. Kebanyakan pendukung anti-globalisasi sangat tidak
sependapat, dan menambahkan bahwa kebijakan neoliberal dapat
menyebabkan hilangnya kedaulatan lembaga-lembaga demokratis.


Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal
mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak
campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan
pada metide pasar bebas, pembatasan yang sedikit perilaku bisnis , and
hak-hak milik pribadi. Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme
erat kaitannya dengan pembukaan pasar luar negeri melalui cara-cara
politis, menggunaka tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau intervensi
militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas.

Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politis
multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti
WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang
pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi
pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham
Keynesianisme), and melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi
keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme
berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan buruh seperti
upah minimun, dan hak-hak daya tawar kolektif.


Neoliberalisme bertolakbelakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan
environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan
secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini
sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya.
Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan
gerakan lainnya yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial
seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam hubungan internasional dan
ekonomi.


di Indonesia

Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi
neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain
melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya
secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis
moneter pada pertengahan 1997.

Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian
secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia.
Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF,
pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus
Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah
satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar
minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan
multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi
beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan
Aneka Tambang.

Kritik terhadap neoliberalisme terutama sekali berkaitan dengan
negara-negara berkembang yang aset-asetnya telah dimiliki oleh pihak
asing dan yang and yang institusi ekonomi dan politiknya belum
terbangun yang telah dikuras sebagai akibat tidak terlindungi dari
arus deras perdagangan dan modal. Bahkan dalam gerakan neoliberal
sendiri terdapat kritik terhadap berapa banyak negara maju telah
menuntut negara lain untuk meliberalisasi pasar mereka bagi
barang-barang hasil industri mereka, sementara mereka sendiri
melakukan proteksi terhadap pasar pertanian domestik mereka.

Pendukung antiglobalisasi adalah pihak yang paling lantang menentang
neoliberalisme, terutama sekali dalam implementasi "pembebasan arus
modal" tetapi tidak ada pembebasan arus tenaga kerja. Salah satu
pendapat mereka, kebijakan neoliberal hanya mendorong sebuah
"perlombaan menuju dasar" dalam arus modal menuju titik terendah untuk
standar lingkungan dan buruh.


daftar pustaka:


     * Scott Wallsten and Katrina Kosec. "Public or Private Drinking
Water? The Effects of Ownership and Benchmark Competition on U.S.
Water System Regulatory Compliance and Household Water Expenditures",
Brookings Institution Working Paper 05-05.

     * A. Estache, S. Perelman, L. Trujillo (2005), "Infrastructure
performance and reform in developing and transition economies:
evidence from a survey of productivity measures", World Bank Policy
Research Working Paper 3514, February 2005.

     * Clare Joy and Peter Hardstaff (2005), "Dirty aid, dirty water:
The UK Government's push to privatise water and sanitation in poor
countries", World Development Movement, February 2005

     * Belén Balanyá, Brid Brennan, Olivier Hoedeman, Satoko Kishimoto
and Philipp Terhorst (eds), Reclaiming Public Water: Achievements,
Struggles and Visions from Around the World, Transnational Institute
and Corporate Europe Observatory, January 2005. ISBN 90-71007-10-3.

     * Greenhill, Romilly, and Wekiya, Irene (2004), Turning off the
taps: donor conditionality and water privatisation in Dar es Salaam,
Tanzania, London, UK, ActionAid.

     * David Hall and Robin de la Motte, Dogmatic Development:
Privatisation and conditionalities in six countries, War on Want.
     * Emanuele Lobina and David Hall, Problems with private water
concessions: a review of experience, PSIRU, University of Greenwich
     * Steven Renzetti and Diane Dupont (2003), "Ownership and
Performance of Water Utilities", Greener Management International 42,
Summer 2003







Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
        [EMAIL PROTECTED] (langganan)
        [EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/indo-marxist/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke