Bung Mawi yang baik,
 
Ku ucapkan terimakasih atas uraiannya yang sangat menggugah hati saya...
Ini benar-benar mengharukan sekali, tragis dan ironis.. Kuanggap pula sebagai suatu peristiwa yang uniq tapi punya makna nilai sejarah cukup berarti dalam mencari fakta kebenaran sejarah "Peristiwa Berdarah  1965/66" yang selama ini di palsukan atau di rekayasa versi cerita sejarahnya dan sepertinya sengaja untuk di tutup-tutupi oleh sang pemenang beserta para pendukung dan pengikutnya.
 
Bersama ini kulampirkan pula doc.informasi yang kuambil dari republika berjudul 'Buku Sejarah Teori Baru Tragedi G30S"
 
La Luta Continua!  
 
***
--- In [EMAIL PROTECTED], "Mawi" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Saudara Djoko,
 
Saya telah membaca surat E-mail Anda tertanggal 1 Maret 2006 terkirim pukul 6: 16 pagi melalui "Sastra Pembebasan" (SP). Surat tersebut di dahului dengan menurunkan puisi "Kunanti Bumi Yang Memerah Darah" dengan dua bait isinya. Kemudian Anda menanyakan kepada pencinta milis ini "kenal" atau "pernah membacanya" atau "... bahkan diantara anda adalah penulis puisi ini?"
 
Baiklah di sini saya katakan bahwa puisi: "Kunanti Bumi Memerah Darah"
tersebut jadi bukan "Kunanti Bumi Yang Memerah Darah" adalah karya saya Mawie. Sayang saya tidak mempunyai tanda buktinya lagi tapi seingat saya puisi ini saya tulis disekitar tahun 1964, 42 tahun yang lalu dan dimuat Lentera pada tahun yang sama. Menurut yang beredar sekarang panjangnya adalah 7 bait.
 
Saudara Djoko, terimakasih atas perhatian Anda.
 
Salam.
Mawie Ananta Jonie.

Saudara Harsutedjo,
 
Pada tanggal 1 Maret 2006,saya membaca surat E-mail Anda kepada Saudara Djoko di dalam SP yang Anda kirimkan pada pukul 18: 32. Surat E-mail ini kemudian di Fw kan oleh Saudara Omie ke pada adres yang sama sekitar pukul 20:59.
Di sini perkenankanlah saya menyampaikan rasa terimakasih saya atas perhatian Anda dan  yang telah menjelaskan kepada saudara Djoko bahwa "Kunanti Bumi Memerah Darah" adalah puisi karya saya.
 
Saudara Harsutedjo, mengemukakan kepada saya isi bukunya Sulastomo "Dibalik Tragedi 1965" yang menyebut saya "sebagai seniman Lekra yang telah mengetahui akan terjadinya peristiwa besar" dan bahkan Taufik Ismail mempertanyakan "Bagaimana bisa Mawie tahu, bahwa bumi akan bersimbah darah,enam setengah bulan sebelum peristiwa itu berlangsung? Kenapa dia bocorkan konspirasi itu? Kok Mawie bisa tahu?..."
 
Mengenai surat E-mail Pak Asvi Warman Adam pada tgl 9 Februari 2006 yang dikirimkan beliau pada pukul 4:54 kepada saya dengan  menggunakan milis wahana tersebut sebenarnya telah saya balas pada tgl. 10 Februari 2006 pukul 11:39  melalui adres langsung beliau. Pokok yang saya kemukakan kepada Pak Asvi ketika itu adalah soal "bagaimana proses penciptaan sajak ini?" seperti yang ditanyakannya.
 
Dalam kesempatan ini baiklah saya turunkan penjelasan yang saya berikan kepada beliau tadi sebagai berikut:
Sdr. Asvi, Tentang proses penciptaan sajak: "Kunanti Bumi Memerah Darah" kurang lebih seingat saya begini:
 
Waktunya pertengahan atau akhir tahun 1964, jadi 42 tahun yang lalu, saya sering bolak-balik dengan berjalan kaki di Jalan Hajam Wuruk menyusuri kali Ciliwung. Pada waktu itu tumbuh berderet di sepanjang kali pohon-pohon pelindung. Penduduk memanfaatkan air kali yang diam dan berwarna kuning tanahliat ini sebagai tempat mandi dan mencuci. Hal ini sangat menarik perhatian saya. Akan tetapi lebih menarik perhatian saya lagi adalah adanya orang-orang yang tak berpunya membuat tempat tinggal di bawah pohon-pohon pelindung tadi dengan atap dan dinding dari kertas-kertas karton pungutan dari tempat pembuangan sampah. Rumah-rumah tersebut jauh lebohsederhana dari kandang ayam. Di sinilah sepanjang hari ibu-ibu penghunyinya dengan berpakaian lusuh duduk dengan mata menerawang menanti dan entah menanti apa?
Suatu hari ketika saya melewati panorama Ibu Kota yang mengiris ini mata
saya terpancing oleh seorang ibu yang sedang duduk dengan memangku anaknya
yang menangis mendekap susu ibu yang kempis tak berisi. Mata itu menyapu
perut si ibu yang sedang hamil pula. Lepas sesudah itu saya kembali ke
tempat tinggal saya di Gedung Pemuda, Jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari
Istana Merdeka. Di sini hati saya berkata bahwa kemiskinan dan kemelaratan
ini tidak bisa ditanggulangi hanya dengan rasa hiba, tidak bisa ditanggulangi hanya dengan cara belas kasihan lalu memberikan seperak dua perak berupa sedekah kepada mereka, lebih-lebih tidak bisa ditanggulangi dengan jalan menggaruk dan menggusur mereka dan melemparkannya jauh ke pinggiran yang terasing. Dan di sini saya mengatakan pada diri saya bahwa penderitan yang dialami mereka semua itu bersumber pada sistim masyarakat "penghisapan oleh manusia atas manusia". Oleh karena itu untuk menghapus maslah ini secara mendasar tidak ada jalan lain kecuali mengubah sistim itu sendiri. Dan sistim yang baru itu adalah seperti yang diajarkan oleh Bung Karno: Masyarakat Sosialis Indonesia! Sistim inilah yang saya ungkapan
dengan kata-kata antara lain "kunanti bumi memerah darah" di dalam sajak
tersebut.
 
Demikianlah Saudra Harsutedjo penjelasan saya kepada Pak Asvi tentang proses
penciptaan sajak ini. Jadi inilah pula latar belakang dari lahir dan
ditulisnya sajak tadi. Dan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan
perkiraan atau ramalan atau karena "telah mengetahui akan terjadinya
peristiwa besar". Tidak !.
 
Di sini saya tekankan bahwa saya menggunakan kata "Kunanti bumi memerah
darah" dalam sanjak tersebut dengan maksud sebagai menanti bumi merah dari
sistim masyarakat Sosialis Indonesia. Jadi bukan seperti yang dikatakan
..."bahwa bumi akan bersimbah darah", Bukan!
 
Soal "konspirasi" yang dikemukakan dalam surat E-mail ini tentu menyangkut
... "bahwa bumi akan bersimbah darah",... Saya tak mengerti bagaimana bentuk
pekerjaan "konspirasi".Tapi apakah pekerjaan seperti ... akan terjadinya
peristiwa besar." yang lalu itu bisa dikasih tahu kepada sembarang orang?
Jadi saya tidak tahu sesuatu "konspirasi" dengan peristiwa ini, maka tidak
ada pula yang saya "bocorkan" dalam puisi saya.
Sdr. Djoko Sri Moeljono dan Sdr. Harsutejo,
Sekian dan terimakasih.
 
Salam
Mawie Ananta Jonie.
 
***
Sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=233826&kat_id=319
 
 
Minggu, 05 Februari 2006
Buku Sejarah
Teori Baru Tragedi G30S
 
Banyak peristiwa sejarah yang masih menyimpan misteri dan kontroversi. Salah satunya adalah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965. Hingga saat ini, aktor di balik pembunuhan enam jenderal itu masih belum diketahui secara pasti. Tak heran bila peristiwa berdarah itu masih terus mengundang perdebatan di kalangan peneliti sejarah.
 
Para peminat di bidang sejarah dari dalam dan luar negeri telah menuangkan hasil temuannya soal aktor di balik G30S itu lewat buku. Setiap penulis memiliki pandangan yang berbeda soal dalang tragedi kemanusiaan tersebut. Masing-masing memaparkan fakta dan data yang dimilikinya. ''Peristiwa G30S memang menarik untuk dikaji. Sebab, merupakan peristiwa bersejarah yang besar,'' ujar Sejarawan, Dr Anhar Gonggong.
 
Hingga saat ini, tak kurang ada enam teori yang berkembang soal dalang di balik gerakan yang berakhir dengan tumbangnya Sukarno dan dibubarkannya Partai Komunis Indonesia (PKI) itu.
 
Teori pertama berasumsi bahwa TNI-AD berada di belakng G30S. Selain itu, ada pula yang menyebutkan peristiwa itu sebagai kudeta Suharto terhadap Sukarno. Buku yang lainnya menyebutkan peristiwa itu sebagai rekayasa Sukarno. Teori keempat menyebutkan peristiwa itu sebagai konspirasi Aidit-Sukarno dan Mao Ze Dong.
 
Peneliti sejarah lainnya menyatakan, gerakan berdarah itu dipicu provokasi asing. Yang terakhir, berdasarkan versi pemerintah Orde Baru, dalang di balik penculikan dan pembunuhan enam jenderal itu adalah PKI. Buku yang berkesimpulan bahwa dalang peristiwa berdarah itu PKI baru-baru ini kembali terbit.
 
Buku terbaru itu berjudul Di Balik Tragedi 1965 yang ditulis oleh Sulastomo. Mantan ketua Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) ini berkeyakinan bahwa peritiwa G30S sebagai kudeta PKI sudah tak diragukan lagi. Menurutnya, buku itu berisi kesaksian sejumlah pelaku sejarah dan juga catatan pengalamannya waktu itu.
 
Dalam buku setebal 179 halaman yang diterbitkan Yayasan Pustaka Umat itu, Sulastomo membedah peristiwa itu dari pergolakan politik yang terjadi mulai 1945-1965. Selain itu, dalam buku tersebut ia juga memaparkan peritiwa menjelang G30S terjadi.
 
Selain itu, Sulastomo juga menceritakan detik-detik di sekitar peristiwa yang disebutnya G30S PKI. Yang menarik dari buku ini adalah munculnya analisis dan teori tentang peristiwa berdarah itu. Sulastomo mencoba mematahkan berbagai teori yang diungkapkan para peneliti dan penulis lain yang telah terlebih dulu menerbitkan bukunya.
 
Di bagian akhir, penulis mengajak semua komponen bangsa tidak lagi mengungkit luka lama itu. Menurut Sulastomo, sudah saatnya semua pihak melakukan rekonsiliasi nasional. Dalam bukunya itu, ia mengajak semua anak bangsa untuk menatap masa depan bagi Indonesia yang lebih baik.
 
''Naskah ini meskipun berusaha obyektif, rasanya tidak mungkin lepas dari subjektivitas,'' tutur Sulastomo. Ia mengakui, sikap untuk obyektif tidaklah mudah. Meski begitu, pihaknya mencoba untuk menekan subyektivitas serendah mungkin. ''Seandainya ada subyektivitas, itu karena faktanya begitu.''
 
Menurut Sejarawan Anhar Gonggong, kesimpulan yang ditampilkan dalam buku itu bahwa dalang G30S adalah PKI bukan hal baru. Namun, kata dia, yang membuat buku tersebut menjadi menarik adalah bantahan Sulastomo atas berbagai teori yang berkembang dan diungkapkan lewat berbagai buku.
 
Buku karya Sulastomo hanyalah salah satu diantara sederet buku lainnya yang mencoba mengungkap dalang di balik G30S. Tentu saja, teori yang diungkapkannya akan sangat berbeda dengan hasil penelitian penulis lain. Kebanyakan buku yang 'menelanjangi' aktor di balik peristiwa berdarah itu ditulis peneliti asing.
Ilmuwan asal Cekoslowakia, Victor M Fic, misalnya, telah menulis buku berjudul Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi. Buku ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di New Delhi pada 2004 lalu. Namun, di Indonesia baru terbit pada September 2005 oleh Yayasan Obor Indonesia.
 
Dalam buku itu, M Fic berkesimpulan bahwa tragedi kudeta 1 Oktober 1965 merupakan konspirasi antara trio tokoh, yakni Sukarno-Aidit-Mao Tse Dong. Konspirasi itu, tutur M FIC, bertujuan untuk membersihkan pucuk pimpinan Angkatan Darat. Namun, peristiwa itu justru berakhir dengan jatuhnya Sukarno dan hancurnya PKI.
 
Buku lainnya yang mencoba membahas soal tragedi G30S ditulis oleh seorang warga Jerman bernama Kerstin Beise. Lewat buku berjudul Apakah Soekarno Terlibat peristiwa G30S, Beise mencoba melacak jejak keterlibatan presiden pertama RI itu dalam peristiwa penculikan enam jenderal tersebut.
 
Selain itu, ada pula buku karya penulis dalam negeri yang berjudul G30S PKI, Bedah Caesar Dewan Revolusi Indonesia. Buku yang diterbitkan oleh Java Pustaka ini ditulis oleh Aminuddin Kasdi dan Gambar Wulan. Buku lainnya yang juga layak dibaca adalah Gerakan 30 September: Antara Fakta dan Rekayasa. Buku yang diterbitkan Media Pressindo ini merupakan proyek historiografi yang dilakukan Centr for Information Analysis.
 
Penulis asal Belanda, Lambert J Giebels, pun tertarik untuk membedah masalah tersebut. Ia telah menulis buku berjudul Pembantaian yang Ditutup-tutupi: Peristiwa Fatal di Sekitar Kejatuhan Bung Karno. Dalam buku setebal 228 halaman ini, PKI dinyatakan terlibat dalam gerakan berdarah tersebut.
 
Buku lainnya tentang G30S yang cukup menggegerkan adalah karya Antonie CA Dake. Ilmuwan asal Belanda ini menulis buku berjudul Sukarno File: Berkas-berkas Soekarno 1965-1967, Kronologi Suatu Keruntuhan. Menuru Dake, justru Sukarnolah yang merencanakan penculikan terhadap para jendral angkatan darat pada waktu itu.
Dake berkesimpulan, Sukarno mendorong dan membantu penculikan enam jenderal. Keenam jenderal itu, menurut buku yang diterbitkan Aksara Karunia setebal 549 itu, dinilai Sukarno sudah terlalu jauh jalan sendiri-sendiri dan anti-komunis.
 
Setiap penulis tentu memiliki fakta dan data masing-masing. Soal siapa dalang pelaku G30S hingga kini masih samar. Cendekiawan Solahudin Wahid mengajak agar luka lama itu tidak perlu diperpanjang. Menurutnya, sudah saatnya bangsa ini melakukan rekonsiliasi. ''Sudah saatnya menatap masa depan bersama,'' tandasnya.
(heri ruslan ) 


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65click: http://www.progind.net/  
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/


Yahoo! Mail
Bring photos to life! New PhotoMail makes sharing a breeze.

Hancurkan Kapitalisme,Imperialisme,Neo-Liberalisme, Bangun Sosialisme !
******Ajak lainnya bergabung ! Kirimkan e-mail kosong (isi to...saja)ke:
        [EMAIL PROTECTED] (langganan)
        [EMAIL PROTECTED] (keluar)
Site: http://come.to/indomarxist




SPONSORED LINKS
Indonesia phone card Indonesia calling card Indonesia travel
Indonesia Indonesia hotel Indonesia tour


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke